Liputan6.com, Solo - Tari bondan merupakan salah satu seni tari khas Solo. Tarian ini menggabungkan gerak dan irama menjadi sebuah pertunjukan yang apik.
Bukan sekadar hiburan, tari bondan melambangkan kasih sayang ibu kepada anaknya. Biasanya, tarian ini dilakukan dengan menggunakan properti, seperti boneka, payung, dan kendhi.
Penggunaan properti ini bertujuan agar pesan yang disampaikan dari tarian tersebut lebih mudah diterima oleh penonton. Tentu saja, gerakan dari si penari juga menjadi aspek penting dalam tari bondan.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip dari berbagai sumber, tari bondan sudah ada di Solo sejak lama. Hingga kini, tari tradisional ini terus berkembang dan menjadi salah satu kesenian dan kebudayaan khas Solo.
Tari bondan yang dipentaskan pada zaman Kerajaan Mataram Lama biasanya dipentaskan sebagai tarian wajib bagi para kembang desa. Tarian ini juga digunakan sebagai ajang untuk menunjukkan jati diri seorang wanita Jawa yang cantik, lemah lembut, anggun, dan memiliki jiwa keibuan.
Tari bondan dibagi menjadi tiga jenis, yakni tari bondan cindogo, tari bondan mardisiwi, dan tari bondan pegunungan atau tari bondan tani. Setiap jenis tersebut memiliki nilai filosofis yang berbeda.
Tari bondan cindogo menyimbolkan rasa cinta sosok ibu kepada anaknya yang telah meninggal dunia. Bisa dikatakan, jenis tari bondan ini cenderung bernuansa sedih.
Bertolak belakang dengan tari bondan cindogo, tari bondan mardisiwi dibawakan dengan perasaan riang gembira. Tari bondan jenis ini memiliki pesan kegembiraan dan kebahagiaan seorang ibu yang baru melahirkan anak.
Sementara itu, tari bondan pegunungan atau bondan tani menceritakan tentang peran seorang ibu dalam kehidupan berumah tangga. Dalam tari jenis ini, para penari akan mengenakan pakaian layaknya petani, lengkap dengan perlengkapannya.
Hingga kini, tari bondan masih menjadi salah satu tari klasik khas Solo yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Tarian ini telah ditetapkan sebagai WBTB di bidang seni pertunjukkan.
Penulis: Resla