Liputan6.com, Takalar - Satu persatu perusahaan penambang pasir dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Perairan Galesong Utara, Kabupaten Takalar mengembalikan kerugian negara.
Kali ini, giliran perusahaan penambang pasir PT. Banteng Laut Indonesia yang mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp482.340.000.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) Soetarmi membenarkan hal tersebut. Kata dia, pengembalian uang kerugian negara untuk kedua kalinya dilakukan oleh PT. Banteng Laut Indonesia langsung melalui inisial AN yang bertindak selaku Direktur PT. Banteng Laut Indonesia, Rabu 10 Mei 2023.
Advertisement
"Penyidik bidang Pidana Khusus Kejati Sulsel telah berhasil menyita dan menyelamatkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp482.340.000 dari inisial AN sebagai Direktur PT. Banteng Laut Indonesia atas dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar TA. 2020," terang Soetarmi, Kamis (11/5/2023).
Dana kerugian negara yang dikembalikan oleh perusahaan penambang pasir tersebut, akan dijadikan sebagai barang bukti dalam kasus yang sementara berjalan ini. Di mana total kerugian negara yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan pasir laut untuk kepentingan kegiatan reklamasi proyek Makassar New Port tersebut sebesar Rp7.061.343.713 sebagaimana hasil audit dari Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Dengan demikian, Penyidik Pidsus Kejati Sulsel telah berhasil menyelamatkan 100 persen kerugian negara/ daerah yang ditimbulkan dalam kegiatan menyimpang penetapan harga jual pasir laut pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar TA. 2020.
Di mana sebelumnya Penyidik Pidsus Kejati Sulsel telah menyita uang sebesar Rp4.579.003.750 dari PT. Alefu Karya Makmur pada 6 Desember 2022 dan kemudian pada 30 Januari 2023 kembali menyita uang sebesar Rp2.000.000.000 dari PT.Banteng Laut Indonesia serta pada hari ini 10 Mei 2023 kembali menyita uang sebesar Rp482.340.000 dari PT. Banteng Laut Indonesia.
"Penyidik Pidsus Kejati Sulsel telah bekerja maksimal sehingga berhasil menyita uang kerugian negara sebesar 100 persen," Soetarmi menandaskan.
Peluang Tersangka Baru Masih Terbuka Lebar
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) sebelumnya berjanji akan terus mendalami penyidikan guna mengejar adanya peluang tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020 yang sebelumnya telah menjerat tiga orang tersangka.
Dimana dari total tiga orang tersangka tersebut, seorang diantaranya tengah berproses di persidangan.
"Kita masih bekerja dan akan terus bekerja dalam mengungkap semuanya di kasus ini," ucap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi dalam konferensi pers penetapan tersangka baru kasus korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020 yang digelar di Kantor Kejati Sulsel, Senin 8 Mei 2023.
Mengenai perbuatan hukum salah satu pihak perusahaan dalam kasus tersebut yang kabarnya telah mengembalikan uang kerugian negara, apakah akan menjadi pertimbangan ke depannya mengarah pada status yang sama dengan status tiga orang tersangka yang sudah ada?, Yudi mengatakan, hal itu tidak menutup kemungkinan bisa saja terjadi.
Namun yang perlu dipahami, kata dia, dalam menangani sebuah perkara, tentunya perlu kehati-hatian dan benar-benar menemukan alat bukti yang cukup untuk mengarah ke sana.
"Kan sejak awal saya katakan bahwa penyidikan ini masih berjalan. Saya dan kita semua kan paham betul masa sih ada pihak yang diuntungkan kok tidak tersentuh, tunggu saja ini kan masih berjalan," tutur Yudi.
Ia mengungkapkan, sejak penyidikan kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020 berjalan, pihaknya sudah mengetahui gambaran siapa intelektual dader dalam kasus tersebut.
"Dan hasilnya kita dalami satu-satu maka ditemukanlah dua orang tersangka kemarin dan sebelumnya ada satu orang tersangka dan tengah berproses di persidangan. Silahkan teman-teman media kawal jalannya persidangan menjalankan fungsi kontrolnya," terang Yudi.
Ia berjanji akan terus menindaklanjuti setiap fakta hukum yang ditemukan dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020 tersebut.
"Sehingga tidak menutup kemungkinan bisa saja ke depannya akan ada pihak-pihak yang akan terjerat selanjutnya. Tim masih bekerja dan terus bekerja dalam kasus ini," jelas Yudi.
Advertisement
Motif Masih Jadi Misteri
Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) meminta Tim Penyidik Pidsus Kejati Sulsel mengungkap motif di balik para tersangka berani memberikan nilai penjualan pasir laut yang ada di perairan Galesong Utara, Kabupaten Takalar kepada perusahaan rekanan kegiatan reklamasi proyek Makassar New Port di bawah nilai yang diatur baik dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor: 1417/VI/TAHUN 2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 09.a tahun 2017 tanggal 16 Mei 2017 tentang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, serta dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Di mana pada peraturan-peraturan tersebut di atas, disebutkan bahwa nilai pasar/ harga dasar laut ditetapkan sebesar Rp10.000 /M3.
"Ketiga tersangka kan menetapkan nila jual pasir laut Rp7.500 ke perusahaan reklamasi proyek Makassar New Port dan itu dinilai tak sesuai dengan regulasi yang ada. Di mana dalam regulasi, patokan nilai jual pasir laut sebesar Rp10.000. Kok berani yah menjual di bawah nilai yang ditetapkan dalam aturan, ini motifnya apa dan sampai detik ini belum diungkap ke publik," terang Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun via telepon.
"Seorang eks Kadis dan Kabid yang sudah dijadikan tersangka kok berani melabrak aturan, apa iya tak ada intervensi dari pihak di atasnya yang tentunya lebih memiliki kekuatan kekuasaan sehingga keduanya berani tidak menjalankan aturan yang sudah ada. Saya kira Penyidik harus mendalami itu," Kadir menambahkan.
Ia berharap Penyidik tidak lupa mendalami tupoksi atau kewenangan masing-masing pihak yang ikut andil dalam pelaksanaan kegiatan yang merugikan keuangan negara tersebut. Diantaranya mendalami peran Sekretaris Daerah (Setda) Kabupaten Takalar periode itu misalnya.
Setda, kata Kadir, memiliki kewenangan diantaranya dalam pengoordinasian pelaksanaan tugas perangkat daerah serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah.
"Nah keterkaitan dengan kasus ini, ada produk hukum yakni Perbup Takalar yang mengatur patokan nilai jual pasir laut sebesar Rp10.000 tapi oleh OPD terkait di bawahnya melanggar ketentuan produk hukum tersebut. Artinya, patut dipertanyakan kewenangan Setda ini, apakah dijalankan atau tidak. Di situ kan ada kewenangan memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pemda," cetus Kadir.
"Kami meyakini kewenangan ini diduga tidak dijalankan dengan baik karena kenyataannya terjadi pelanggaran atas produk Perbup Takalar oleh OPD terkait dalam hal ini OPD yang saat itu dinaungi oleh tiga tersangka yang ada. Penyidik kan tinggal mendalami saja unsur perbuatan melawan hukumnya, apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam menjalankan wewenang tersebut sehingga dinilai ikut andil dalam menyebabkan timbulnya kerugian negara," ungkap Kadir.
2 Eks Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Takalar Ikut Andil
Tim Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020.
Selain inisial GM yang merupakan mantan Kadis BPKD Takalar yang saat ini tengah berproses di persidangan, dua orang eks Kepala Bidang Pajak dan Retribusi Daerah pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Kedua eks Kabid Pajak dan Retribusi yang menjadi tersangka berikutnya yakni inisial JM dan HB," ucap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Kejati Sulsel, Senin 8 Mei 2023.
Penetapan JM dan HB sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar tersebut, berdasarkan dua alat bukti sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, keduanya langsung digiring ke sel Lapas Klas 1 Makassar. Mereka ditahan selama 20 hari ke depan tepatnya terhitung sejak 8 hingga 27 Mei 2023 di sel Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 Makassar.
"Keduanya ditahan guna kepentingan penyidikan berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana," terang Yudi.
Peran Tersangka
Dua eks Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar yakni inisial JM dan HB disebut turut serta atau bersama-sama dengan inisial GM yang terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020.
Di mana sekitar Februari 2020 hingga Oktober 2020 tepatnya di daerah perairan Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar telah dilaksanakan kegiatan penambangan mineral bukan logam dan batuan berupa pengerukan pasir laut yang dilakukan oleh PT. Boskalis Internasional Indonesia dalam wilayah konsesi milik PT. Alefu Karya Makmur dan PT. Banteng Laut Indonesia.
Hasil dari penambangan pasir laut tersebut, kemudian digunakan dalam kegiatan reklamasi pantai di Kota Makassar tepatnya pada proyek pembangunan Makassar New Port Phase 1B dan 1C.
Dalam aktivitas penambangan pasir laut oleh pemilik konsesi yakni PT. Alefu Karya Makmur dan PT. Banteng Laut Indonesia, diberikan nilai pasar/ harga dasar pasir laut oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar yang saat itu dijabat oleh tersangka inisial GM sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan oleh Kepala BPKD Kabupaten Takalar menggunakan nilai pasar/ harga dasar pasir laut sebesar Rp7.500,-/M3.
Nilai yang diberikan oleh inisial GM tersebut, bertentangan atau tidak sesuai dengan nilai pasar/ harga dasar pasir laut sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor: 1417/VI/TAHUN 2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 09.a tahun 2017 tanggal 16 Mei 2017 tetang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, serta dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Pada peraturan-peraturan tersebut di atas, disebutkan bahwa nilai pasar/ harga dasar laut ditetapkan sebesar Rp10.000 /M3.
"Penurunan nilai pasar pasir laut dalam SKPD yang diterbitkan oleh terdakwa GM tidak terlepas dari peran dan kerja sama yang dilakukan oleh Mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar tahun 2020 yakni tersangka JM pada PT. Alefu Karya Makmur dan tersangka HB pada PT. Banteng Laut Indonesia," jelas Yudi.
Atas penyimpangan yang terjadi pada penetapan nilai pasar/ harga dasar pasir laut tersebut, mengakibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar mengalami kerugian sebesar Rp7.061.343.713 sebagaimana hasil audit Inspektorat Sulsel tepatnya audit bernomor: 700.04/751/B.V/ITPROV tanggal 3 Februari 2023.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka baru yakni inisial JM dan HB disangkakan melanggar Pasal Primair berupa Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP dan Pasal Subsidair yakni Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Advertisement