Liputan6.com, Makassar - Penjabat Gubernur Sulsel, Bahtiar Bahruddin melontarkan sidiran keras kepada mantan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman yang dinilai meninggalkan banyak beban utang bagi kepemimpinan saat ini. Dirjen Polpum Kemendagri itu bahkan mengatakan bahwa Sulawesi Selatan kini telah bangkrut.Â
Bukan tanpa alasan, Bahtiar menyebut Sulsel bangkrut lantaran defisit anggaran mencapai angka yang cukup fantastis yakni Rp1,5 triliun. Hal itu pun menjadi masalah besar yang harus ia hadapi sebagai Penjabat Gubernur Sulsel.Â
"Ada Rp1,5 triluin defisit anggaran, daerah ini bangkrut. Jadi, ibarat kapal, saya nahkoda dan ini kapal mau tenggelam," kata Bahtiar pada rapat paripurna sebagai Penjelasan Pengantar Nota Keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang APBD Tahun Anggaran 2024, di DPRD Sulsel, Rabu (11/10/2023).
Advertisement
Lebih jauh, Bahtiar menjelaskan bahwa penyebab defisit itu berasal dari seluruh dipangkasnya kegiatan di Pemprov Sulsel yang direncanakan di anggaran perubahan 2023, bahkan ditahan hingga Desember mendatang.
"Kegiatan kita rancang di APBD perubahan 2023, kita puasa sampai Desember. Angka Rp10,3 triliun itu angka fiktif, uangnya tidak ada. Ini yang saya sampaikan ke Kementerian Dalam Negeri," terangnya.
Di samping itu pemerintah daerah juga tentunya akan terus menjaga Ä°klim investasi dan mendorong kemajuan dunia usaha domestik. Terkait arsitektur pendapatan tersebut, maka Pendapatan Daerah pada Tahun Anggaran 2024 diproyeksikan sebesar Rp10,466 Triliun, meningkat 3,29%.
"Jika dibandingkan dengan target pendapatan Tahun 2023 sebesar Rp10,133 Triliun, yang terdiri dari Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp6,13 Triliun lebih atau meningkat sebesar Rp335,78 Miliar lebih, Target Pendapatan Transfer sebesar Rp4,32 Triliun lebih atau menurun," sebut Bahtiar.Â
Laju Inflasi di Sulsel
Dalam kegiatan itu, Bahtiar juga menjelaskan bahwa ekonomi Sulsel, selama tahun 2022 tumbuh diangka 5,09 persen dan pada semester I tahun 2023 tumbuh sebesar 5,14 Persen. Pertumbuhan itu disebabkan oleh berlanjutnya pemulihan konsumsi masyarakat dan perbaikan kinerja dunia usaha, seiring dengan peningkatan produksi komoditas pertanian, perikanan dan pertambangan serta berlanjutnya pembangunan.
Sedangkan, laju inflasi Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2022 sebesar 5,77 persen dan pada bulan september 2023 mangalami penurunan menjadi 2,33 persen. Sementara tingkat kemiskinan pada Maret 2023 sebesar 8,70 persen, meningkat 0,04 persen dibandingkan September 2022 dan meningkat 0,07 persen jika dibandingkan Maret 2022.
"Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2023 sebesar 5,26 persen, turun sebesar 0,49 persen poin dibandingkan dengan Februari 2022," tuturnya.
Data indikator makro tersebut bisa dijadikan pemicu bagi pelaksanaan pembangunan untuk tahun 2024, dengan berbagai tantangan yang harus di hadapi. Mulai fluktuasi harga komoditas sampai dengan gejolak ekonomi global.
Penyebab lainnya adalah fenomena El Nino di penghujung tahun yang telah menyebabkan eskalasi gangguan sisi suplai yang memicu lonjakan harga-harga komoditas global dan mendorong kenaikan laju inflasi di banyak negara, serta pemilukada serentak yang akan dilaksanakan di tahun 2024.
"Dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian nasional terkini, agenda pembangunan yang akan kita capai, serta potensi risiko dan tantangan yang kita hadapi serta prospek perekonomian daerah," Bahtiar menerangkan.
Advertisement
Target
Maka dari itu, lanjutnya, asumsi dan Target Indikator Makro pembangunan Sulawesi Selatan yang akan dicapai pada Tahun 2024, yaitu dengan mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai sebesar 5,50-6,90 persen.
"Inflasi sebesar 3,0-1,0 persen; persentase tingkat kemiskinan 6,7-7,7 persen; Indeks Pembangunan Manusia ditargetkan mencapai angka 73,99-74,02 persen; Gini ratio 0,362-0,363 serta Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menjadi 4,24 persen," jelasnya..
Sedangkan, kebijakan pendapatan daerah ditujukan guna meningkatkan kemandirian fiskal daerah, mengurangi ketergantungan fiskal, serta meningkatkan ruang fiskal daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi obyek untuk tujuan tersebut.
"Selain menggambarkan kapasitas fiskal daerah juga berpotensi meningkatkan ruang fiskal daerah untuk kebutuhan alokasi belanja prioritas pembangunan daerah," katanya.Â
Untuk itu upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah khususnya pendapatan asli daerah dilaksanakan dengan pengelolaan pendapatan asli daerah yang semakin inovatif dan modern dilakukan dengan memfokuskan upaya peningkatan dan pengembangan sumber-sumber pendapatan daerah yang potensial dan memberikan konstribusi terbesar terhadap peningkatan PAD.Â
"Upaya tersebut dilakukan antara lain melalui peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah dan mendorong reformasi administrasi pelayanan perpajakan yang lebih sederhana dan transparan," tukasnya.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini: