Liputan6.com, Yogyakarta - Warisan budaya wayang kulit memiliki detail yang indah dan megah. Ternyata, tahap pembuatannya melalui proses yang rumit, mulai dari memilih bahan hingga proses ukir dan pewarnaan.
Sebagai seni pertunjukan boneka yang berbeda dari yang lainnya, wayang kulit berdiri unggul dengan ciri khasnya sendiri. Hal itu terletak pada gaya tutur dan kisah yang diceritakan.
Dalam proses pembuatan wayang kulit, banyak hal yang perlu diperhatikan, mulai dari pemilihan bahan, detail proses pembuatan, hingga penyelesaian akhir yang harus sesuai pakem. Mengutip dari indonesiakaya.com, untuk menghasilkan wayang kulit berkualitas baik diperlukan kulit kerbau yang bagus.
Advertisement
Baca Juga
Adapun proses pembuatannya diperlukan waktu sekitar satu bulan. Pertama, kulit kerbau harus dikerok terlebih dahulu untuk menghilangkan bulu dan kotorannya.
 Selanjutnya, menggambar pola pada kulit yang telah dikerok. Proses corek ini menjadi acuan dalam tahap menatah. Setelah pola selesai dibuat, barulah berlanjut ke proses tatah atau mengukir.
Proses tatah konon menjadi penentu baik-buruknya kualitas wayang. Wayang yang bagus memiliki tatahan yang halus dengan paduan motif yang serasi antara satu dengan yang lainnya.
Para perajin wayang kulit harus detail, sabar, dan teliti, agar dapat membuat karya yang ciamik. Setelah selesai proses tatah, wayang kemudian diamplas.
Setelah wayang kulit terbentuk dan bagian-bagiannya disatukan, barulah dilakukan proses pewarnaan atau sungging. Dalam bahasa Jawa Kuno, kata sungging berarti meninggikan atau meningkatkan. Artinya, proses ini merupakan tahap membuat bentuk yang sebelumnya masih sederhana kemudian diperindah.
Â
Pewarnaan
Proses pewarnaannya diawali dengan pemberian warna dasar. Selanjutnya, diaplikasikan gradasi warna dari muda ke tua. Untuk hasil warna yang lebih baik dan awet, proses pengecatan dapat dilakukan beberapa kali.
Terakhir adalah pemasangan cempurit atau gagang pada wayang. Tak hanya bagian tubuh wayang, bagian cempurit juga dibuat dari bagian tubuh kerbau, yakni tanduknya. Gagang dibentuk sedemikian rupa agar wayang kulit bisa digerakkan dengan mudah oleh dalang.
Selain soal detail dan ketelitian, perajin juga harus memahami pakem atau pedoman dalam membuat wayang kulit. Hal ini merujuk pada bentuk dan detail wayang yang sudah diatur oleh pakem pewayangan.
Wayang kulit Jawa memakai standar yang sudah ditetapkan keraton sebagai pusat kebudayaan Jawa. Pemilihan bahan, penggambaran pola, pengukiran, pewarnaan, hingga ciri fisik dan perwatakan tokohnya harus sesuai.
Penokohan ini bisa dilihat dari bentuk mata, hidung, mulut, mahkota atau tutup kepala, tata rambut, perhiasan yang melekat di tubuh, posisi kaki berdiri, posisi bentuk tubuh (tegak atau menunduk), senjata pusaka yang dipakai, dan lainnya. Terkait penokohan dalam wayang kulit, terdapat istilah yang disebut dengan wanda yang berkaitan dengan perasaan yang ditunjukkan tokoh, seperti marah, senang, atau netral.
Meski demikian, beberapa tokoh wayang ada yang tidak diberi warna dan dibiarkan polos dengan mempertahankan warna asli kulit kerbau. Wayang kulit semacam ini biasanya diperuntukkan sebagai pusaka keramat atau tokoh tertentu. Proses pembuatan wayang kulit yang rumit dan membutuhkan waktu lama ini menjadikan warisan budaya ini dihargai cukup tinggi.
Â
Penulis: Resla
Advertisement