Menilik Sejarah Etnis Tionghoa di Sukabumi

Menyuguhkan kilas sejarah Etnis Tionghoa memasuki pulau Jawa, khususnya di Kota Sukabumi.

oleh Fira Syahrin diperbarui 14 Des 2022, 00:00 WIB
Diterbitkan 14 Des 2022, 00:00 WIB
Museum Tionghoa Soekaboemi.
Museum Tionghoa Soekaboemi.

Liputan6.com, Sukabumi - Kota Sukabumi cukup dikenal dengan beberapa budaya yang berasal dari China. Seperti keberadaan museum Tionghoa Soekaboemi.

Pertunjukan Cap Go Meh yang menjadi daya tarik wisata setiap tahun baru imlek, membuat sejarah etnis Tionghoa di Kota yang terkenal dengan oleh-oleh mochi ini tak dapat terpisahkan.

Museum itu berlokasi di Jalan Pajagalan, Nyomplong, Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi, tepatnya di Dalaga Square. Anda dapat mengunjungi wisata sejarah itu cukup dengan harga tiket Rp5 ribu saja.

Museum Tionghoa Soekaboemi buka selama enam hari, kecuali hari Jumat. Mulai dari pukul 09.00 WIB sampai 16.30 WIB.

Terdiri dari empat lantai, museum yang berdiri sejak Februari 2021 lalu, menyuguhkan kilas sejarah Etnis Tionghoa memasuki pulau Jawa, khususnya di Kota Sukabumi.

Mulai dari perabotan kuno, lukisan yang dibuat langsung di dinding yang menggambarkan perjalanan budaya tersebut, sampai pada mata uang dan pakaian perang pada massanya terpampang di sana.

Salah seorang pengunjung, Fikri mengatakan, bagian menarik dari museum tersebut adalah koleksi mata uang dari jaman kerajaan.

"Koleksi mata uang yang ada di museum tadi itu keren, bahkan ada alat tukar dari zaman kerajaan Majapahit yang menggunakan perunggu," kata Fikri kepada Liputan6.com, pada Minggu (11/12/2022).

Sementara, pengelola museum, Yani Mulyani atau akrab dengan panggilan Ambu mengatakan, selain sebagai identitas budaya Tionghoa itu sendiri. Fungsi keberadaan museum itu juga sebagai pemersatu bangsa antara Tionghoa Sukabumi dan budaya lainnya.

"Terutama kebudayaan Tionghoa di Sukabumi, sebagai pusat studi. Disini juga kebetulan kita memiliki galeri arsip Kipahare yang mengangkat semua sejarah yang kita miliki di Sukabumi baik kota atau kabupaten," kata Ambu.

Kendati sejauh ini minat kunjungan ke museum tersebut masih didominasi warga luar kota hingga mancanegara, namun pihaknya berharap museum Tionghoa Soekaboemi dapat menjadi cikal bakal berdirinya museum serupa di kota lain.

"Kalau dari dalam kota mungkin masih agak minim. Sejauh ini kunjungan terutamanya dari mahasiswa Jakarta, Bandung, Bogor. Bahkan dari luar negeri juga sudah pernah berkunjung kesini, seperti dari Perancis, Singapura udah ada yang berkunjung kesini," ujarnya.

Lebih lanjut, pihaknya juga berharap mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah dalam menjalankan berbagai kegiatan. Agar museum Tionghoa bisa tetap eksis dan semakin dikenal lebih luas.

"Tapi kalau dukungan pemerintah atau instansi terkait masih minim kita rasakan, ya mungkin karena ini juga masih baru masih belum mereka kenal. Tapi mudah-mudahan kedepannya pemerintah bisa memberikan perhatian lebih. Karena ini bukan masalah Tionghoanya tetapi sejarahnya," pungkasnya.

 

Pengaruh Tionghoa Sukabumi terhadap Sejarah Nasional

Pengaruh Tionghoa Sukabumi terhadap Sejarah Nasional
Pengaruh Tionghoa Sukabumi terhadap Sejarah Nasional.

Orang Tionghoa memulai pertama kali perkebunan teh China di Sinagar Cibadak adalah Tan Soeij Tiong dengan kontrak pada tanggal 29 Juli 1843 dengan bantuan pengelolaan oleh Sem Tjiak dan Sem Giok Seeng.

Perkenalan tanam teh juga dimanfaatkan oleh Dey Kiat Ho Sia, putra dari Oey Dji San. Tuan tanah tersohor dari Karawaci yang menyewa lahan di perkebunan benda Cicurug dan menanami teh secara massal.

Pada awal tahun 1880 saja sudah banyak perkebunan di Sukabumi yang dimiliki oleh warga Tionghoa sampai tahun 1900-an sekitar 28 perkebunan termasuk juga 15 penggilingan padi.

Menjelang akhir abad 19 banyak perkebunan milik orang Eropa di Sukabumi yang kemudian dibeli atau diambil alih oleh pengusaha Tionghoa di bidang perdagangan muncul Tan Tek Hay, dia adalah anak Tan Kim Hoe, kepercayaan Kerkhoven di Sinagar Cibadak.

Dia memiliki Firma terbesar di Jawa dan Sumatera, selain itu ada Boen Hok Tjiong, yang memiliki Pabrik Tenun terbesar yaitu Tjiboenar di Cisaat. Kemudian ada Louw Tjeng Bie, raja bisnis percetakan nasional yaitu Soekaboemische Snelpress Drukkerij yang menerbitkan koran Tionghoa berbahasa Melayu pertama di Indonesia, yaitu Oeij Djin Tjiang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya