Mitigasi Perubahan Iklim, Ada Jarak antara Kebijakan dan Pelaksanaan

Benarkah kebijakan yang terbit terkait mitigasi perubahan iklim hanya untuk menggugurkan kewajiban dan realisasinya jauh dari kebijakan itu?

oleh Liputan6dotcom diperbarui 03 Des 2023, 08:24 WIB
Diterbitkan 03 Des 2023, 08:24 WIB
Danone
Diskusi perubahan iklim di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Foto: liputan6.com

Liputan6.com, Yogyakarta - Butuh kerja keras dan kerjasama semua pihak untuk mengatasi masalah lingkungan yang terus memburuk. Isu tersebut mendominasi dalam diskusi Lingkungan Hidup; Kolaborasi Swasta, Perguruan Tinggi, Organisasi Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Iklim.

Diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DIY Rabu, 22 November 2023. Sebagai pembicara, dihadirkan Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Ir. Muhammad Nurcholis, M.Agr , Ratih Anggraeni, Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia dan Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dra Mutia Hariati Hussin, M.Si. 

Nurcholis menegaskan, Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan dan organisasi memiliki perhatian penuh terhadap perubahan iklim.

“Perlu aksi nyata menjaga iklim dengan menekan emisi karbon, meningkatkan ketahanan iklim ini,” kata Guru Besar Ilmu Tanah UPN ‘Veteran’ Yogyakarta dan dosen Muhammadiyah Yogyakarta ini. 

Muhammadiyah berkomitmen merespons dan mengkaji masalah lingkungan. Muhammadiyah telah membuat konsep dasar untuk memitigasi laju perubahan iklim agar bisa dikendalikan. Generasi muda harus memahami secara praktis penyebab dari perubahan iklim. Terutama mulai melakukan hemat energi dan menggunakan energi non- fosil, seperti energi matahari, air, angin, biomassa bisa dikembangkan supaya tidak terlalu cepat dalam mengeksploitasi karbon di bumi.

"Karena semakin banyak yang dipakai energi fosil maka semakin banyak karbon yang dikeluarkan dari perut bumi, anak muda harus paham ini,” katanya.

Sementara itu Ratih Anggraeni, Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia mengatakan edukasi tentang lingkungan harus dilakukan seawal mungkin.

"Ini akan mendorong generasi muda berinovasi memitigasi perubahan iklim. Dengan demikian kita bisa mitigasi perubahan iklim ini secara lebih masif,” kata Ratih. 

Kemudian dicontohkan bahwa Danone Indonesia berupaya menjaga keberlangsungan lingkungan hidup sebagai bagian dari visi perusahaan.

"Kami mendukung net zero emission pada 2050 namun di antaranya 2030 mencapai target pemenuhan jejak karbon dari operasional secara signifikan. Mulai dari penggunaan energi terbarukan, pengurangan energi fosil dan memastikan produk dihasilkan melalui sistem pertanian regeneratif. Komoditas yang dipakai tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi,” katanya.

Ditambahkan bahwa Danone Indonesia sejak tahun 2017 telah mengembangkan inovasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTSA) di beberapa pabrik dan memiliki komitmen untuk menerapkannya di semua pabriknya di Indonesia pada tahun 2025. Danone berupaya memastikan penggunaan kemasan mengandung material daur ulang karena jika tidak, maka akan berkontribusi emisi gas rumah kaca. Kemudian sistem logistik harus lebih efisien dan meminimalisasi sampah. Ia berharap sejumlah langkah pro lingkungan itu bisa diiringi iklim kondusif agar industri menjadi lebih mudah dalam memanfaatkan energi terbarukan.

“Sampah juga berkontribusi terhadap gas rumah kaca, sampah makanan secara global berkontribusi terhadap sampah sekitar 12%. Di tempat pembuangan akhir (TPA) misalnya, sampah makanan itu melepaskan gas metan," kata Ratih.. 

Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dra Mutia Hariati Hussin, M.Si, mengemukakan gap antara porsi kebijakan dengan penerapan di lapangan yang memicu persoalan-persoalan dalam mitigasi perubahan iklim di Indonesia.

“Kebijakannya sudah banyak yang dihasilkan dan kelihatannya hanya untuk memenuhi kewajiban kita sebagai negara yang menandatangani berbagai perjanjian lingkungan. Kita punya macam-macam, ada SDG’s, MDG’s,” kata Mutia.

Mutia mencontohkan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJMP) tahun 2024-2045 belum terlihat aktivitas yang dikerjakan oleh masyarakat.

"Jangan sampai kita kehilangan lagi kesempatan dalam program jangka panjang itu dan tidak membuat program-program atau policy yang indah-indah oleh negara, tapi tidak mampu diimplementasi oleh akar rumput," kata Mutia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya