Menilik Alasan Bandung Barat Rawan Longsoran atau Pergerakan Tanah

Sebagian besar kondisi geologis Kabupaten Bandung Barat terdiri atas perbukitan dan pegunungan.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 20 Mar 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2024, 15:00 WIB
Gerakan tanah Bandung Barat
Satu bangunan Sekolah Dasar rusak akibat bencana gerakan tanah yang terjadi di Kecamatan Rongga, Bandung Barat. (dok. istimewa)

Liputan6.com, Bandung - Potensi kejadian longsoran atau pergerakan tanah di wilayah Kabupaten Bandung Barat disebut sangat tinggi. Kondisi itu dinilai berkaitan dengan karakteristik geologis serta beberapa faktor penyebab.

Ahli Longsoran (landslide) Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Eng. Imam Achmad Sadisun menyampaikan, sebagian besar kondisi geologis Kabupaten Bandung Barat terdiri atas perbukitan dan pegunungan, serta karakteristik tanah dengan pelapukan yang cukup tebal.

"Di beberapa wilayah pun terdapat jenis-jenis batuan yang mudah mengalami penurunan kekuatan dan berperan jadi bidang gelincir seperti batu lempung dan bata lanau," dijelaskan Imam, dikutip pada laman ITB, Selasa, 19 Maret 2024.

Imam menjelaskan, secara umum ada dua kelompok faktor penyebab longsoran, yakni faktor pengontrol dan faktor pemicu.

Faktor pengontrol umumnya berkaitan dengan kejadian-kejadian yang berlangsung jangka panjang seperti pelapukan, erosi, dan perubahan tata guna lahan. Sedangkan, faktor pemicu berkaitan dengan kejadian jangka pendek seperti hujan ekstrem dan gempa bumi.

Pergerakan tanah atau longsoran merupakan fenomena yang bersifat global atau dapat dijumpai di berbagai belahan dunia dan umumnya memiliki ciri unik untuk setiap tempat kejadiannya.

“Tidak ada obat generik untuk mitigasi bahaya longsoran sehingga untuk mengetahui kemungkinan terjadinya longsoran di suatu wilayah tertentu, perlu dilakukan kajian secara seksama terkait faktor-faktor penyebabnya," kata Imam.

Biasanya, sambung Imam, diawali dengan melakukan zonasi potensi terjadinya longsoran (landslide susceptibility) berdasarkan penilaian berbagai faktor-faktor penyebabnya, kemudian dilakukan kajian terkait tingkat kestabilan lereng berdasarkan nilai faktor keamanannya (safety factor).

"Dengan mempertimbangkan geometri lereng, kekuatan geser material pembentuk lereng, beserta gaya-gaya lain yang ada dalam sistem lereng, untuk menentukan apakah lereng tersebut stabil atau tidak,” imbuhnya.

 

Pergerakan Tanah di Cigombong

Pada 19 Februari 2024 lalu, terjadi bencana pergerakan tanah di Bandung Barat, wilayah Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga.

“Pergerakan tanah atau longsoran tersebut cukup unik karena terjadi di morfologi bukit yang terisolasi," kata Imam.

Morfologi berupa bukit yang dilingkupi oleh lereng-lereng di sekelilingnya dan dengan keberadaan permukiman di dalamnya dapat meningkatkan risiko bagi penduduk yang tinggal di wilayah tersebut.

Terlebih lagi pada bagian selatan dari wilayah pemukiman tersebut terdapat Sungai Cidadap yang melintang. Kondisi ini menyebabkan potensi bahaya pergerakan tanah akan lebih besar. Jika tanah bergerak terus-menerus dan terjadi longsoran lagi, aliran Sungai Cidadap dapat terbendung.

Menurut Imam, kejadian pergerakan tanah fi Cigombong dapat menyebabkan bahaya ikutan atau collateral hazard berupa meluapnya Sungai Cidadap akibat terbendungnya aliran sungai tersebut oleh pergerakan tanah susulan.

Penting bagi masyarakat untuk bisa memahami gejala-gejala alam yang ada, mengingat masih adanya potensi terjadinya longsoran susulan dan bahaya ikutan lainnya berupa tertutupnya aliran Sungai Cidadap, yang dapat meluap dan menyebabkan banjir di sekitar bantaran sungai tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya