Prof Dr Henry Indraguna: Kasus Ronald Tannur, Putusan Hakim Tetap Harus Dihormati

Putusan hakim pengadilan, disukai atau tidak disukai tetap harus dihormati. Ada mekanisme hukum lain jika putusan dianggap tidak mencerminkan keadilan.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 05 Sep 2024, 23:12 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2024, 23:20 WIB
Henry indraguna
Henry Indraguna, anggota tim ahli hukum Wantimpres. Foto: liputan6.com/Edhie Prayitno Ige 

Liputan6.com, Semarang - Gregorius Ronald Tannur diputus bebas oleh tiga hakim PN Surabaya, usai didakwa membunuh Dini Sera Afrianti. Putusan ini memicu reaksi dari keluarga Dini Sera Afrianti. 

Tak hanya unjuk rasa di PN Surabaya,  dalam Raker DPR RI, beberapa Anggota Komisi Hukum DPR juga mempertanyakan putusan yang tidak berpihak kepada korban hingga meninggal. Hakim dianggap mengabaikan bukti dan saksi. 

Prof Dr Henry Indraguna SH menilai bahwa anggapan adanya pengabaian bukti dan saksi masih bisa diperdebatkan karena penilaian terhadap bukti dan saksi tersebut mutlak merupakan hak penuh dari hakim

"Tak ada yang boleh mengintervensi. Putusan hakim harus dijalankan dengan bebas dan merdeka," kata Henry.

Ditambahkan, dalam pertimbangan putusannya memberikan dan memuat alasan-alasan yang sah seperti digariskan di dalam Pasal 50 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sebelum memutuskan, seorang hakim pasti menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

"Sesuai Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Suka Tidak Suka Harus Dihormati

Gregorius Ronald Tannur terlihat bahagia usai divonis bebas PN Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Gregorius Ronald Tannur terlihat bahagia usai divonis bebas PN Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Menanggapi vonis bebas itu, keluarga korban kemudian mengadu ke Komisi Yudisial (KY). Hasil pemeriksaan KY merekomendasikan pemberhentian terhadap hakim-hakim tersebut kepada Mahkamah Agung.

"Pertanyaannya dasar pemberhentian karena kasus tersebut viral. Seandainya tidak viral apakah tidak ada tindakan berikutnya?" katanya.

Ditambahkan pula bahwa dalam UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 41 huruf b disebutkan bahwa pengawasan berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dan huruf c,  menjaga kerahasiaan keterangan atau informasi yang diperoleh.

"Artinya jika KY melakukan pengawasan di luar itu, secara hukum tidak berdasar dan sewenang-sewenang. Pemeriksaan juga tidak bisa terhadap isi dari putusan hakim karena bukan ranahnya KY akan tetapi ranah hakim. KY telah masuk memeriksa pokok perkara," katanya.

Apalagi Kejaksaan Agung RI telah mengajukan Kasasi. KY memang telah mengeluarkan/menerbitkan rekomendasi pemberhentian terhadap hakim hakim tersebut, akan tetapi putusan hakim tersebut secara hukum akan tetap berlaku dan dinggap sah dan tidak batal.

"Suka tidak suka semua tetap harus menghormati putusan ini. Yang bisa membatalkan putusan itu adalah tingkat peradilan yang lebih tinggi," kata Henry.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya