Perjalanan Nasi Uduk dari Tanah Melayu hingga Menjadi Ikon Betawi

Sejarah nasi uduk berawal dari masuknya pedagang Melayu ke Pulau Jawa yang membawa tradisi nasi lemak.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 12 Feb 2025, 12:00 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2025, 12:00 WIB
ilustrasi nasi uduk
ilustrasi nasi uduk (sumber: Pixabay)... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Perjalanan nasi uduk dari tanah Melayu hingga menjadi ikon kuliner Betawi merupakan salah satu sejarah kuliner Nusantara. Hidangan yang kini identik dengan Jakarta ini merupakan hasil akulturasi budaya Melayu dan Jawa yang terjadi selama berabad-abad.

Mengutip dari berbagai sumber, sejarah nasi uduk berawal dari masuknya pedagang Melayu ke Pulau Jawa yang membawa tradisi nasi lemak. Pada tahun 1628, para pendatang Jawa membawa hidangan ini ke Batavia, yang kemudian mengalami penyesuaian dengan budaya setempat.

Perpaduan antara nasi lemak Melayu dan sego gurih (nasi yang dimasak dengan santan dan rempah-rempah khas Indonesia) Jawa ini menciptakan cita rasa yang kemudian dikenal sebagai nasi uduk. Sultan Agung dari Mataram memberikan kontribusi dalam perkembangan nasi uduk.

Ia menciptakan versi lokal dari nasi kebuli dan briyani yang populer di Timur Tengah dan India. Adaptasi ini menambah variasi kuliner di wilayah tersebut dan memperkaya cita rasa nasi uduk yang kita kenal saat ini.

Istilah uduk sendiri memiliki beberapa versi asal-usul. Versi pertama menyebutkan kata uduk berasal dari bahasa Arab tawadhu yang bermakna rendah hati.

Versi lain mengaitkannya dengan proses pembuatan yang mengharuskan nasi diaduk dengan santan dan rempah-rempah. Ada pula yang menghubungkan dengan kata uduk yang berarti susah.

Hal ini merujuk pada status makanan ini sebagai hidangan rakyat kecil. Dalam perkembangannya, nasi uduk menjadi bagian dari budaya Betawi.

Hidangan ini bukan sekadar makanan, tetapi juga merupakan sejarah panjang akulturasi budaya di Jakarta. Keunikan nasi uduk terletak pada proses pembuatannya yang memadukan santan dengan berbagai rempah khas Nusantara.

Kombinasi cengkih, kayu manis, dan serai menciptakan aroma dan cita rasa yang khas. Penyajiannya dengan berbagai lauk pendamping seperti sambal kacang, telur, bawang goreng, dan ayam suwir semakin memperkaya cita rasa hidangan ini.

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya