Mahasiswa UGM Kembangkan ESDS, Alat Deteksi Dini Stunting dengan Cepat dan Akurat

Pemerintah tengah menurunkan angka stunting di Indonesia karena angkanya masih tinggi. Fakta inilah membuat mahasiswa UGM membuat alat deteksi dini stunting yang berguna bagi kader Posyandu dan kader kesehatan.

oleh Yanuar H diperbarui 22 Nov 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2023, 09:00 WIB
Pemeriksaan balita di Posyandu di Kota Palu
Pemeriksaan balita di Puskesmas di Kota Palu. Puskesmas menjadi salah satu fasilitas kesehatan yang berperan dalam upaya penurunan angka stunting di Sulteng. (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Liputan6.com, Yogyakarta Prihatin dengan tingginya kasus stunting di tanah air mahasiswa UGM mengembangkan Electronic Stunting Detection System (ESDS) yaitu alat  deteksi dini stunting berbasis kecerdasan buatan (AI). Ketua tim pengembang ESDS, A.A. Gde Yogi Pramana mengatakan ESDS ini mampu mengukur massa dan panjang tubuh pada bayi secara cepat dan dapat menyimpan hasil pengukuran sec ara otomatis sebagai data di a plikasi yang telah terintegrasi sehingga bisa mendeteksi secara dini gejala stunting pada anak di bawah umur dua tahun dengan bantuan machine learning.  

“Alat ESDS berbasis artificial intelligence ini dirancang agar dapat menghemat waktu serta meminimalisasi kesalahan pengu kuran karena faktor kesalahan manusi a yang masih menggunakan alat ukur secara konvensional, ” kata mahasiswa program IUP Elektronika dan Instrumentasi ini Senin (20/11/2023).  

Alat deteksi dini stunting pada anak di bawah usia dua tahun ini meminimalisir kesalahan keakuratan dalam mengukur dan mengevaluasi pertumbuhan pada anak karena kurangnya keterampilan kader dan tidak sesuainya alat pengukur dengan standar antropometri. Pengukuran anak di bawah dua tahun biasanya diukur menggunakan infantometer board dan timbangan.  

 

Sementara bagi posyandu yang tidak memilikinya biasanya panjang badan diukur menggunakan alat seadanya. Hal tersebut membuat hasil pengukuran menjadi tidak akurat karena alat yang digunakan tidak sesuai dengan  standar persyaratan antropomet ri anak di bawah usia dua tahun.

“Saat memakai timbangan dacin yang berbasis manual dengan mo del ayunan seringkali dalam proses penimbangan pengukuran tidak akurat karena bayi merasa tidak nyaman dan banyak bergerak. Selain itu, proses kalibrasi timbangan tak jarang dilakukan dengan cara menambahkan kerikil yang dimasukkan ke dalam plast ik kemudian diikat di ujung timbangan dacin agar timbangan tersebut tepat berad a di titik nol sehingga rentan  bagi alat tersebut untuk melakukan kesalahan pengukuran,”paparnya.  

Yogi mengatakan alat deteksi dini stunting merupakan hasil pengembangan dari produk yan g telah ada sebelumnya dengan modifikasi pada framework sistem informasi yang digunakan yaitu codeigniter. Produk ini terintegrasi dengan sistem informasi yang tersedia dalam bentuk website dan mobile application yang menampilkan informasi tumbuh kembang anak, status gizi pada  bayi dua tahun, indikasi stunting atau tidak pada anak, edukasi sederhana terkait gizi anak, serta menampilkan riwayat tumbuh kembang anak.

Metode pencatatan secara digital dapat mempercepat proses pemutakhiran data dengan basis data pusat secara real time. 

“Alat ini terintegrasi dengan web-application untuk mengendalikan alat ukur bagi kader yang melakukan antropometri dan menampilkan laman untuk registrasi bayi,” jelasnya. 

Faiz Ihza Permana tim pengembang lainnya mengatakan alat ini menggunakan algoritma SMOTE-ENN yang diintegrasikan dengan Ensemble Learning guna mengetahui anak terindikasi stunting atau tidak. Algoritma tersebut memiliki keunggulan kecepatan dibandingkan dengan algoritma lainnya dan Ensemble Learning dapat mengklasifikasi kan uji sampel berdasarkan data yang dinamis seperti pada data pengukuran stunting yang terus bertambah setiap kali dilakukan pengukuran. 

Sementara cara kerja ESDS menurut Faiz, saat balita ditimbang pada permukaan alat  atau area yang telah disediakan n maka sensor high precision load cell akan membaca besaran yang diukur atau ditimbang. Selanjutnya, hasil pembacaan tersebut akan dikalibrasi dengan metode regresi linear untuk mendapatkan calibration factor.  

"Lalu, LCD akan menampilkan hasil pengukuran berupa data kuantitatif yang merupakan interpretasi dari massa dan panjang tubuh bayi yang diukur." 

Sementara anggota tim lainnya Salsa Novalimah mengatakan ESDS ini nantinya akan memudahkan pengguna dalam mela kukan deteksi dini stunting dan pemantauan mandiri bagi oran g tua yang memiliki bayi dua tahun. Deteksi dini stunting dan pemantauan mandiri ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia menjadi 14%. 

“Dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, prevalensi stunting pada anak di bawah 5 tahun masih tinggi yakni sebesar 21,6%. Harapannya kehadiran alat ini bisa membantu deteksi dini stunting sehingga mendorong percepatan penurunan stunting di Tanah Air,” ujarnya.  

Tim pengembang ESDS alat deteksi dini stunting ini  adalah A.A. Gde Yogi Pramana dan keempat rekannya yaitu Haidar Muhammad Zidan (IUP Elektronika dan Instrumentasi), Faiz Ihza Permana (Teknik Biomedis), Ichsan Dwinanda Handika (Teknik Biomedis), serta Salsa Novalimah (Gizi Kesehatan). Alat ini dikembangkan melalui dana hibah dari Dikti dan berhasil lolos melaju ke Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2023.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya