Berpotensi Masif Akibat Perubahan Iklim, Waspada DBD di Musim Kemarau Mendatang

Faktor iklim yang berperan pada penularan demam berdarah dengue (DBD) adalah suhu, curah hujan, dan kelembaban.

oleh Arie Nugraha diperbarui 29 Jun 2024, 05:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2024, 05:00 WIB
gejala DBD
Gejala DBD pada anak./Copyright shutterstock.com

Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi perubahan iklim berupa puncak musim kemarau akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024.

Pada Juli 2024, kemarau diprediksikan terjadi di sebagian pulau Sumatera, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Kalimantan Barat, dan sebagian Kalimantan Utara.

Sedangkan pada Agustus 2024, kemarau diprediksi terjadi di sebagian Sumatera Selatan, Jawa Timur, sebagian besar pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar pulau Sulawesi, Maluku, dan sebagian Pulau Papua.

Adanya perubahan iklim tersebut dapat meningkatkan resiko penyakit menular lebih besar. Faktor iklim yang berperan pada penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suhu, curah hujan, dan kelembaban.

Menurut keterangan dari General Practitioner Klinik Laboratorium Pramita, dr Carla Pramudita Susanto di laman Hello Sehat, salah satu penyakit yang penularannya lebih pesat karena perubahan iklim adalah DBD.

"Hal ini ditemukan dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa perubahan iklim yang terjadi mendukung nyamuk berkembangbiak semakin banyak dan ganas. Penyebabnya adalah kelembapan udara yang tinggi, curah hujan yang tinggi, maupun suhu udara meningkat," ujar Carla dicuplik Jumat, 21 Juni 2024.

Carla mengatakan selain perubahan iklim, saat musim hujan akan ada banyak genangan air sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk pembawa virus dengue. Akibatnya, musim hujan cenderung membuat kasus DBD semakin meningkat.

Namun, Carla menegaskan musim kemarau juga tidak luput dari intaian penyakit demam berdarah. Seperti saat suhu cuaca yang tinggi karena terjadinya fenomena El-Nino, frekuensi nyamuk yang muncul bisa menggigit hingga 3 sampai 5 kali lipat dibandingkan pada kondisi lainnya.

"Dari perubahan iklim yang menyebabkan suhu dan curah hujan berubah secara signifikan, perpindahan habitat nyamuk mulai terjadi, sehingga Anda wajib waspada terhadap penyakit DBD," ungkap Carla.

Carla menjelaskan DBD juga merupakan penyakit umum yang menyerang masyarakat luas. Masalah komunitas ini terjadi setiap tahunnya dan menjangkit banyak orang tanpa kenal usia.

Anak-anak termasuk dalam golongan yang rentan terkena DBD, karena masih minim kesadaran akan kebersihan sekitar dan cara memproteksi diri dari gigitan nyamuk secara mandiri.

Penyakit ini tentu terjadi bukan tanpa sebab, penyebaran DBD sangat bergantung pada bagaimana kebersihan tempat tinggal dan sekitarnya, gaya hidup, hingga kurangnya kesadaran tentang cara pencegahan demam berdarah.

Demam berdarah biasanya terjadi antara empat hingga sepuluh hari setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang membawa virus dengue. Demam berdarah bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan tepat.

"Anda perlu waspada terhadap gejala DBD pertama yang bisa terjadi, seperti demam tinggi disertai sakit kepala, mual, muntah, serta nyeri sendi dan tulang," tutur Carla.

Proses dari infeksi ini juga dapat berubah menjadi kasus demam berdarah yang parah ketika demam mulai turun.

Siklus demam penderita DBD juga dikenal dengan nama siklus pelana kuda. Di mana pada 1-3 hari pertama pasien mengalami fase demam tinggi dengan suhu tubuh mencapai 40 derajat Celcius.

Kemudian di hari ke 4 dan 5 pasien memasuki fase kritis, saat demam turun dan suhu tubuh berada di angka 37 derajat Celcius.

Fase kritis ini membutuhkan perawatan khusus di rumah sakit karena kemungkinan pasien dapat mengalami pendarahan dan syok yang membahayakan nyawa. Terakhir di hari ke 6 dan 7, baru biasanya akan masuk ke fase penyembuhan atau pemulihan.

"Kualitas hidup seseorang yang terkena DBD akan menurun karena dampaknya bisa mengganggu produktivitas dan menambah beban ekonomi. Butuh waktu lebih dari satu minggu untuk pemulihan DBD, serta biaya rawat inap sekitar Rp 10-60 juta," tutur Carla.

 

Cara Menangkal DBD

Demam berdarah bisa menyerang lebih dari sekali dan berisiko lebih fatal pada orang yang pernah terinfeksi. Oleh sebab itu, DBD dapat dihindari dengan melengkapi 3M Plus dengan vaksin demam berdarah, sesuai anjuran asosiasi medis.

Vaksin ini dapat mencegah penyakit dengue dan mengurangi risiko keparahan. Pencegahan yang terintegrasi dengan 3M Plus dan vaksinasi demam berdarah, dapat memaksimalkan perlindungan untuk seluruh anggota keluarga.

3M Plus adalah gerakan pencegahan DBD yang meliputi prinsip 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) dan upaya tambahan untuk mencegah gigitan serta perkembangan nyamuk. Upaya tambahan tersebut antara lain:

- Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk, misalnya dalam bentuk lotion, semprot, atau elektrik.- Memasang kawat kasa pada jendela dan lubang ventilasi.

- Memanfaatkan benda-benda yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.

- Menanam tanaman pengusir nyamuk.

- Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk.

- Menggunakan kelambu saat tidur.- Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.

- Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.

- Menyemprotkan produk aerosol anti nyamuk di rumah.

Langkah utama dalam menghindari DBD adalah kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan kebersihan lingkungan sekitar.

Lengkapi juga pencegahan DBD dengan konsultasi ke dokter tentang vaksinasi untuk usia 6-45 tahun. Konsultasikan ke dokter untuk info lebih lanjut.

 

Vaksinasi DBD

Dilansir kanal Health, Liputan6, dokter Monica Cynthia mengatakan vaksin DBD menjadi upaya preventif yang terbukti efektif untuk melindungi diri dari DBD.

Data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia Republik Indonesia (BPOM RI) menunjukkan vaksin dengue memiliki efikasi hingga 80,2% untuk mencegah DBD. Selain melindungi dari infeksi, vaksin dengue juga mampu mencegah kasus rawat inap akibat virus Dengue hingga 95,4%.

"Berbagai studi melaporkan bahwa antibodi yang ada di dalam vaksin dapat melemahkan virus dengue sehingga menghindarkan pasien dari komplikasi serius yang dapat timbul dari penyakit ini," kata Monica.

Vaksin DBD dapat diberikan sejak usia 6 tahun hingga 45 tahun yang memiliki kondisi sehat. Namun, vaksin dengue tidak disarankan bagi individu yang tengah hamil, mengalami kondisi imunokompromais (kanker dalam kemoterapi, steroid dosis tinggi, imunodefisiensi primer) dan penderita HIV yang tidak dalam terapi ARV.

Mengenai efek samping pasca mendapat vaksin DBD, Monica mengatakan hal itu bisa terjadi. Diantaranya nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, malaise, demam ringan, dan lain-lain. Dokter yang melakukan vaksinasi bakal memberitahukan hal tersebut. Namun, jika efek samping itu terjadi bisa kembali menghubungi dokter.

"Apabila itu terjadi, masyarakat dapat berkonsultasi dengan dokter,” tambah Monica.

 

Cara Mendapatkan Vaksinasi DBD

Di tengah kenaikan kasus DBD yang hingga pekan ke-18 di angka 91 ribu, layanan kesehatan digital Halodoc memiliki layanan yang mempermudah masyarakat mendapatkan vaksin DBD. Lewat layanan Home Lab & Vaksinasi masyarakat bisa mengakses untuk mendapatkan vaksin DBD.

Pelaksanaan vaksinasi DBD bisa dilakukan di rumah, kantor atau maupun kafe sesuai perjanjian.

"Kami ingin turut berperan dalam upaya penanganan lonjakan kasus DBD. Dalam hal ini, Halodoc hadirkan akses vaksin dengue yang dapat dimanfaatkan secara mudah oleh masyarakat di rumah atau kantor mereka," kata Chief Operating Officer Halodoc, Veronica Sari Utami.

Vaksin DBD serta vaksin lain yang diakses di Halodoc dipastikan terdaftar di BPOM. Lalu, yang menyuntikkan vaksin DBD adalah dokter.

"Dengan adanya dokter profesional yang melakukan pemeriksaan sebelum dan setelah vaksinasi, diharapkan pengguna dapat merasa lebih aman saat menjalani vaksinasi,” kata Veronica.

Kasus DBD di Indonesia

Hingga pekan ke-18 tahun 2024 sudah ada 91.269 kasus demam berdarah dengan 641 kematian seperti disampaikan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Angka kasus DBD pada 2024 tiga kali lipat lebih tinggi dari 2023. Di pekan yang sama pada tahun lalu, Kemenkes mencatat 29.822 kasus dengan angka kematian 227.

Mengenai angka kasus yang tiga kali lipat lebih tinggi, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan efek dari El Nino.

"Kalau kita lihat data 20-30 tahun terakhir, peningkatan kasus DBD selalu terjadi di kisaran El Nino dan El Nino itu ada siklusnya," kata Budi Gunadi Sadikin dalam video di akun Youtube Komisi IX DPR RI

Siklus El Nino, kata Budi, ada di kisaran 3 tahun sekali dan lima tahun sekali. Maka bila menilik data angka kasus DBD juga sempat naik pada 2016 kemudian turun lagi. Lalu, beberapa tahun kemudian alami kenaikan lagi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya