Liputan6.com, Pekanbaru - Puluhan nelayan dari Pulau Rupat bersama aktivitas lingkungan di Riau gelar demonstrasi di Kantor Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru. Mereka menyoroti izin penambangan pasir laut di pulau tersebut.
Dalam aksinya, puluhan nelayan meminta Gubernur Riau Syamsuar segara mencabut izin pertambangan pasir laut PT LMUÂ di laut bagian utara di Pulau Rupat.
Advertisement
Baca Juga
Massa aksi juga meminta Syamsuar yang segera berakhir jabatannya sebagai gubernur tidak menerbitkan izin baru penambangan pasir laut dengan alasan apa pun. Termasuk dengan alasan pemanfaatan hasil sedimentasi laut.
Koordinator lapangan aksi, Sri Depi Surya Azizah menjelaskan, saat ini telah lahir Koalisi Solidaritas Jaga Pulau Rupat yang digagas nelayan dan aktivis lingkungan.
Lahirnya koalisi ini sebagai bentuk solidaritas orang muda dan kelompok masyarakat sipil di Riau atas perjuangan nelayan Desa Suka Damai dan Desa Titi Akar di Pulau Rupat.
Nelayan di sana tengah berjuang memastikan hak atas laut dan wilayah tangkap yang baik dan sehat. Nelayan tidak ingin laut tercemar dan rusak karena pertambangan pasir laut.
"Kami bersolidaritas atas perjuangan panjang nelayan Pulau Rupat dan dengan tegas ambil bagian dalam desakan kepada Gubernur Riau agar segera mencabut IUP PT LMU," sebut Depi, Selasa siang, 5 September 2023.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Meruah Riau
Sementara itu, perwakilan YLBHI-LBH Pekanbaru Wilton Amos menyatakan, Pulau Rupat merupakan maruah bagi Riau. Oleh karena itu, aktivitas tambang pasir laut yang berdampak pada lingkungan harus dihentikan.
Dia menjelaskan, aktivitas tambang pasir laut berdampak buruk pada banyak aspek, di antaranya merusak wilayah tangkapan dan hasil tangkapan nelayan dan merusak biota laut.
"Pertambangan bisa menyebabkan berkurangnya wilayah darat Rupat karena memperbesar ruang abrasi dan dampak sosial lainnya," ujar Wilton.
Hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, tambah Wilton, justru menjadi ancaman serius bagi kelestarian Pulau Rupat dan justru telah melanggar HAM. Selain itu, juga berpengaruh pada perubahan iklim yang saat ini tengah ekstrem.
"Padahal KKP sebelum ini juga sempat menyatakan telah menghentikan kegiatan tambang pasir laut di Pulau Rupat karena telah berdampak buruk terhadap lingkungan hidup, maka tidak ada alasan bagi pemangku kebijakan di Riau untuk tidak mencabut izin," jelasnya.
Berikutnya, Muhammad Farhan selalu Ketua KPA EMC2 menerangkan, Pulau Rupat mayoritas penduduknya adalah menangkap ikan. Para nelayan sangat tergantung dengan hasil lautnya tersebut.
Dengan beroperasinya PT LMU, lanjut Farhan, menyebabkan perairan sekitar tercemar sehingga sangat berdampak bagi nelayan. Dia pun mengecam keras tindakan pemerintah yang tidak mengindahkan suara rakyat, terlebih para nelayan.
"Kami pastikan akan ada terus pergerakan dari generasi muda untuk mengawasi tuntutan rakyat Rupat," tegasnya.
Â
Advertisement
Janji Gubernur
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DMPTSP) Riau Helmi menemui demonstran menjelaskan, Gubernur Syamsuar sedang dinas keluar kota.
Helmi menyebut Syamsuar merespon tuntutan massa aksi dengan berjanji untuk segera mencabut izin PTÂ LMU sesuai prosedur dan tidak akan lagi menerbitkan izin tambang pasir laut di sisa masa jabatan. Helmi menyatakan Syamsuar akan mundur dari jabatannya jika tidak berhasil memenuhi janji tersebut.
Atas pernyataan tersebut, perwakilan massa aksi lainnya, Azlaini Agus menyampaikan, seharusnya prosedur pencabutan IUP PT LMU sudah berlangsung sejak April 2022.
Hal itu beriringan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 yang mendelegasikan kembali kewenangan penerbitan dan pencabutan sebagian izin pertambangan kepada Gubernur.
"Proses pencabutan izin ini sudah terlalu lama, tapi kami sangat menghargai itikad baik Gubernur Riau dan jajarannya yang berkomitmen untuk segera mencabut IUP PT LMU dan tidak akan lagi menerbitkan izin baru pertambangan pasir laut di Riau," jelas Azlaini.
"Komitmen ini akan kami kawal dan kembali periksa dengan demonstrasi yang lebih besar pada akhir September ini," jelas Azlaini.
Sebagai informasi, aksi ini juga diikuti Wahana Lingkungan Hidup Riau, Wanapalhi, Mapala Suluh, Mapala Humendala, XR Riau, BEM Faperta, Rumus Riau, Ikatan Mahasiswa Dumai, Lembaga Laskar Melayu Bersatu, Pondok Belantara, dan lainnya.