Liputan6.com, Jakarta - Investasi menjadi kegiatan penanaman uang atau modal untuk tujuan memperoleh keuntungan. Bagi individu, investasi selain di sektor riil juga bisa berupa portofolio seperti saham, obligasi, komoditas, dan sebagainya.
Alih-alih menabung, investasi untuk perencanaan keuangan bisa dalam bentuk portofolio. Hal ini disarankan demi menghindari dampak inflasi sehingga menghasilkan keuntungan di masa depan. Namun bagi pemula, disarankan untuk berhati-hati dengan berbagai tawaran investasi agar tidak terjebak pada penipuan atau bahkan investasi bodong.
Mengutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masyarakat diimbau untuk berhati-hati pada investasi bodong. "Pahami tentang skema Ponzi, modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari yang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya," sebut laman sikapiuangmu.ojk.go.ig.
Advertisement
Baca Juga
OJK menyebut kebanyakan masyarakat tergiur dengan investasi yang menjanjikan tingkat pengembalian atau bagi hasil yang tinggi, tanpa menyelidiki lebih dulu kredibilitas dan legalitas dari perusahaan investasi terkait. Alhasil, alih-alih mendapatkan keuntungan besar, masyarakat justru menderita kerugian finansial karena menjadi korban penipuan.
Tanpa disadari, masyarakat terjebak dalam iming-iming investasi yang menerapkan skema Ponzi. Untuk itu, masyarakat harus bijak dan memahami ciri-ciri investasi bodong ala Ponzi yaitu:
1. Tidak ada kejelasan proses bisnis
2. Produk investasi biasanya milik luar negeri
3. Menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat dan tanpa risiko
4. Staf Penjualan mendapatkan komisi dalam merekrut orang
5. Menarik investor dengan iming-iming bunga yang lebih tinggi
6. Mengundang calon investor dengan menggunakan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai figur
7. Pengembalian macet di tengah-tengah.
Tips Memulai Investasi Portofolio
Jika masyarakat sudah teredukasi untuk menghindari investasi bodong, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan sebelum memulai investasi. Mengutip platform atau aplikasi investasi Bibit, langkah yang paling pertama adalah memastikan apakah uang yang digunakan untuk investasi adalah untuk keperluan sehari-hari atau bukan.
Jika iya, maka pilihan instrumen investasi yang cocok adalah reksa dana pasar uang. Instrumen ini cukup likuid karena memiliki return hingga 4% per tahun. Selain itu grafiknya cenderung stabil naik sehingga jika digunakan dalam jangka pendek atau dekat tetap memberikan keuntungan. Instrumen ini juga cocok digunakan sebagai dana darurat.
Lalu jika uang yang akan diinvestasikan bukan dipakai untuk keperluan sehari-hari maka ada dua pilihan yakni dikelola sendiri atau menyerahkan untuk dikelola oleh Manajer Investasi (MI).
Lebih lanjut jika dikelola sendiri maka berapa lama dana akan digunakan? Jika di bawah setahun, platform Bibit merekomendasikan instrumen Stable Earn dengan return 5,4% per tahun di aplikasi ini. Instrumen ini layak dipilih karena grafik return naik lurus, jatuh tempo di bawah 6 bulan dan underlying asset dijamin negara.
Kedua, jika dana digunakan untuk satu sampai dua tahun maka obligasi Fix Rate menjadi pilihan. Alasannya, instrumen ini memiliki kepastian return yang lebih tinggi dari deposito misalnya seri FR0081 dengan imbal hasil 6,16%. Investor juga bisa mengunci return yang ingin didapatkan sampai jatuh tempo.
Ketiga, dana yang digunakan untuk jangka waktu 3-5 tahun maka bisa memilih obligasi fix rate karena bisa kunci return hingga jatuh tempo dan bisa dijual kapan saja. Bisa pula memilih Surat Berharga Negara (SBN) karena bisa menjadi passive income tiap bulan, kupon lebih tinggi dari deposito dengan pajak lebih rendah dan 100% aman karena dijamin negara.
Pun begitu dengan penggunaan dana untuk 5 tahun juga bisa memilih obligasi fix rate dan saham. Untuk saham return-nya tergantung strategi tiap individu dalam mengelola portofolio. Saham juga optimal untuk meningkatkan return dengan fokus pada saham bertumbuh dari waktu ke waktu.
Jika tidak ingin mengelola dana sendiri, maka individu bisa menggunakan jasa Manajer Investasi. Hal ini juga bergantung pada berapa lama dana akan digunakan, apakah 3 sampai 5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Di mana untuk jangka waktu 3-5 tahun bisa memilih reksa dana obligasi (RDO) karena potensi return lebih tinggi, cocok untuk investor dengan profil risiko moderat dan cocok untuk investasi jangka menengah-panjang.
Di atas lima tahun, dana investasi bisa untuk instrumen reksa dana obligasi dan reksa dana saham (RDS) karena potensi return tinggi. Instrumen RDS ini cocok untuk investor dengan profil risiko agresif dengan waktu investasi jangka panjang.
Advertisement