Makan Bergizi Gratis Perlu Dikolaborasikan dengan Pembudayaan Kegemaran membaca

Persoalan kegemaran membaca masih jadi 'PR' besar bangsa Indonesia.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 07 Okt 2024, 18:32 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2024, 18:32 WIB
Perpustakaan Mobil Keliling
Anak-anak membaca ragam buku cerita dongeng di Taman Menteng, Jakarta Senin (14/8/2023). (merdeka.com/imam buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Persoalan literasi masih akan menjadi pekerjaan rumah bangsa Indonesia. Di tengah bonus demografi yang seharusnya memberikan banyak keuntungan, terselip kondisi kemiskinan ekstrem dan tengkes (stunting) yang menghantui laju pembangunan. Kolaborasi penguatan literasi keluarga merupakan jalan keluar dari kondisi tersebut.

Hal tersebut disampaikan Deputi Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Adin Bondar ketika menjadi pembicara kunci Seminar Nasional Gerakan Pembudayaan Minat Baca (GPMB) bertemakan 'Kolaborasi Membangun Keluarga Literat Melalui Gerakan Literasi Masyarakat', yang digelar Senin (7/10/2024).

"Puncak dari bonus demografi bisa kita rasakan manfaatnya pada tahun 2045, asalkan generasi penerus pembangunan punya kecakapan literasi dan penguasaan teknologi. Jika tidak, maka akan berlaku seleksi alam," ujar Adin.

Bonus demografi merupakan kondisi dimana populasi usia produktif melebihi usia nonproduktif. Kondisi ini disadari pemerintah sehingga memasukkan isu literasi melalui pembudayaan kegemaran membaca ke dalam prioritas RPJMN 2020-2024.

Adin meyakini isu literasi akan tetap menjadi prioritas RPJMN 2025-2029. Bahkan, penguatan literasi keluarga bisa dikolaborasikan dengan program unggulan makan bergizi gratis. Program ini akan direalisasikan di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita, dan ibu hamil dan atau menyusui dengan risiko anak stunting.

Program makan bergizi gratis berangkat dari keluarga dan anak. Selaras dengan literasi keluarga yang dikembangkan Perpusnas.

"Permasalahan tengkes atau stunting saat ini bukan saja disebabkan faktor kemiskinan akibat ekonomi tapi juga akibat kemiskinan informasi dan ilmu pengetahuan sehingga gagal dalam mempersiapkan kesehatan anak sejak dini. Sebagian keluarga muda tidak punya pengetahuan bagaimana pola asupan dan asuhan terhadap anak yang baik," urai Adin.

Adin menambahkan di dalam Teori Neurologi diketahui bahwa kecakapan literasi bisa dikonstruksi sejak dini. Di mana pada fase 1.000 hari tumbuh kembang anak, neuron-neuron yang ada di otak mesti di stimulasi dengan aktivitas keliterasian, seperti Membaca Nyaring, bercerita, dan membacakan buku. Jika tidak dilakukan, maka akan terjadi penurunan fungsi otak.

 


Makan Bergizi Gratis

Secara khusus, Kementerian Keuangan secara resmi mengalokasikan anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp71 triliun dalam RAPBN 2025 yang diambil dari porsi anggaran pendidikan senilai RpRp722,6 triliun.

Pada tahap awal, program ini akan diberikan kepada peserta didik prasekolah/PAUD dan peserta didik sekolah dasar, dan sekolah menengah di daerah kabupaten/kota yang memiliki status stunting dan kemiskinan tinggi, serta daerah yang sudah memiliki kesiapan fasilitas sarana dan prasarana untuk menjalankan program makan bergizi gratis. Program ini akan dilakukan secara bertahap selama selama lima tahun.

Di tahun pertama (2025), sedikitnya 16,58 juta (20%) dari total 89,2 juta anak sekolah dan pesantren di Indonesia akan mendapatkan kebutuhan makan bergizi yang mencakup komposisi 4 sehat 5 sempurna.

"Keluarga lemah negara lemah, keluarga kuat negara kuat. Maka literasi keluarga adalah strategi menuju Indonesia Maju ke depan," pungkas Adin mengutip konsep dari filusuf sosial terkenal asal Tiongkok, Confucius (Kong Hu Cu).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya