Diluncurkan, Buku Sejarah Kulonprogo Diharapkan Perkaya Wawasan Masyarakat

Tidak banyak pemerintah daerah yang menulis tentang sejarahnya. Dinas Kebudayaan atau Kundho Kabudayan Kulonprogo melaunching dua buku sejarah lokal Kulonprogo. Hal ini mendapat respon positif dari akademisi di Daerah Istimewa Yogyakarta.

oleh Yanuar H diperbarui 17 Nov 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2023, 10:00 WIB
Sejarah Lokal Kulonprogo
Dinas Kebudayaan Kulonprogo atau Kundho Kabudayan Kulonprogo merilis dua buku sejarah lokal Kulonprogo. Yaitu Bupati Adikarto & Kulonprogo (1813 - 1951) dan Buku Pabrik Gula Sewu Galur (1877 - 1948).

Liputan6.com, Yogyakarta - Dinas Kebudayaan atau Kundho Kabudayan Kulonprogo melaunching dua buku sejarah lokal Kulonprogo yaitu Bupati Adikarto & Kulonprogo (1813 - 1951) dan Buku Pabrik Gula Sewu Galur (1877 - 1948). Plt Kepala Dinas Kebudayaan Kulonprogo Jazil Ambar Was'an mengatakan buku Adikarto ini menceritakan tentang pemerintahan di Kulonprogo terutama sosok bupati sebelum penggabungan dengan Kabupaten Kulon Progo.

"Ada dua buku yang nanti akan kita distribusi ke sekolah sekolah agar tahu sejarah. Kita akan digitalisasi buku karena anak anak sekarang jarang baca buku," katanya di Auditorium Taman Budaya Kulonprogo Selasa 14 November 2023.

 Jazil mengatakan untuk buku Pabrik gula mengulas tentang sosial ekonomi di wilayah sekitar yang lebih modern. Modernitas ini terlihat dari aktivitas ekonomi, pusat hiburan, Halte, RS fasilitas publik dll.

"Harapan buku ini sejarah bisa lestari," katanya.

Penyusun buku, Ahmad Athoilah mengatakan bahwa penulisan tentang Sewu Galur bukan nama pabrik tapi kawasan pabrik Sewu Galur ini  banyak sejak tahun 1992. Ia mengatakan buku yang dibuatnya mempunyai ciri pendekatan yang berbeda dengan penulisan sebelumnya.

"Buku ini sudah dirancang dua tahun lalu," katanya.

Pembangunan pabrik di Sewu Galur ini berimbas pada modernitas yang ada di sekitarnya. Dalam penelitiannya ditemukan suatu lembaga Islam yang tertua kedua setelah Jangkaran.

"Galur itu dulu kota. Ada rel transportasi Rumah sakit dll. Buku ini bisa direvisi dan ditambahi, ini awal yang baik bagi sejarah lokal Kulonprogo," katanya.

Sementara itu Rohmah, Dosen Sejarah UNY mengapresiasi pembuatan buku sejarah lokal Kulonprogo ini. Walaupun dalam satu buku tentu  pembaca tidak akan menemukan jawabannya secara langsung.

"Sebuah buku tidak menjawab semua pertanyaan. Kalau buku membuat kita bertanya tanya dan muncul di kepala kita itu justru baik," katanya.

Menurutnya penulis memiliki pendekatan yang berbeda dengan penulis lainnya. 

"Keunikan pabrik gula sewu Galur itu, penulis menulis tentang heritage, ini menarik tidak semua penulis menggunakan itu. Pendekatan sosial juga," katanya.

Ia pun memberikan saran jika menulis tentang sejarah lokal Kulonprogo maka dapat mengambil data dari Arsip Nasional. Tidak hanya data dari Pakualaman yang merupakan pemilik tanah di kawasan Sewu Galur ini.

"Di arsip nasional itu ada banyak data maka itu penting bagi penyusun tentang Kulonprogo dan jumlahnya lebih banyak daripada Gunungkidul. Mungkin mengajukan lagi dengan data sosial secara khusus. Tapi memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk kesana," katanya.

Ketua Umum KASAGAMA Wahjudi Djaja mengatakan penulisan buku sejarah penting melihat kebijakan yang diambil dari tokoh pemimpin setempat. Hal ini penting untuk generasi selanjutnya dalam menyikapi sejarah.

"Kita melihat peran seorang tokoh merespon sebuah kebijakan atau zaman ketika dia berkuasa, bila tidak melihat itu kita tidak akan dapat apa apa. Perlu memahami tokoh di level lokal tidak hanya nama tapi juga merespon kebijakan," katanya.

Menurutnya jika nanti buku ini masuk ke sekolah sekolah maka penting agar tingkat keterbacaan buku ini tinggi. Walau tidak mudah namun pemerintah daerah bisa menyesuaikan penyampaian nilai buku ini berdasarkan jenjang pendidikan.

"Kalau buku ini masuk dalam perpustakaan maka perlu cara yang lebih dalam sesuai dengan pendidikannya. Ini sangat fenomenal karena Jogja terkenal dengan pabrik gula. kalau bicara sejarah lokal ada irisan tentang ekonomi sosial dan kapitalisme,"katanya.

Wahjudi mengaku jika pembaca perlu mendapatkan perubahan sosial di Kulonprogo sebelum dan sesudah pabrik gula Sewu Galur. Hal ini penting bagi pengembangan sejarah.

"Saya apresiasi penulisan sejarah karena enggak banyak di Jogja yang menulis tentang sejarah," katanya.

Dosen Sejarah UGM Sri Margana mengapresiasi kepada Kundho Kebudayaan Kulonprogo yang telah menulis tentang sejarah lokal ini. Melalui buku ini masyarakat akan mengetahui sejarah wilayahnya.

"Apresiasi tim penulis yang menyiapkan penulisan dua buku ini capaian sangat baik," katanya. 

Sri Margana mengaku dekat dengan penulis sehingga sebagai pembedah juga memberikan catatan kecil. Namun dari buku sejarah lokal Kulonprogo ini ia mengetahui sebelum pabrik gula sewu Galur itu ada pabrik nila indigo.

"Pengusaha pabrik tebu tidak hanya dari Belanda tapi dari Jerman, Skotlandia Swedia dll tapi paling banyak dari Belanda.Sewugalur termasuk terlambat dalam kapitalisme karena kondisi tanah tidak menguntungkan. Setelah 50 tahun akhirnya pabriknya ditutup karena tidak bisa bersaing," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya