BKSDA Sebut Top Predator Satwa Liar di Sulawesi Utara Adalah Manusia

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut menyatakan top predator satwa liar di Sulawesi Utara adalah manusia.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 20 Jul 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2023, 09:00 WIB
Kepala BKSDA Sulut Askhari Dg Masikki saat menjelaskan terkait upaya pelestarian satwa langka di Anoa Breeding Center (ABC) Manado, Senin (17/7/2023). (Foto: Yoseph Ikanubun/Liputan6.com)
Kepala BKSDA Sulut Askhari Dg Masikki saat menjelaskan terkait upaya pelestarian satwa langka di Anoa Breeding Center (ABC) Manado, Senin (17/7/2023). (Foto: Yoseph Ikanubun/Liputan6.com)

Liputan6.com, Manado - Upaya untuk melestarikan tumbuhan, satwa liar dan langka terus dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut. Namun tantangannya justru manusia yang berada di top predator satwa liar dan langka tersebut.

“BKSDA adalah pemangku pengelola kawasan lindung. Ada 13 kawasan, 8 di Sulut dan 5 di Gorontalo,” ujar Kepala BKSDA Sulut Askhari Dg Masikki di Anoa Breeding Center (ABC) Manado, Senin (17/7/2023).

Dia menjelaskan bahwa, tugas pokok BKSDA adalah melakukan pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar. Termasuk mengawasi pelestarian satwa langka jenis anoa yang dilakukan oleh Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Manado melalui ABC Manado.

“Anoa ini masuk dalam 25 jenis satwa yang perlu ditingkatkan populasinya, dan merupakan satwa prioritas,” ujarnya.

Masikki mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh BPSILHK Manado dalam pelestarian anoa dalam beberapa tahun terakhir ini. Tujuan akhir dari pelestarian anoa itu adalah pelepasliaran ke habitat asli mereka.

“Dari 12 kebuntingan anoa di ABC Manado, 5 berhasil lahir hidup. Ada 5 yang lahir mati, dan 2 keguguran. Ini angka yang cukup baik, karena menambah populasi anoa,” ujarnya.

Dia mengatakan, dalam upaya melindungi hewan liar dan menambah jumlah populasi hewan langka itu, tantangan terbesar yang dihadapi adalah susah untuk menekan konsumsi satwa liar.

“Pasokan satwa liar ke Sulut itu dari Kendari, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. bagaimana memutus mata rantai pasokan ini menjadi kerja kami lintas instansi,” ujarnya.

Dia mengatakan, setiap peredaran satwa yang masuk ke Sulut harus ada surat kesehatan. Karena itu pihaknya bekerjasama dengan Balai Karantana kesehatan untuk menekan masuknya hewan liar ini.

“Khusus untuk anoa, jumlah populasinya di dunia sekitar 2.500 ekor. Jumlah ini terus menurun karena karena degradasi lingkungan dan perburuan. Padahal anoa satu-satunya satwa besar endemik Sulawesi,” ujarnya.

Berbicara terkait rantai makanan, dia mengatakan, di Sulut tidak ada top predator seperti di Sumatera ada harimau. Top predator itu malah manusia.

“Di Sulut tidak ada top predator. Secara umum di Sulawesi, top predator itu adalah manusia. Artinya pemangsa tingkat tinggi atas hewan lain adalah manusia,” ujarnya.

Untuk itu pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menekan perburuan serta mengkonsumsi satwa liar dan langka. Termasuk mengamankan satwa liar dan langka yang dipelihara oleh masyarakat.

“Karena pada prinsipnya, satwa itu harus dikembalikan ke habitat aslinya. Yang dilakukan di ABC Manado ini, pada ujungnya akan dilepasliarkan ke habitat asli,” ujar Masikki.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya