Digerus Tambang Ilegal, Sekolah Hutan untuk Orang Utan di Berau Terancam

Sekolah Hutan untuk orang utan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur kini terancam aktivitas tambang ilegal.

oleh Abdul Jalil diperbarui 24 Jul 2024, 05:35 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2024, 05:35 WIB
Tambang Ilegal di Berau
Tambang batu bara ilegal di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur kini semakin dekat dengan sekolah hutan untuk orang utan. Upaya rehabilitasi hewan endemik Kalimantan ini pun terancam.

Liputan6.com, Berau - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur sedang menghadapi aktivitas ilegal di dekat sekolah hutan untuk orang utan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kabupaten Berau. Pasalnya, kawasan tersebut kini tergerus tambang batu bara ilegal.

Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto menjelaskan, posisi aktivitas ilegal di dekat sekolah hutan yang dikelola Centre for Orangutan Protection (COP) itu semakin menggerus upaya rehabilitasi orang utan. Bisa jadi, usaha mengembalikan sifat liar orang utan jadi terhambat, bahkan gagal.

“Sekolah Hutan BKSDA Kaltim itu luasnya hanya 5 hektar dan sudah dekat dengan aktivitas itu. Proses sekolah hutan akan terganggu, apakah itu dari sisi kebisingan dan lain-lain,” kata Ari Wibawanto kepada liputan6.com, Kamis (18/7/2024).

Pelan tapi pasti, aktivitas tambang ilegal kini semakin dekat dengan Sekolah Hutan Orang Utan. Meski demikian, BKSDA Kaltim sudah berupaya melakukan upaya langkah-langkah pencegahan sambil memantau aktivitas ilegal tersebut.

Salah satu langkahnya adalah dengan mengurangi populasi di sekolah hutan yang saat ini berjumlah 11 individu orang utan. BKSDA Kaltim masih merencanakan upaya pemindahan 5 individu orang utan jika situasi semakin tidak memungkinkan untuk direhabilitasi.

“Tapi yang jelas bahwa sekolah hutan itu masih tetap terjaga dan masih kita amati. Kita masih jaga semaksimal mungkin,” sambung Ari.

Mengenai Lokasi baru untuk rencana relokasi orang utan masih dalam tahap pembahasan. Namun bagi BKSDA Kaltim, upaya menjaga kawasan sekolah hutan masih prioritas utama.

“Antisipasi saja jika sekolah hutan itu terganggu dengan aktivitas itu, maka harus dikurangi populasi di sana,” sambungnya.

Ari menyebut saat ini jarak tambang illegal dengan lokasi sekolah hutan tinggal sekitar 1 kilo meter. Jarak inilah yang kemudian masih diamati untuk mengambil langkah upaya penyelamatan orang utan yang sedang direhabilitasi.

“Tapi kami akan tetap mempertahankan sekolah hutan, bagaimanapun caranya,” kata Ari.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Konflik dengan Manusia

Orang utan Arsari
Salah satu orang utan jantan dewasa di Pusat Suaka Orangutan Arsari (PSO-ARSARI) yang dipersiapkan untuk kembali ke hutan meski dalam bentuk enclosure.

11 orang utan yang masuk sekolah hutan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan memiliki beragam latar belakang. Kebanyakan karena hasil interaksi dengan manusia, baik konflik maupun peliharaan.

“Hasil rescue (penyelamatan) terkait interaksi atau konflik di masyarakat,” kata Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto.

Ari menjelaskan, interaksi dengan masyarakat salah satunya adalah menjadikan orang utan sebagai hewan peliharaan. Setelah diambil dari masyarakat, orang utan yang kehilangan sifat alamiah di hutan dan akan direhabilitasi.

“Ada juga hasil repatriasi dari Thailand,” katanya.

Proses rehabilitasi itu kini mendapat gangguan dari aktivitas ilegal. Kawasan KHDTK Labanan kini marak aktivitas tambang batu bara ilegal.

Sekolah hutan yang menjadi harapan terakhir orang utan untuk kembali ke hutan pun terancam.

“Di sekelilingnya ada gangguan. Sangat mempengaruhi keberhasilan sekolah hutan itu sendiri. Nah, itu menjadi perhatian kita juga,” kata Ari.

Upaya terbaik untuk proses rehabilitasi orang utan sedang diupayakan BKSDA Kaltim secara maksimal.

“Memindahkan hanya salah satu opsi terbaik,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya