Â
Liputan6.com, Jakarta - Iyus Sugirman atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mama Ghufron telah membuat geger banyak orang dengan isi ceramahnya yang disebut kontroversial. Menanggapi hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku akan membina dan meluruskan kembali pemahaman yang bersangkutan tentang Islam.
"In syaa Allah terus akan kita tangani dengan cara dibina dan diluruskan pemahamannya. Kita akan gali sejauh mana ajaran-ajarannya. Kita selesaikan dengan cara dakwah maupun dengan menempuh jalur hukum," ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis, Rabu (10/7/2024).
Advertisement
Nama Mama Ghufron belakangan menjadi perbincangan di media sosial. Pasalnya, potongan-potongan videonya memunculkan kontroversi.
Dalam potongan-potongan video yang beredar, Ghufron mengaku-ngaku bisa berbicara dengan semut, video call dengan malaikat, dan kontroversi lainnya.
Cholil Nafis mengatakan MUI tengah melakukan pengkajian lebih lanjut terkait ajaran yang dibawa oleh Ghufron. Ia mengaku terheran-heran saat melihat video Ghufron bisa melakukan panggilan video dengan malaikat.
"Ada statemen yang menyatakan video call dengan malaikat maut. Gimana caranya? Di sini sudah tidak berdasar sama sekali apa yang diucapkan," katanya.
Â
Dampak Negatif dari Pemahaman Agama yang Salah
Sementara itu, Ketua Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan MUI Utang Ranuwijaya menyampaikan telah berkomunikasi dengan MUI Kabupaten Malang merespons kasus tersebut. Pasalnya, telah banyak pertanyaan dari masyarakat terkait Mama Ghufron.
"Hadirnya seorang yang sangat kontroversial yang sangat meresahkan masyarakat. MUI Malang juga telah berupaya untuk bertemu dengan Mama Ghufron, tapi yang bersangkutan tidak menghadiri undangan tersebut," kata Utang.
Mangkirnya dari undangan MUI Malang tersebut, Utang menyampaikan bahwa hal ini menjadi framing bahwa yang bersangkutan seperti tidak ada masalah dengan MUI.
Namun demikian, pihaknya dan tim masih terus berkoordinasi dengan MUI daerah untuk mencari penyelesaiannya. Upaya tersebut dilakukan sebagai langkah agar media sosial tidak memberikan dampak negatif terhadap pemahaman keagamaan yang salah.
Advertisement