Kasus Dugaan Penyekapan di Yogyakarta, Kuasa Hukum Tersangka Ungkap Kronologi

Berawal dari diberi pekerjaan untuk menjadi penjahit langganan keluarga, hingga diberi modal usaha miliaran rupiah, seorang pria warga asal Gunungkidul justru melaporkan sang penolong ke Polda DIY serta meminta ganti rugi Rp10 miliar.

oleh Hendro diperbarui 09 Feb 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2024, 19:00 WIB
Kuasa Hukum Terlapor, Dedi Eka Putra
Kuasa hukum telah melakukan upaya agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan intikad baik dari terlalapor dengan melakukan upaya persuasif melalui restorative justice. Tetapi pelapor justru meminta ganti rugi 10 miliar rupiah.

Liputan6.com, Yogyakarta - Seorang pria warga Gunungkidul, Yogyakarta, berinisial E melaporkan MSH ke kepolisian. Padahal MSH merupakan pihak yang sudah membantu keluarganya untuk berwirausaha. Sebelumnya, muncul pemberitaan seorang pengusaha properti terkemuka di Yogyakarta ini dilaporkan atas dugaan kekerasan dan penganiayaan ke Polda DIY.

Menurut kuasa hukum MSH terlapor, Dedi Eka Putra saat di Mapolda DIY mengatakan bahwa pelapor E ini diistilahkan oleh pihak terlapor “ditulung malah mentung” atau sudah dibantu malah berbuat tidak baik kepada terlapor. Pasalnya, E yang sudah dianggap sebagai keluarga dengan menjadi penjahit langganan keluarga, malah melaporkan MSH atas tindak criminal penganiayaan.

Lebih lanjut dikatakan, Pelapor sendiri sudah menjadi langganan jahit keluarga terlapor. Bahkan, saat pelapor terlilit utang, pihak terlaporlah yang menyelesaikannya dengan meminjamkan sejumlah uang kepada pelapor.

“tak tanya itu, pelapor sendiri juga meminta modal kepada terlapor untuk membuka usaha jual beli kendaraan jenis mobil yang nilainya mencapai miliaran rupiah,” ucap Dedi, Rabu (7/2/24) siang.

Dedi menuturkan, dilaporkannya MSH ke Polda DIY tersebut diakuinya karena pihak terlapor meminta pertanggung jawaban atau transparansi usaha yang dijalankan pelapor yaitu jual beli mobil. Tetapi, pelapor hanya memberikan jawaban yang berbelit-belit sehingga terlapor bertindak lebih keras.

“Jadi, awalnya klien kami meminta transparansi atas modal yang sudah diberikan kepada pelapor, tetapi bukannya menjelaskan peruntukkan modal baik untung maupun rugi, malah pelapor susah dihubungi hingga banyak alasan yang membuat klien kami marah,” jelasnya.

Dedy menyebut, ungkapan “ditulung malah mentung” ini menjadi istilah yang pantas bagi pelapor. Bahkan, anggapan sebagai keluarga menjadi tumbuh kebencian kepada pelapor yang tidak melihat duduk perkara namun hanya melihat perbuatan terlapor.

Atas hal tersebut, terlapor akan terus mengikuti proses yang berlangsung. Hingga nantinya akan melihat celah di mana pelapor akan dituntut balik atas perbuatan tidak menyenangkan dan wanprestasi atas permodalan yang sudah diberikan kepada pelapor.

“Kami ikuti dulu, Cuma herannya masih ada orang yang seperti ini. Bahkan berani koar-koar kalau pelapor ini menjadi korban. Padahal, pihak kamilah yang menjadi korban atas perbuatan pelapor,” tegasntya.

Pihaknya juga telah melakukan upaya agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan intikad baik dari terlapor dengan melakukan upaya persuasif melalui restorative justice. Namun upaya tersebut ditanggapi pelapor dengan meminta ganti rugi 10 miliar rupiah kepada pihak terlapor.

"Pernah kami lakukan upaya persuasif, namun di sana malah minta ganti rugi 10 miliar, dan kata ditulung malah mentung ini pantas disandangkan kepada pelapor ini," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, Polda DIY mengungkap dugaan kasus penyekapan, penganiayaan dan kekerasan seksual yang terjadi di wilayah Sleman. Dalam kasus itu polisi menetapkan empat orang tersangka yakni MSH, 43;YR, 36; AS, 48; dan ARD, 23. Satu lagi wanita inisial MM (41) yang merupakan istri MSH.

Seperti dikutip dari kantor berita Antara, Direktur Reskrimum Polda DIY Kombes Pol. FX Endriadi menjelaskan bahwa kasus penyekapan yang berlangsung selama dua bulan tersebut dipicu masalah utang dalam bisnis jual beli mobil.

"Peristiwa (penyekapan) tersebut terjadi mulai tanggal 12 Oktober sampai 10 Desember 2023," kata Endriadi.

Dalam kasus itu, polisi meringkus lima tersangka penyekapan, yakni MSH alias JD (43) sebagai otak penyekapan, MM alias MY (41) yang merupakan istri dari MSH, YR alias YC (36), AS alias ANW (48), dan ARD alias RK (36).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya