Kesantunan dan Etika jadi Kunci Cegah Cyberbullying di Indonesia

Keberadaan teknologi sejatinya dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam berinteraksi dan menyebarkan informasi. Namun sayangnya, tidak semua aktivitas manusia di ruang digital bersifat positif, salah satunya adanya tindakan perundungan di media sosial.

oleh Marifka Wahyu Hidayat diperbarui 06 Mar 2024, 22:59 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2024, 22:33 WIB
Sosial Media
Foto: Ilustrasi (Dole777/Unsplash.com)

Liputan6.com, Jakarta Keberadaan teknologi sejatinya dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam berinteraksi dan menyebarkan informasi. Namun sayangnya, tidak semua aktivitas manusia di ruang digital bersifat positif, salah satunya adanya tindakan perundungan di media sosial.

Perilaku perundungan di ruang digital atau cyberbullying telah melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dapat dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun.

Akademisi Universitas Gadjah Mada, Bevaola Kusumasari mengatakan, perundungan di dunia maya merupakan tindakan yang tidak layak ditiru. Efek dari tindakan tersebut, akan menimbulkan trauma bagi para korbannya.

Bevaola mencontohkan, kasus perundungan di dunia maya yang marak terjadi seperti ejekan, hinaan, intimidasi dan mempermalukan seseorang. Bentuknya pun beragam, dapat melalui pesan teks, suara dan gambar yang dikirim melalui jejaring sosial media bahkan permainan online.

"Penting untuk menjaga reputasi orang lain, keamanan nasional, ketertiban masyarakat, atau kesehatan dan moral publik,"ujarnya, saat diskusi Program Indonesia Makin Cakap Digital (IMCD) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Selasa (5/3/2024).

Tak hanya itu, para korban umumnya akan mengalami perubahan mental, emosional, fisik, dan situasi sosial di masyarakat. Untuk itu, Bevaola berpendapat, dalam mengatasi cyberbullying harus menjadi tanggung jawab semua pihak.

"Pendidikan tentang etika digital harus menjadi tangung jawab bersama mulai dari orang tua, sekolah dan kesadaran diri," tambahnya.

 

Sebarkan Konten Positif

Cyberbullying
Tangkapan layar diskusi Kemenkominfo

Hal serupa dikatakan, Dosen Teknik Geomatika Universitas Dr. Soetomo, Surabaya, Yunus Susilo. Dirinya menjelaskan, pentingnya para pengguna media sosial untuk memiliki kemampuan memilih konten positif di internet.

Menurutnya, tindakan cyberbullying dapat meninggalkan jejak digital yang sangat sulit untuk dihilangkan. Sehingga dengan jangkauan yang luas tersebut, dapat membuat khalayak ikut turut berkomentar.

“Sebisa mungkin sebagai pengguna, harus mengedepankan konten positif agar algoritmanya mengikuti dan bisa meminimalisir konten negatif," Yunus Susilo menimpali.

Ia juga menekankan, berfikir dan berprasangka baik kepada orang lain sangat diperlukan dalam menggunakan media sosial. Karena hal itu akan meninggalkan jejak digital yang baik terhadap sesama.

“Mari rayakan teknologi, hormati ilmu pengetahuan, dukung semua bentuk kemajuan. Tetapi semua harus demi mengangkat derajat manusia,"ungkap Yunus Susilo.

Dalam kesempatan yang sama, Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Provinsi Bali, Romiza Zildjian mengatakan, rekam jejak digital juga dapat berpengaruh terhadap reputasi seseorang.

Ia menilai masyarakat harus bijak dalam melakukan berbagai aktivitas digital. Romiza juga menekankan, pentingnya berfikir ulang sebelum membagikan sesuatu melalui media sosial, apalagi yang berkaitan dengan data pribadi.

"Cara menjaga rekam jejak digital dengan bijak, yaitu pikir dulu sebelum membagikan," terangnya.

Dirinya juga mengajak masyarakat unyuk membuat konten yang bermanfaat bagi orang lain, menebar hal-hal yang bermanfaat. Kemudian hadapi komentar negatif dengan membalas suatu hal yang baik dan positif.

"Harus jaga privasi, jaga perangkat, serta jaga sikap untuk melindungi rekam jejak digital kita,"Romiza mengakhiri.

Simak Video Pilihan Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya