Warga Dipungut Hingga Ratusan Juta, Pembangunan Balai Padukuhan di Gunung Kidul jadi Polemik

Rencana pengurus rukun warga (RW) akan membangun Joglo di Balai Padukuhan menuai polemik. Pasalnya, warga diwajibkan membayar iuran hingga jutaan rupiah selama 2 tahun. Meski sudah disepakati, namun banyak warga yang keberatan terhadap program tersebut.

oleh Hendro diperbarui 08 Mar 2023, 02:00 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2023, 02:00 WIB
Balai Padukuhan Tahunan Karangduwet yang akan dibangun Joglo
Rencana pengurus RW akan membangun bangunan joglo di Balai Padukuhan menuai polemik. Pasalnya, warga diwajibkan membayar iuran hingga jutaan rupiah selama 2 tahun. Kendati sudah disepakati, namun banyak warga yang keberatan akan program tersebut.

Liputan6.com, Gunung Kidul Rencana pembangunan Joglo Padukuhan di Tahunan, Karangduwet, Paliyan, Gunung Kidul menuai polemik di kalangan warga. Pasalnya, para warga telah dipungut iuran yang nilainya mencapai jutaan rupiah dalam tempo 2 tahun.

Hal ini disampaikan salah satu warga Tahunan, Gun (54). Gun merasa bahwa pembangunan Joglo Padukuhan tersebut adalah program yang memberatkan warga. Di mana, warga diharuskan ikut berpartisipasi dengan iuran secara rutin.

Gun menyampaikan bahwa, memang sosialisasi sudah dilakukan sejak tahun 2022 lalu. Namun hingga kini, masih Sebagian besar warga merasa keberatan akan adanya program tersebut.

“Ya berat mas, apalagi seperti saya ini. Seorang janda pensiunan PNS diwajibkan membayar Rp625 ribu dikalikan 2 tahun, atau total Rp 1,25 jt. Padahal saya juga banyak tanggungan,” kata Gun, Rabu (7/3/23).

Selama ini, menurut Gun, Balai Padukuhan yang ada masih terbilang layak pakai, tetapi hanya perlu perbaikan-perbaikan pada bagian atap bangunan. Karena ketika hujan turun, ada sebagian genting yang bocor.

Selain itu, Balai Padukuhan juga jarang sekali digunakan. Bahkan, rapat rutin RW dilakukan di rumah Ketua RW. Selain itu, Karang Taruna jarang sekali menggunakan balai tersebut.

Gun berpandangan bahwa program tersebut dilakukan secara tergesa-gesa. Meski diberikan jangka waktu selama dua tahun, namun hal ini membebani warga, terlebih lagi pengeluaran bulanan mereka akan bertambah.

“Tentunya berat jika ini dilaksanakan, karena tidak semua warga mempunyai pendapatan lebih dan disumbangkan ke sosial lingkungan,” tuturnya.

Hal senada juga disampaikan Ari Wibowo (40), warga RT 07. Melalui pesan singkat kepada Liputan6, Ari juga merasa berat dengan akan dilaksanakannya program tersebut.

“Saya kan Cuma security, gaji saya ndak sampai Rp2 juta. Ditambah anak saya sudah masuk sekolah setingkat SMA. Jadi pengeluaran bulanan saya dalam satu bulan terbilang cukup, kalau harus dibebani dengan program ini, kan jadi berat,” jelasnya.

Lebih lanjut Ari menuturkan, bahwa dirinya akan dipungut biaya sebesar Rp426 ribu hingga akhir tahun 2023. Namun, pada tahun 2024 yang akan datang, dia juga harus menyetorkan nominal yang sama kepada panitia pembangunan.

“Tahun ini boleh dicicil dengan total nominal Rp426 ribu. Dan ini kan sudah bulan Maret, artinya tingga 10 bulan lagi. Tentunya meski dicicil masih terbilang besar dengan angka segitu,” imbuh Ari.

Ari menduga bahwa pembangunan joglo meski telah disepakai oleh perwakilan warga, namun tak menampik kemungkinan adanya penolakan dari sebagian warga terhadap keputusan itu. Sebab, yang disampaikan dapat rapat hanya mewakili diri  sendiri secara pribadi.

“Ada yang usul minta perpanjangan waktu hingga 2 bulan untuk rapat dengan lingkungan RT, namun kata RW tidak usah karena akan memakan waktu lagi,” terangnya.

Ari menyampaikan bahwa dalam edaran jumlah tanggungan yang harus disetorkan sebanyak RT 01 sebesar Rp16.769.962, RT 02 Rp17.466.000, RT03 Rp10.437.000, Rt 04 Rp18.744.000, RT 05 Rp11.289.000, RT 06 Rp14.697.000, RT 07 Rp17.253.000, RT 08 Rp19.809.000, RT 09 Rp16.401.000, dan RT 10 Rp9.159.000.

“Jadi total untuk tahun 2023 ini adalah Rp152.508.000, dan untuk tahun 2024 adalah jumlah yang sama atau Rp305.016.000,” terang Ari.

Sementara itu, terkait setoran warga kepada panitia pembangunan pada tahun 2023 ini terbagi menjadi 4 golongan. Diantaranya, untuk pengusaha sebesar Rp852 ribu, PNS Rp639 ribu, umum Rp426 ribu, dan janda sebesar Rp214.000.

"Kriteria pungutan ini dibagi-bagi. Terlebih, janda yang bukan PNS atau tidak punya saudara siapa-siapa yang hidup dengan bantuan pemerintah juga dipungut. Ini sudah tidak wajar,” tegasnya.

Sementara itu dalam rapat warga, Ketua RW Sugimin yang merangkap sebagai PNS di Dinas Kehutanan menyampaikan bahwa pembangunan joglo tersebut dirasakan sudah mendesak. Sebab, nantinya akan disewakan untuk hajatan bagi masyarakat umum.

“Jadi ke depannya akan disewakan dan bisa menambah pendapatan kas Padukuhan. Terlebih, lahan di wilayah Tahunan saat ini sudah semakin menyempit,” kata Sugimin.

Sugimin berdalih, bahwa dalam pembangunan joglo tersebut tidak akan membongkar bangunan balai yang sudah ada. Tetapi, akan menambah pada bagian depan dengan menyesuaikan luas area balai.

Selain itu, bangunan joglo tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap keistimewaan Yogyakarta yang tertuang dalam Undang-undang Keistimewaan (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950). Salah satunya adalah dengan bangunan yang berbentuk joglo.

Terkait dengan bentuk bangunannya, Sugimin menuturkan nantinya 80% bangunan berbahan dasar kayu. Selebihnya akan dibangun fondasi dan lain sebagainya.

“Ya, bangunan joglo yang klasik, kalau ukurannya masih melihat luas areanya. Dan warga diminta berpartisipasi dalam hal pengumpulan uangnnya,” kata Sugimin.

Lebih lanjut Sugimin berdalih bahwa, program ini sudah menjadi kesepakatan dari warga Tahunan. Terlebih, bangunan Joglo yang akan dibangun akan digunakan juga oleh pihak kapanewon yang setiap tahunnya menggunakan lapangan untuk upacara.

“Kita harus memiliki ikon bahwa Padukuhan Tahunan menjadi lebih baik dengan membangun (bangunan) Joglo,” tutur Sugimin.

Meski masih menuai polemik dari warga Tahunan, program tersebut melalui pengurus RT terus disosialisasikan agar warga segera memenuhi kewajiban bayar kepada panitia pembangunan. Bahkan, telah disiapkan panitia penagihan untuk warga yang menunggak atau tidak membayar iuran pembangunan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya