Liputan6.com, Palangkaraya - Tiwah merupakan tradisi di Kalimantan Tengah, khususnya Suku Dayak, yang dilakukan untuk orang yang sudah lama meninggal. Tradisi ini merupakan sebuah upacara sebagai bentuk pengantaran tulang atau kerangka dari orang yang sudah meninggal ke sebuah rumah yang disebut 'sandung'.
Tujuan dari ritual ini adalah untuk meluruskan perjalanan arwah menuju lewu tatau atau surga. Tak hanya itu, ritual ini juga bertujuan untuk melepaskan kesialan bagi keluarga yang sudah ditinggalkan, atau biasa disebut dengan istilah pali.
Mengutip Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia berjudul "Makna Penebusan Dalam Upacara Tiwah Sebagai Pendekatan Kontekstualisasi Injil", disebutkan bahwa tiwah merupakan budaya dalam agama Hindu Kaharingan. Tradisi ini berupa prosesi upacara unik dan beragam yang penuh makna.
Advertisement
Baca Juga
Dalam kepercayaan agama Hindu Kaharingan, kata 'tiwah' berasal dari bahasa Sangiang yang berarti upacara penyucian dan pembebasan roh untuk memperoleh hidup baru. Tiwah dipercaya akan membawa arwah kepada Allah atau Ranying Hatalla langit.
Ritual ini akan menyucikan arwah untuk memperoleh hidup bersama dengan Ranying Hatalla kepada penyempurnaan. Ritual ini juga disebut sebagai penyempurnaan roh liau balawang panjang (unsur bapak) dan roh liau karahang tulang (unsur ibu).
Dengan melaksanakan upacara tiwah ini, kedua roh tersebut akan lebih suci. Dengan demikian, penyatuan roh dengan Ranying Hatalla pun tercapai.
Adapun upacara ini hanya dilakukan oleh masyarakat Dayak Kalimantan Tengah, khususnya dayak pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga dayak. Disebutkan bahwa tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah.
Usai upacara arwah Dayak dilaksanakan, mereka menganggap bahwa perjalanan roh atau arwah orang yang sudah meninggal menuju lewu tatau telah selesai. Artinya, para roh tersebut telah dianggap sudah hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak