Liputan6.com, Palangka Raya - Kasus dugaan kekerasan seksual disertai penganiaayaan oleh oknum dosen Universitas Palangka Raya terhadap mahasiswinya kini berlanjut. Meski sempat terjadi perdamaian, namun penyidikan tetap berjalan. Bahkan, perdamaian dinilai sebagai skenario.
Sebelumnya, pada 5 September 2022 lalu, seorang mahasiswi melapor ke SPKT Polda Kalteng terkait dugaan kekerasan seksual dan penganiayaan. Terlapor merupakan oknum dosen berinisial VAG yang mengampu mata kuliah Teknik Perangkat Lunak di Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya.
Direktur LBH Palangka Raya Aryo Nugroho mengungkapkan, korban merupakan mahasiswi yang tidak berasal dari Kalimantan Tengah. Ia tinggal di rumah VAG di Jalan Rajawali, Kilometer 6,5 Kota Palangka Raya, Kalteng. Menurut korban dalam keterangannya, ia mendapatkan kekerasan seksual pertamakali pada 12 Juli 2021 lalu dan terus berlanjut hingga 2022.
Advertisement
“Informasi yang kami himpun, korban dijanjikan akan dinikahi. Namun itu hanya janji untuk melancarkan aksi bejatnya. Korban tidak kuat karena selalu mendapatkan kekerasan fisik,” kata Aryo, Rabu (1/2/2023).
Usai melaporkan kejadian itu, ada upaya untuk mendamaikan korban dengan terduga pelaku melalui kuasa hukum keduanya. Menurut Aryo, perdamaian tersebut merupakan intervensi. Pasalnya, kuasa hukum korban dan pelaku diduga berasal dari organisasi yang sama. “Menurut kami ini sesuatu yang janggal dan sangat berbau intervensi kepada korban,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Ketua Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Suriansyah Halim mendesak agar proses hukum kasus ini terus berlanjut. Ia pun berharap polisi memanggil dan memeriksa kuasa hukum korban.
Halim mengatakan, mencurigai ada skenario yang dibuat untuk menghentikan proses hukum terhadap pelaku. Rangkaian itu berawal dari laporan istri VAG ke Polda Kalteng dengan dugaan perbuatan zina.
“Laporan tersebut dugaan kita menjadi alat tawar agar korban mau berdamai dan mencabut laporan,” kata Halim ditemui di kantornya.
Kuasa hukum korban, Romunus Romi tidak membantah pihaknya mengirim surat ke Polda Kalteng terkait adanya perdamaian antara pelapor dan terlapor. Namun Romi menyatakan keberatan media mengulas langkah-langkah yang ia lakukan.
“Dan etikanya, saya mengetahui kapan saatnya media mengulas kasus saya. Kalau mereka meminta anda menganalisa surat, silahkan saja. Tapi, dari pihak saya, prosedur penyelesaian masalah yang saya tangani tidak untuk diekspos ke publik,” kata Romi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (28/1/2023).
Sementara itu, kuasa hukum VAG, Fidelis Harefa mengatakan, pihaknya hanya memfasilitasi niat pelapor dan terlapor untuk berdamai. Ia tidak membantah ada perdamaian antara pihaknya dan pihak korban.
“Yang satu pelapor yang satu terlapor, mereka mau berdamai kita hanya memfasilitasi saja. Nah sekarang seluruhnya kembali kepada penyidik,” ucap Fidelis ditemui di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (31/1/2023).
Simak juga video pilihan berikut:
Kasus Berlanjut
Dirkrimum Polda Kalteng Kombes Pol Faisal F Napitupulu melalui Kasubdit Renakta Kompol Guntur membenarkan pihaknya yang menangani kasus tersebut. Penyidikan dugaan kekerasan seksual tersebut terus berlanjut.
“Intinya kasus sedang berproses, tidak ada penghentian,” kata Kompol Guntur menegaskan.
Terkait adanya surat perihal perdamaian antara terduga korban dan terlapor pelaku kekerasan seksual, polisi menyatakan tidak dapat memproses. Pasanya, pengirim surat yaitu Romunus Romi tidak memenuhi panggilan penyidik.
Sementara itu, lambatnya proses penyidikan kasus disebabkan tidak hadirnya korban saat dipanggil. Hal ini diduga bagian dari skenario untuk menghambat proses penegakan hukum.
Advertisement
Sanksi tegas
Dalam kasus ini, LBH Palangka Raya juga mengkritisi sikap Universitas Palangka Raya. Karena hingga kini tidak ada yang tahu apakah VAG telah diberi sangsi atau belum berkaitan dengan kasus tersebut.
“Kita juga tidak mengetahui tindakan tegas dari Universitas Palangka Raya terhadap kasus ini,” tegas Aryo.
Ia menjelaskan, sebagaimana amanat Permendikbudristek 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penangganan Kekerasaan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, UPR mempunyai tanggung jawab besar atas terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkunganya.
“Tanggung jawab universitas ialah memberikan perlidungan dan pemulihan bagi korban dan menindak tegas pelaku. Tindak adanya informasi lanjutan dari kasus ini menjadi keyakinan kami bahwa kasus ini sengaja ditutup-tutupi oleh pihak Universitas Palangka Raya,” tutur Aryo.
Sementara itu, Rektor Universitas Palangka Raya Prof. Dr. Ir. Salampak, M.S belum berhasil dikonfirmasi. Pesan WhatsApp yang beberapa waktu sebelumnya disampaikan juga belum dibalas.