Guru Besar ITB: Warga Indonesia Telan 52 Juta Partikel Mikroplastik per Bulan

Data tersebut dirujuk dari sebuah penelitian yang dikerjakan Fengqi You dan Xiang Zhao dari Cornell University, Amerika Serikat pada 2024.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 05 Jul 2024, 08:00 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2024, 08:00 WIB
Ilustrasi Mikroplastik
Ilmuwan Temukan Sembilan Jenis Mikroplastik di Jantung Manusia (Sumber: Ilustrasi Depositphoto)

Liputan6.com, Bandung - Warga Indonesia disebut menjadi masyarakat yang paling banyak menelan partikel mikroplastik di dunia. Kondisi itu dinilai akibat dari cemaran  sampah ke lingkungan, antara lain dipicu minimnya akses pengelolaan sampah.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Bidang Sirkularitas Limbah Padat dan Persampahan Menuju Keberlanjutan, Fakultas Teknisil Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Ir. Emenda Sembiring, dalam Orasi Ilmiah Guru Besar pada Juni lalu, dicuplik Liputan6.com lewat kanal YouTube ITB, Rabu, 3 Juli 2024.

Dia menyampaikan, masyarakat Indonesia rata-rata menelan sebanyak 52 juta partikel mikroplastik setiap bulan. Data tersebut dia rujuk dari sebuah penelitian yang dikerjakan Fengqi You dan Xiang Zhao dari Cornell University, Amerika Serikat pada 2024.

"Kita dikagetkan dengan artikel jurnal penelitian bahwa intake mikroplastik di diet parkapita di Indonesia tertinggi di dunia 15 gram/bulan, menurut penelitian Zhao dan You, 2024," kata Emenda. "15 gram/bulan itu kurang lebih 52,5 juta partikel mikroplastik perbulan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia," imbuhnya.

Emenda menyampaikan, timbulan sampah plastik di Indonesia sekitar 10.247.713 ton/tahun. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 39 persen atau setara 4 juta ton yang terkelola.

Sedangkan, 5 persen atau setara 601 ribu ton dibuang sembarang, dan 47 persen atau 4,8 juta ton dibakar dan ditimbun.

 

Kebocaran Sampah

Jumlah timbulan sampah sebanyak itu, katanya, belum diimbangi dengan akses pengelolaan sampah. Rata-rata akses pengelolaan sampah di seluruh kota kabupaten di Indonesia baru mencapai 39,1 persen. Adapun, kota kabupaten yang sudah memenuhi standar pelayanan minimal baru mencapai 22 persen.

Data-data tersebut diujuk Emenda berdasarkan Analisis Perhitungan Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) dan dinas terkait, Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, dan Data Kependudukan 2022.

Diperkirakan, jumlah sampah yang dibuang langsung ke sungai itu berjumlah 601.225 ton/pertahun. Jumlah sampah yang langsung dibuang ke lingkungan daratan adalah 789.847 ton/tahun. Jumlah sampah yang dibakar diperkirakan 4.708.417 ton/tahun.

"Sampah ini pada akhirnya akan tercecer ke lingkungan. Plastik akan dominan terlihat banyak di lingkungan karena plastik mempunyai sifat yang tahan lama dan persistens. Sampai yang berukuran makro akan berubah menjadi berukuran mikro," katanya.

"Ada yang disebut megaplastik lebih besar dari 100 millimeter, makroplastik lebih besar dari 20 milimeter, mesoplastik 20-5 millimeter, mikroplastik antara 1 mikrometer-5 millimeter, dan nanoplastik lebih kecil dari 1 mikro meter," jelasnya.

Semakin kecil ukurang mikroplastik, kata Emenda, semakin mudah partikel plastik ini di-uptake atau diserap oleh manusia dan biota lainnya.

"Pemahaman tentang kondisi kebeerdaan mikroplastik menarik perhatian kami, sehingga kami banyak melakukan penelitian tentang keberadaan sampah plastik terutama sungai dan pesisir," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya