Mengenal Mansorandak, Upacara Penyambutan di Papua Barat

Mansorandak juga digelar untuk tamu atau pembesar yang baru pertama kali datang ke suatu tempat.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 18 Jun 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2024, 00:00 WIB
Desa Wisata Ugar di Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat Biro Kominkasi Kemenparekraf
Pemandangan Desa Wisata Ugar di Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. (Dok: Biro komunikasi Kemenparekraf Liputan6.com dyah pamela)

Liputan6.com, Papua - Mansorandak merupakan upacara penyambutan dari masyarakat Papua Barat. Upacara ini ditujukan untuk seseorang yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di tempat baru atau untuk seseorang yang telah lama pergi dan baru kembali.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, upacara tersebut dimaksudkan sebagai ungkapan syukur karena seseorang telah kembali dengan selamat. Mansorandak juga digelar untuk tamu atau pembesar yang baru pertama kali datang ke suatu tempat.

Tempat pelaksanaan upacara ini disesuaikan dengan transportasi yang digunakan, misalnya jika orang tersebut menggunakan transportasi laut, maka akan disiapkan upacara Mansorandak di pelabuhan laut. Demikian pula jika melalui darat dan udara.

Sementara itu, jika yang dijemput masih anak-anak, maka anak tersebut akan langsung digendong oleh om-nya menggunakan kain gendong yang sudah disiapkan. Selanjutnya, pesta akan diadakan di rumah dengan menyiapkan aneka makanan yang digantung dengan tali.

Adapun makanan yang disiapkan adalah ketupat (ketupat dengan ayam), pisang, tebu, pinang sirih, dan lain-lain yang disebut abiyoker. Selain itu, juga disiapkan buaya (wonggor) yang terbuat dari pasir putih.

Buaya digunakan sebagai simbol bahwa orang yang baru datang itu telah melewati rintangan tanjung dan lautan yang luas. Buaya dipilih karena dianggap sebagai raja laut. Tak hanya buaya, ada juga pasir yang dibentuk menyerupai tuturuga atau penyu (wau).

Selain itu, ada juga piring-piring besar sebanyak sembilan buah yang diletakkan dalam bentuk barisan memanjang di depan pintu rumah. Jumlah tersebut melambangkan sembilan keret atau marga Suku Doreri.

Dalam pelaksanaannya, seseorang yang disambut harus berjalan mengitari ke arah kanan piring yang diletakkan memanjang dari arah buaya ke penyu sebanyak sembilan kali. Setelah selesai putaran pertama, kaki orang itu akan dibasuh oleh tua adat yang memandu acara.

Prosesi pembasuhan kaki ini berlangsung pada setiap putaran hingga putaran kesembilan. Setelah putaran kesembilan dan pembasuhan kaki yang kesembilan berakhir, sembilan piring dipindahkan dan selanjutnya orang tersebut akan menginjak kepala buaya yang terbuat dari pasir putih hingga hancur.

Selanjutnya, ia juga akan berjalan menuju penyu yang terbuat dari pasir putih dan menginjaknya hingga hancur. Hingga kini, upacara tradisi penyambutan mansorandak masih terus dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga tradisi turun-temurun.

 

Penulis: Resla

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya