Tradisi Unik Penjemputan Khalifah Menuju Masjid Saat Idul Fitri di Gorontalo

Adat tersebut bernama hantalo lo ulipu atau melakukan penjemputan khalifah. Adat tersebut mengiringi perjalanan para khalifah ini menuju masjid dengan iringan bunyi gendang.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 25 Apr 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2023, 00:00 WIB
Adat Gorontalo
Adat Penjemputan Khalifah Menuju Masjid saat Idul Fitri di Gorontalo. dok. humas

Liputan6.com, Gorontalo - Ada yang menarik saat perayaan hari raya Idul Fitri di Provinsi Gorontalo, yakni tradisi penjemputan kepala daerah, iman dan khatib secara adat menuju masjid.

Adat tersebut bernama hantalo lo ulipu atau melakukan penjemputan khalifah. Adat tersebut mengiringi perjalanan para khalifah ini menuju masjid dengan iringan bunyi gendang.

Sembari melangkah, seluruh rombongan melantunkan takbir hingga sampai di masjid. Abdullah Paneo, Ketua Lembaga Adat Gorontalo menjelaskan Gorontalo sebagai salah daerah adat di Indonesia hingga kini masih mempertahankan warisan tradisi leluhur.

“Penyambutan genderang ini merupakan bagian dari prosesi adat tradisi dalam salat Idul Fitri,” kata Abdullah Paneo.

Abdullah Paneo menambahkan, prosesi dimulai sejak di Yiladia lo ulipu atau rumah dinas pimpinan daerah. Kepala daerah dalam posisi adat dinamakan tauwa lo lipu atau pemimpin negeri.

Sehingga, keberadaan tauwa ini dianggap sebagai khalifah atau sultan. Para perangkat adat akan memperlakukan dengan cara-cara yang sudah ditentukan oleh aturan adat Gorontalo, sejak dulu hingga sekarang.

Penjemputan kepala daerah ini dilakukan oleh sejumlah perangkat adat menuju masjid. Pakaian para pengiring pun terlihat mencolok sesuai dengan jabatannya di lembaga adat.

Tua Kadhi menggunakan jubah hitam dan sorban kemasan yang melilit ikat kepalanya. Saradaa mengenakan baju putih lengan panjang celana hitam dan mengenakan rompi hitam serta topi berbentuk tabung warna merah yang bagian atasnya terdapat kucir.

Baate yang mengenakan baju khas dengan payungo atau penutup kepala lelaki Gorontalo di kepalanya. Sementara mayulu atau mayor berbaju adat hitam-hitam terlihat berwibawa. Langkah-langkah mereka menjadi atraksi tersendiri pada salat Idulfitri ini, inilah tradisi Gorontalo yang masih lestari.

Yunus Tumu yang mulai renta ini tetap memukul sambil mengarahkan langkah rombongan tauwa lo lipu memasuki halaman dan menuju ruang dalam masjid. Saat rombongan masuk masjid, Yunus Tumu Cuma sampai di pintu utama. Ia letakkan hantalo di depannya, sarung yang melingkari pinggangnya dilepas lalu digelar sebagai alas shalatnya. Tugasnya sudah selesai.

Namun tidak dengan perangkat adat yang lain, imamu, para baate, mayulu, kadhi, syaradaa terus menuju depan mihrab masjid yang megah.

Baate memiliki tugas mengatur tempat duduk rombongan tauwa lo lipu, posisi pejabat harus benar sesuai dengan strukturnya.

Simak juga video pilihan berikut:

Meneruskan Puasa

“Mayulu atau dalam bahasa saat ini adalah mayor, bertugas sebagai kepala keamanan. Ia mengenakan baju serba hitam, mengenakan payungo. Ia berugas menerima tamu-tamu negeri yang ikut salat Idul Fitri di sini,” kata KH Rasyid Kamaru Tuan Kadhi Masjid Baiturrahim.

KH Rasyid Kamaru adalah seorang hakim yang bertugas membuat keputusan berdasarkan syariat agama Islam. Kadhi harus menguasai dan memahami Alquran dan sunnah Rasulullah.

Saat semua sudah siap, syaradaa momaklumu atau mengumumkan shalat Idul Fitri siap dilaksanakan. Tata cara pelaksanaan salat juga disampaikan hingga selesai. Prosesi ini dilakukan oleh Hamzah Igirisa (75) sebagai syaradaa dengan menggunakan Bahasa Gorontalo melalui pelantang, sehingga jemaah yang berada di luas masjid akan mendengarkan.

“Syaradaa itu wakil imam, fungsinya membantu tugas-tugas imam,” ujar KH Rasyid Kamaru.

Hamzah Igirisa menjadi syarada sejak tahun 1987, pria ini mengerjakan tugasnya berdasarkan penunjukan oleh Bagian Kesejahteraan rakyat (Kesra) Pemerintah kota Gorontalo.

Yang menarik adalah, syaradaa ini mengenakan jubah Panjang berwarna putih dengan rompi hitam. Sebuah topi menyerupai tabung berwarna merah ia kenakan, di bagian atas tengah terdapat kucir panjang yang menjuntai.

Saat semua sudah siap, shalat segerta dimulai. Salat dipimpin oleh imam Warna Polalo dan khutbah disampaikan oleh Ibrahim T Sore.

Dalam khutbahnya, Ibrahim T Sore mengajak jamaah untuk meneruskan puasa di bulan Syawal agar memperoleh pahala sepanjang tahun.

“Nilai-nilai dalam Ramadan harus tetap dipertahankan, suasana religius diteruskan di rumah dan lingkungan tempat tinggal meskipun Ramadan telah berakhir," ujar Ibrahim T Sore.

Ia juga meminta masyarakat untuk terus mampu mengendalikan diri seperti saat berpuasa, pengendalian diri ini dianggap sebagai kunci keberhasilan dalam penataan kehidupan sosial kemasyarakatan.

“Jaga selalu ukhuwah insaniyah atau persaudaraan dalam kemanusiaan, ukhuwah wathaniyah persaudaraan dalam kebangsaan, ukhuwah Islamiyah persaudaraan dalam keislaman,” ia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya