Buah Manis Perjuangan Nelayan Tradisional Pulau Rupat, Akhirnya Izin Tambang Pasir Laut Dicabut

Perjuangan panjang masyarakat dan nelayan tradisional di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, menolak tambang pasir laut berbuah manis setelah Izin Usaha Pertambangan PT Logo Mas Utama dicabut oleh Pemerintah Provinsi Riau.

oleh M Syukur diperbarui 01 Nov 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2023, 07:00 WIB
Unjuk rasa masyarakat dan nelayan tradisional di Pulau Rupat yang menuntut pencabutan izin penambangan pasir laut PT Logo Mas Utama beberapa waktu lalu.
Unjuk rasa masyarakat dan nelayan tradisional di Pulau Rupat yang menuntut pencabutan izin penambangan pasir laut PT Logo Mas Utama beberapa waktu lalu. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Perjuangan panjang masyarakat dan nelayan tradisional di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, menolak tambang pasir laut berbuah manis. Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Logo Mas Utama telah dicabut oleh Pemerintah Provinsi Riau.

Pencabutan izin penambangan pasir laut itu dikeluarkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Riau berdasarkan keputusan Nomor: KPTS.32/DMPTSP/X/2023.

Penolakan penambangan pasir laut ini sudah dilakukan masyarakat dan nelayan tradisional di Desa Suka Damai, Pulau Rupat, sejak 2021. Nelayan menyatakan kehadiran perusahaan mengeksploitasi pasir laut mengancam ekosistem dan wilayah tangkap nelayan.

Sebelumnya, pada 5 September 2023, Nelayan Desa Suka Damai mendatangi Kantor Gubernur dan mendesak pencabutan IUP PT Logo Mas Utama. Saat itu, Kepala DPMPTSP Provinsi Riau Helmi menemui nelayan dan berjanji segera mencabut izin itu.

Ahok, salah satu nelayan Pulau Rupat, berterima kasih kepada pemerintah Provinsi Riau yang telah mencabut IUP PT Logo Mas Utama. Diapun berharap tidak ada lagi tambang pasir di perairan desanya dan Pulau Rupat.

Ahok juga menyerukan agar semua IUP pertambangan pasir laut di seluruh perairan Indonesia dievaluasi dan dicabut karena hanya akan merugikan nelayan.

"Pencabutan IUP pertambangan pasir laut semoga diteruskan di wilayah perairan lain di Indonesia," serunya, Selasa siang, 31 Oktober 2023.

Senada dengan itu, Umi Ma’rufah, Koordinator Riset dan Kajian Kebijakan WALHI Riau, mengapresiasi pencabutan IUP tersebut. Dia menilai pencabutan mengurangi beban nelayan Pulau Rupat dan sekitarnya.

"Dampak buruk krisis iklim mempengaruhi hasil tangkap nelayan Desa Suka Damai yang kemudian diperparah oleh aktivitas tambang pasir laut PT Logo Mas," tegasnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kurangi Beban

Masyarakat, kata Umi, awalnya khawatir jika IUP perusahaan tidak akan dicabut dalam waktu dekat karena Gubernur Riau Syamsuar mengajukan surat pengunduran diri sebagai Gubernur Riau.

Namun, dengan diterbitkannya surat keputusan ini, tambahnya, Pemerintah Provinsi Riau telah memenuhi janji kepada masyarakat Pulau Rupat, khususnya nelayan Desa Suka Damai.

"Pencabutan ini setidaknya mengurangi beban nelayan Pulau Rupat, khususnya Desa Suka Damai dan Pemerintah Provinsi Riau harus melindungi hak atas ruang hidup nelayan Riau dengan tidak menerbitkan izin tambang pasir laut dikemudian hari," sebut Umi.

Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, menyebut keputusan ini membebaskan pesisir dan laut utara Pulau Rupat dari ancaman tambang pasir laut.

Dia menjelaskan, aktivitas tambang pasir laut berdampak kerusakan pada biota laut, terumbu karang dan habitat dugong. Tak hanya itu, penambangan pasir laut menghancurkan wilayah tangkap nelayan tradisional.

Selain itu, aktivitas ini juga memperparah abrasi dan bahkan jika terus dibiarkan dapat menenggelamkan Pulau Babi, Beting Aceh, dan Beting lainnya, serta Pulau Rupat itu sendiri sebagai ruang hidup masyarakat.

Parid menjelaskan, berdasarkan peraturan perundangan, pertambangan di wilayah perairan bertentangan dengan prinsip keadilan dan kelestarian sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil.

 

Langgar Undang-Undang

Pertambangan pasir laut juga bertentangan dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

"Pencabutan IUP tambang pasir laut ini merupakan kemenangan nelayan di Pulau Rupat, masyarakat Pulau Rupat telah menyelamatkan 5.030 hektar perairan laut utara Pulau Rupat dari ancaman tambang pasir laut," jelasnya .

"Kemenangan ini penting disampaikan kepada jutaan nelayan di Indonesia supaya mereka melakukan upaya serupa untuk melindungi wilayah laut dari ancaman tambang pasir dan industri ekstraktif lainnya," tegas Parid.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya