Liputan6.com, Makassar - Tim Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel belum juga menentukan tersangka dalam kasus dugaan mark-up paket bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat Kota Makassar yang terkena dampak pandemi Covid-19 Tahun 2020.
Meski diketahui kasus yang sempat menghebohkan Kota Makassar tersebut, proses penyelidikannya bergulir sejak Mei 2020 dan naik status ke tahap penyidikan pada Desember 2020.
Baca Juga
Kepala Subdit 3 Tindak Pidana Korupsi Dit Reskrimsus Polda Sulsel, Kompol Hendrawan mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang beralamat di Jakarta Pusat.
Advertisement
"Sampai detik ini audit belum turun," singkat Hendrawan dikonfirmasi via telepon, Selasa (4/7/2023).
Terpisah, Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun mengakui tidak yakin jika hasil audit perhitungan kerugian negara oleh BPK RI sekaitan dengan penyidikan kasus tersebut, hingga saat ini belum turun.
Mengingat, kata dia, waktu yang telah dihabiskan oleh BPK RI dalam memproses penghitungan kerugian negara (audit) terkait kasus dugaan mark-up paket bansos Covid-19 Kota Makassar tersebut, terbilang cukup lama jika dihitung sejak permintaan audit dimohonkan resmi oleh Tim Penyidik Unit Tipikor Polda Sulsel tepatnya pada awal-awal bulan di Tahun 2021.
"Kalau menelaah dari lamanya waktu yang dihabiskan, wajar jika masyarakat curiga, kok hasil auditnya belum turun sampai sekarang. Padahal waktu yang dihabiskan lumayan sangat lama hingga nyaris 2 tahun lebih," ungkap Kadir dimintai tanggapannya via telepon, Selasa (4/7/2023).
Ia mengungkapkan, kemungkinan ada banyak kendala yang dihadapi oleh tim auditor BPK RI yang ditugaskan melakukan audit investigatif untuk menghitung kerugian negara yang ditimbulkan sekaitan dengan kasus tersebut, diantaranya kemungkinan tidak diberi akses ful untuk memperoleh semua informasi, dokumen, catatan keuangan, kontrak dan materi terkait lainnya yang relevan dengan kasus yang dimaksud.
Hal ini, kata Kadir, tentunya melibatkan kerjasama dari pihak Penyidik Tipikor Polda Sulsel dalam menyediakan semua informasi yang diminta tersebut.
"Apakah Penyidik Tipikor Polda Sulsel ini telah memberikan semuanya akses tersebut ke auditor BPK?. Itulah sehingga kita butuh ada transparansi dalam penanganan kasus ini, apa sih sebenarnya yang menjadi kendala sehingga kasus ini kok belum juga tuntas-tuntas," ujar Kadir.
Menurutnya, hal itu bisa saja menjadi kendala, mengingat jarak antara Markas Polda Sulsel dan Kantor BPK RI yang berada di Jakarta Pusat lumayan membutuhkan waktu dan anggaran yang tidak sedikit.
"Sementara untuk mau serius butuh koordinasi intens yang lebih. Tapi itu tadi pertimbangan jarak dan anggaran untuk menjalin koordinasi intens itu yang akan menjadi kendala. Makanya sejak awal kami heran, kok Penyidik Polda Sulsel tidak berkoordinasi dengan BPK Perwakilan Sulsel atau BPKP Sulsel yang cukup dekat dibanding memilih harus ke BPK RI," ungkap Kadir.
"Kami menduga sejak awal kasus ini sengaja diatur untuk berlama-lama ditangani. Yah salah satunya dengan memilih berkoordinasi ke BPK RI yang jauh di Jakarta untuk menghitung PKN-nya," Kadir menambahkan.
Apa Kendala yang Dihadapi BPK?
.
Ia berharap BPK RI juga segera merilis apa sebenarnya yang menjadi kendala sehingga hasil audit perhitungan kerugian negara sekaitan kasus dugaan mark-up paket bansos Covid-19 Kota Makassar yang dimintakan resmi oleh Penyidik Tipikor Polda Sulsel untuk dihitung kerugian negaranya hingga saat ini belum kelar, meski diketahui permintaan resmi audit tersebut dilakukan pada awal-awal Tahun 2021 ke BPK RI.
"Ini penting agar masyarakat bisa percaya dengan kerja-kerja BPK RI. Kami juga tak ingin seakan BPK menjadi kambing hitam penyebab kasus ini tidak kelar-kelar sampai ke persidangan. Itu kan selalu jadi alasan yang dilontarkan penyidik Polda Sulsel sehingga mereka juga terkendala belum menentukan tersangka, karena itu tadi, hasil audit dari BPK RI belum mereka terima sampai detik ini," tutur Kadir.
Ia berharap mendekat ini ada penjelasan dari pihak BPK RI mengenai betul tidaknya alasan yang selalu diucapkan Penyidik Tipikor Polda Sulsel sehingga menjadi kendala belum menetapkan tersangka dalam kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat Kota Makassar itu.
"Itu tadi alasannya, selalu beralasan kalau audit PKN dari BPK RI hingga saat ini belum turun atau mereka belum terima sehingga berimbas diulurnya penetapan tersangka dalam kasus ini," ujar Kadir.
"Kalau memang betul demikian, kita desak BPK RI untuk segera menuntaskan mengingat anggaran negara yang digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan audit tentunya juga tidak sedikit sehingga butuh sikap profesional dan proporsional dalam memanfaatkan waktu yang diberikan untuk menuntaskan audit segera," Kadir melanjutkan.
Diketahui sejak penyelidikan kasus dugaan mark-up paket bansos untuk masyarakat Kota Makassar yang terdampak pandemi Covid-19 di Tahun 2020 itu bergulir hingga kemudian statusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan tepatnya pada Desember 2020, Tim Penyidik Tipikor Polda Sulsel telah memeriksa 70 lebih saksi diantaranya saksi ahli dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI, mantan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Makassar, Mukhtar Tahir, kalangan masyarakat penerima hingga panitia penyalur paket bansos tersebut.
Dalam proses penyidikan, Tim Penyidik Tipikor Polda Sulsel menemukan adanya bantuan sembako yang ditinggikan harganya. Selain itu, penyidik juga turut menemukan adanya makanan dari pabrik yang oleh saksi ahli Kemensos diduga ilegal yang kemudian dijadikan bantuan sembako kepada masyarakat Kota Makassar yang terdampak Covid-19 pada waktu itu.
Tak sampai di situ, dari hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh Tim Penyidik juga ditemukan adanya dugaan monopoli penyuplai bantuan sembako kepada warga Makassar yang terdampak pandemi Covid-19 saat itu. (Eka Hakim)
Advertisement