Kisah Pasien Gagal Ginjal, Hampir Menyerah hingga Bisa Berjuang 6 Tahun Rutin Cuci Darah

Masri bercerita pada tahun 2015, awalnya Hidayati mengeluh menderita sakit kepala dan perut mual. Saat diperiksa ke salah satu dokter praktik, dia hanya didiagnosis menderita darah tinggi.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 16 Nov 2022, 23:00 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2022, 23:00 WIB
Kisah Hidayati 6 Tahun Cuci Darah Gratis Lewat JKN
Masri (52) setia menemani sang istri Hidayati selama lebih dari 6 tahun untukmelakukan cuci darah di RSUD M Yunus Bengkulu. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Bengkulu - Masri (52) terlihat santai duduk di kursi panjang tepat di depan ruang khusus Hemodialisa (HD) atau ruang untuk pasien cuci darah rutin di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus Bengkulu. Di sebelahnya, sang istri tercinta Hidayati (49) duduk bersandar di bahu Masri sambil menunggu giliran masuk ruangan dan melakukan proses cuci darah selama 2 jam lebih.

Ada bekal makanan, minuman, dan sekantong obat yang memang disiapkan dan dibutuhkan ketika mesin HD memutar darah untuk dicuci. Setiap dua kali dalam seminggu, Masri selalu setia menemani istrinya untuk cuci darah rutin di RSUD M Yunus. Tanpa lelah, dia selalu berada di sisi sang istri yang berulang kali ke rumah sakit untuk menjalani tindakan medis yang bagi sebagian orang dirasa sangat berat.

"Sudah lebih dari 6 tahun saya menemani istri cuci darah di rumah sakit ini," jelas Masri kepada Liputan6.com Selasa (15/11/2022).

Masri bercerita pada tahun 2015, awalnya Hidayati mengeluh menderita sakit kepala dan perut mual. Saat diperiksa ke salah satu dokter praktik, dia hanya didiagnosis menderita darah tinggi. Namun, obat yang diberikan tidak mampu mengatasi masalahnya, bahkan kondisi bertambah parah dengan seringnya mengalami muntah.

Sang istri kembali dibawa ke dokter, dilakukanlah cek darah. Hasilnya, ternyata Hemoglobin (HB)-nya menurun. Dokter lalu memberikan rujukan ke rumah sakit karena HB-nya rendah. Di rumah sakit setelah melalui pemeriksaan, Hidayati didiagnosis mengalami gagal ginjal. Karena keterbatasan alat, akhirnya ke rumah sakit yang lebih besar dan mulai dilakukan tindakan cuci darah hingga dengan saat ini.

Perasaan Masri saat menghadapi vonis gagal ginjal tersebut sangat terkejut. Namun, dia menyimpan informasi itu dan tidak memberitahukannya kepada sang istri, hanya kepada keluarga. Setelah beberapa saat usai tindakan cuci darah pertama, Masri baru memberitahukannya kepada sang istri.

Awalnya sang istri juga sempat drop dan harus mendapat perawatan serius dan terus-menerus. Perlahan dengan berjalannya waktu, Hidayati bisa menerima kondisi ini dan menjalaninya dengan ikhlas.

"Cuci darah ini kami lakukan sudah lebih dari 6 tahun. Alhamdulilah istri saya sudah bisa menerima dan lebih siap," tambah Masri.

Masri dan keluarga telah terdaftar menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 2014. Dia  terdaftar sebagai peserta yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah Pusat. Untuk tahun 2022, Pemerintah Pusat telah memberikan jaminan sosial kesehatan kepada lebih dari 110 juta penduduk.

Ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memberikan perlindungan di bidang Kesehatan kepada warganya secara gratis. Masri pun mengaku bersyukur, sebab jika dengan biaya sendiri, dipastikan dirinya tidak sanggup dan menyerah sejak awal.

Untuk menghidupi keluarganya, dia sehari-hari hanya mengandalkan hasil berjualan di pasar tradisional. Hidayati sendiri, awalnya sebelum sakit masih bisa menjahit untuk membantu ekonomi keluarga. Awal cuci darah masih sanggup untuk menjahit, tetapi sekarang sudah tidak sanggup, ditambah sekarang sulit untuk diajak berkomunikasi karena pendengarannya sudah tidak baik lagi.

"Jika tidak dibantu JKN saya harus bayar uang hingga 1,3 juta untuk sekali cuci darah, pasti saya nyerah dari awal," Masri menceritakan.

Paramedis: Ratusan Pasien HD Semuanya Menggunakan Fasilitas JKN

Kisah Hidayati 6 Tahun Cuci Darah Gratis Lewat JKN
Heru, Paramedis ruangan cuci darah (Hemodialisa) di RS Bhayangkara Bengkulu. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Heru Susanto merupakan paramedis, dia tercatat sebagai salah satu perawat senior yang bertugas di Unit Hemodialisa di Rumah Sakit Bhayangkara Bengkulu dan telah bertugas di unit tersebut sejak Desember 2017 atau lebih dari 5 tahun. Selama bekerja di sana, Heru telah melihat banyak sekali pasien yang menjalani tindakan cuci darah menggunakan kartu JKN.

"Sejak tahun 2017 lebih dari 300 pasien yang cuci darah. Semuanya peserta JKN, tidak ada pasien umum atau bayar sendiri," Heru berujar.

Heru bercerita banyak tentang bagaimana banyak pasien yang sangat membutuhkan tindakan cuci darah terbantu sekali dengan adanya kartu JKN. Jika pasien umum berobat tidak pakai kartu JKN, bisa saja menjual tanah hingga rumah, pengusaha pun apabila sudah cuci darah bisa bangkrut.

Sebab, biaya untuk sekali cuci darah bisa mencapai Rp1 juta, delapan kali sebulan bisa delapan juta rupiah, setahun bisa hampir seratus jutaan, tidak ada yang mampu di Bengkulu ini. Angka itu belum termasuk biaya obat dan lainnya.

"Alhamdulilah ada BPJS Kesehatan yang membantu pasien, tentunya pelayanan diakses sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku," Heru mengatakan.

Setiap bertemu peserta JKN, terkadang berbagai keluhan sering diterimanya. Dia selalu berpesan agar selalu bersyukur. Pengalaman dalam waktu 5 tahun di Unit HD, saat bertemu dengan pasien HD dia selalu katakan jika berobat dibandingkan dengan peserta umum, maka harus bersyukur karena sudah difasilitasi BPJS Kesehatan. Tidak hanya tindakan cuci darah, obat-obatan pun semua ditanggung secara gratis.

"Saya selalu jelaskan berapa biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan untuk setiap kali cuci darah, dapatnya apa saja, obat-obatan semua gratis. Alhamdulilah mereka bersyukur dan berterima kasih," tambah Heru.

Selama lebih dari 5 tahun menjalani rutinitas membantu pasien HD, Heru merasa ikatan emosional dirinya dengan pasien dan keluarga sangat erat. Rasa empati yang sangat tinggi sering dia rasakan. Dengan tulus dan dedikasi yang tinggi sebagai paramedis, Heru merasa memang pekerjaan ini penuh risiko dan tanggung jawab yang sangat besar, apalagi menyangkut keselamatan dan kesehatan pasien yang sedang bertarung nyawa.

"Di sini ketemu terus minimal dua kali seminggu sehingga semua pasti berkesan ada seperti bapak sendiri, adik sendiri, ibu sendiri, kadang makan bareng dengan pasien dan keluarganya di sini," Heru berujar.

Heru pun mengatakan Program JKN Ini sangat luar biasa dan berpesan agar peserta JKN tetap rutin membayar iuran JKN. "BPJS Kesehatan termasuk berani dengan menanggung semua biaya pelayanan HD, sangat luar biasa. Terhadap peserta yang masih belum rutin membayar iuran JKN, dengan kita sedekah penyakit akan hilang kalau saya orang awam biar orang yang memakai pelayanan program JKN, kita tidak perlu memakai, kita ikut program negara," Heru menandaskan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya