Sejarah Singkat Dulmuluk, Kesenian Teater Khas Sumatra Selatan

Tak hanya sebagai kesenian tradisional, kesenian teater dulmuluk juga menjadi bagian dari harga diri dan identitas masyarakat Sumatra Selatan. Tak heran, jika kesenian ini masih tetap eksis hingga kini.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 03 Jul 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2024, 19:00 WIB
Melestarikan Dulmuluk, Teater Jenaka dan Budaya Asli Palembang
Teater Dulmuluk dari Sanggar Harapan Jaya Palembang Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Dulmuluk merupakan kesenian teater tradisional yang berkembang di wilayah Palembang, Sumatra Selatan. Sejarah terbentuknya kesenian ini melalui proses yang cukup panjang.

Mengutip dari balitbangnovdasumsel.com, dulmuluk berawal dari kitab Kejayaan Kerajaan Melayu yang berjudul Syair Abdul Muluk. Tulisan tersebut selesai ditulis pada 2 juli 1845. Hingga kini, teater dulmuluk telah menjiwai kehidupan masyarakat Sumatra Selatan.

Pada dasarnya, awal terbentuknya teater tradisional Sumatera Selatan yang lahir di Kota Palembang adalah karena pembacaan syair oleh Wan Bakar. Ia membaca tentang syair Abdul Muluk di sekitar rumahnya di Tangga Takat 16 Ulu pada 1854.

Agar lebih menarik perhatian, pembacaan syair kemudian disertai dengan peragaan oleh beberapa orang. Selain itu, juga ditambahkan iringan musik gambus dan terbangan agar suasana semakin semarak.

Ahasil, acara itu berhasil menarik minat masyarakat untuk datang berkumpul. Pada 1860 syair Kejayaan Kerajaan Melayu yang menjadi awal terbentuknya teater ini juga diterbitkan di Singapura dalam bahasa Melayu oleh Syaidina dan Haji M. Yahya.

Selanjutnya pada 1893, Dr. Philipus mencetak kembali syair tersebut dengan menggunakan bahasa Latin. Pada versi ini syair diterbitkan oleh Tijschrift Van Nederlands India di Roterdam.

Kemudian, muncul sebuah buku yang diterbitkan oleh De Burg Amsterdam dengan judul Syair Abdul Muluk. Dalam versi buku ini terdapat banyak perubahan, seperti Berbahan menjadi Berhan, Siti Arohal Bani menjadi Siti Roha, Abdul Roni menjadi Abdul Gani, dan lainnya. Bukan tanpa alasan, perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan ejaan waktu itu (genre).

Dari perjalanan panjangnya, hingga kini kesenian dulmuluk masih tetap bertahan. Teater dulmuluk pun telah menjadi semacam ekspresi estetik masyarakat dalam tiap-tiap daerah atau suku yang tersebar di seantero Sumatra Selatan.

Sejalan dengan itu, kesadaran sosial budaya masyarakat pun semakin menguat. Masyarakat sadar bahwa upaya mempertahankan keberadaan berbagai  genre tradisi lisan di Sumatra Selatan, khususnya dulmuluk, merupakan salah satu bentuk semangat kolektif.

Tak hanya sebagai kesenian tradisional, kesenian teater dulmuluk juga menjadi bagian dari harga diri dan identitas masyarakat Sumatra Selatan. Tak heran, jika kesenian ini masih tetap eksis hingga kini.

 

Penulis: Resla

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya