Demokrat Tolak Pengesahan RUU Kesehatan, 'Mandatory Spending' dan Liberalisasi Tenaga Medis Jadi Poin Keberatan

Demokrat berpandangan, anggaran pendidikan saja bisa memiliki 'mandatory spending' sebanyak 20%.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 13 Jul 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2023, 09:00 WIB
DPR Sahkan RUU Kesehatan Jadi UU
Puan menyatakan, berdasarkan laporan Komisi IX terdapat enam fraksi, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai GErindra, Fraksi PKB, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP yang menyatakan menyetujui. Sementara PKS dan Demokrat menolak. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan telah disahkan DPR bersama pemerintah menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (11/7/2023). Ada dua poin utama keberatan yang disampaikan oleh Partai Demokrat, yaitu terkait mandatory spending alokasi anggaran bidang kesehatan dan liberalisasi dokter dan tenaga medis.

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Edhie Baskoro Yudhoyono mengatakan, negara tetap hadir memiliki mandatory spending, yaitu kewajiban negara dan pemerintah sebetulnya untuk mengalokasikan sejumlah anggaran untuk sektor kesehatan.

“Bukankah kita peduli dan ingin mendukung kemajuan bidang kesehatan? Bukankah kita ingin kesehatan di negeri kita semakin baik, maju, dan berkelas?” kata Ibas dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu (12/7/2023).

Ibas menyampaikan, Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebetulnya telah mengalokasikan mandatory spending kesehatan sebesar 5%.

“Demokrat berpandangan, anggaran pendidikan saja bisa memiliki mandatory spending sebanyak 20% ya karena kita tau, angka dari kemajuan sumber daya manusia kita itu salah satunya, ya pendidikan. Maka kalau kita bicara usulan Demokrat, minimal tetap dipertahankan 5% itu sesungguhnya menunjukkan keberpihakan negara kepada kesehatan manusia dan masyarakat Indonesia,” kata dia.

Wakil Ketua Banggar ini juga menyampaikan, masyarakat Indonesia sebagai salah satu pilar utama dalam Human Development Index, yang mana kalau dipelajari lebih lanjut dan didalami, sebetulnya segaris dengan SDGs (Sustainable Development Goals) yang dulu, Pemerintahan SBY, juga ikut menjadi bagian dalam menyusunnya.

“Jadi clear di situ bahwa Fraksi Partai Demokrat menginginkan mandatory spending 5% untuk bidang kesehatan kita tetap berjalan bahkan kalau perlu ditingkatkan,” ujar Ibas.

Diketahui, Rapat Paripurna DPR telah mengesahkan UU Kesehatan. Pengesahan Omnibus Law UU Kesehatan dilakukan dalam Rapat Paripurna (Rapur) Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Rapat Paripurna dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani.

Rapat Paripurna pun dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dan Rachmat Gobel. Dalam rapat tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan sejumlah menteri juga turut hadir.

Liberalisasi Tenaga Medis

Ikatan Dokter Indonesia dan Organisasi Profesi pada Selasa Pagi 11 Juli 2023 Kembali Menggelar Demo di Depan Gedung DPR RI Jelang Disahkannya RUU Kesehatan Hari Ini (Ade Nasihudin Al Ansori/Liputan6.com)
Ikatan Dokter Indonesia dan Organisasi Profesi pada Selasa Pagi 11 Juli 2023 Kembali Menggelar Demo di Depan Gedung DPR RI Jelang Disahkannya RUU Kesehatan Hari Ini (Ade Nasihudin Al Ansori/Liputan6.com)

Selain itu, materi terkait liberalisasi dokter dan tenaga medis asing untuk menjalankan praktik di Indonesia juga menjadi sorotan. Fraksi Partai Demokrat tentu mendukung modernisasi hospital atau rumah sakit dan peningkatan kompetensi dokter dan tenaga medis.

Ibas bersama Partai Demokrat menginginkan adanya kemajuan tidak hanya infrastruktur kesehatan saja, tetapi juga sumber daya, para dokter, para perawat, dan para tenaga lainnya.

“Sama seperti kalau kita lihat, pergi ke rumah sakit RSPAD katakanlah, seperti itu juga, semakin hari semakin modern, semakin maju,” ucapnya.

Akan tetapi, liberalisasi dokter dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan menurut Ibas Fraksi Partai Demokrat tidak tepat dan tidak adil. Hal ini sama seperti saat protes dan marah rakyat ketika tenaga kerja asing terlalu melebihi kewajaran dalam satu bidang usaha skala tertentu.

“Dan ini menurut kami tidak tepat dan tidak adil. Ingat, dokter di Indonesia juga kalau mau berpraktik di luar negeri ada aturan-aturannya. Saya pikir tidak semudah dibayangkan pergi ke Singapura, Australia, Amerika, Tokyo, Eropa, dan seterusnya. Ada aturan-aturan yang saya pikir ketat yang tidak semudah dibayangkan bagi dokter dan tenaga medis kita untuk bekerja di luar negeri,” tuturnya.

“Tentu kalimat ini bukan justru kita menghambat modernisasi dari aspek aturan bagi hospital atau rumah sakit dan tenaga medisnya, tetapi seluruh aturan yang adil bagi dokter-dokter Indonesia sebagaimana yang juga berlaku di negara-negara lain,” sambungnya.

Berharap Rumah Sakit di RI Jadi 'World Class'

Dua hal itulah yang menjadi fokus utama Fraksi Partai Demokrat. Secara personal, Ibas juga menyampaikan bahwa dirinya sangat senang dan berterima kasih kepada para tenaga medis dan fasilitas kesehatan di Indonesia.

“Saya secara personal EBY, Mas Ibas juga sangat senang berterima kasih dengan segala fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia. Baik saya, mungkin keluarga besar saya, kita yakin bahwa pada saatnya rumah sakit dan kesehatan kita, semakin hari semakin maju menjadi semacam world class hospital, itu mimpi kita,” kata Ibas.

“Dan kita juga mengucapkan terima kasih kepada mereka para tenaga (medis) dan dokter yang telah menjalankan tugas fungsinya dengan sangat baik, termasuk memberikan masukan, saran, perbaikan, yang tidak sedikit mau juga dilakukan perbaikan, pembenahan, dan kritik,” tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya