Liputan6.com, Jakarta - Januari 2025 belum genap sebulan, tapi bencana banjir bandang dan longsor yang memakan banyak korban jiwa, seperti tahun-tahun sebelumnya, kembali terjadi di Jawa Tengah. Dari pantauan tercatat, setidaknya ada 13 titik di Jateng yang mengalami banjir dan longsor di awal tahun ini, antara lain Demak, Batang, Kendal, Grobogan, Banyumas, Pekalongan, Brebes, Semarang, Tegal, Sragen, Banjarnegara, Pemalang, dan Kebumen.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah menyebutkan, total luas daerah rawan banjir di Jawa Tengah mencapai 935.504 hektare, dengan curah hujan di Jateng rata-rata berjumlah 300-400 mm, yang membuat Jawa Tengah menjadi spot yang sangat rawan terhadap banjir.
Advertisement
Baca Juga
Ketinggian air dari banjir di Jateng juga beragam, sekitar 20-50 cm, tapi lagi-lagi penyebabnya selalu satu: curah hujan yang tinggi, yang membawa turunan penyebab lainnya, seperti tanggul jebol dan meluapnya air sungai.
Advertisement
Data yang diperoleh dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah menyebutkan, di Demak banjir terjadi pada 21 Januari 2025, merendam sebanyak 1.006 rumah di 4 desa. Banjir berdampak kepada 4.024 jiwa dan merendam 15 fasilitas ibadah, 1 balai desa, 5 sekolah, serta 943 hektare lahan pertanian.Â
Di Kebumen, banjir terjadi pada 4 Januari 2025, merendam 5 desa menyebabkan rumah warga dan bangunan pondok pesantren di Desa Sumberadi terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 60 centimeter (cm).
Di Batang, banjir terjadi pada 20 Januari 2025, menyebabkan putusnya banyaknya jembatan, antara lain Jembatan Merah Tampingan, Jembatan Kali Kupang, Jembatan Kali Beli, dan Jembatan Penghubung Desa Ngadirejo-Keteleng. Selain itu, pembangkit Listrik Tenaga Hidro di Dukuh Ketawangsari disapu banjir dan longsor terjadi di jalan menuju Sidoharjo, Bawang, menghambat lalu lintas serta rumah dan dua warga yang dikabarkan hanyut.
Di Semarang, banjir tercatat pada 20 Januari 2025, yang terjadi di 7 lokasi dan beberapa rumah terendam banjir sehingga warga mengungsi Salah satunya yang terjadi di Perumahan Dinar Indah, Meteseh, Tembalang. Menurut Ketua RW 26 Perumahan Dinar Indah, air sempat masuk ke rumah warga, diperkirakan untuk wilayah paling pinggir tanggul sampai 60 sentimeter. Akibatnya Rumah para warga itu penuh lumpur, bahkan ada perabotan yang hanyut. Tahun lalu, wilayah ini juga menjadi wilayah terdampak banjir parah.
Di Grobogan, banjir terjadi 20 Januasri 2025, menyebabkan 41 desa di 11 kecamatan di Kabupaten Grobogan terendam. Salah satu penyebab terbesar dari banjir ini adalah jebolnya 17 titik tanggul jebol dari tiga sungai, yakni Sungai Tuntang 6 titik, Sungai Jajar 10 titik, dan Sungai Tlecer 1 titik.
Menurut BPBD Kab Grobogan, 8.282 rumah tergenang banjir, 7 rumah rusak ringan dan 139 jiwa mengungsi. Selain itu, banjir juga mengakibatkan areal persawahan 5.598 Ha tergenang meliputi tanaman padi 5.193 hektare dan tanaman jagung seluas 405 hektare, serta amblesnya Jalur rel Semarang - Surabaya (Stasiun Gubug -Â Stasiun Karangjati) sedalam 3 meter.
Di Kendal, banjir terjadi 20 Januari 2025) banjir, merendam Kecamatan Patebon, Cepiring, Rowosari dan Gemuh. Di patebon tepatnya di Desa Kebonharjo, ketinggian banjir mencapai dua meter. Sehingga terjadi kemacetan yang cukup panjang dan mengakibatkan penutupan jalan dan dialihkan lewat tol. Tidak hanya itu Dilaporkan bahwa ada 50 KK atau 98 jiwa yang diungsikan di SD 2 Patebon dan Dinas Perhubungan.
Di Kota Tegal, banjir terjadi pada 19 Januari 2025, dengan ketinggian air mencapai 1,5 meter menyebabkan sedikitnya menyebabkan 1.480 rumah terdampak dan 189 warga dari Kelurahan Kaligangsa dan Kelurahan Krandon Kecamatan Margadana mengungsi. Banjir juga merendam 4 sekolah, 5 rumah ibadah dan 1 kantor kelurahan.
Di Banyumas, banjr terjadi pada 10 Januari 2025, air merendam 15 titik yang tersebar di tiga kecamatan Kelurahan Karangpucung, Karangklesem, Teluk dan Berkoh. terdapat 491 kepala keluarga (KK) atau sekitar 1.564 jiwa terdampak.Â
Di Brebes, banjir juga terjadi pada 20 Januari 2025, merencam Kecamatan Jatibarang, Songgom, Larangan, Wanasari, Brebes, Bantarkawung, Tonjong, dan Salem, menggenangi 5.011 unit rumah dengan ketinggian air bervariasi antara 20 cm hingga 80 cm dan 1 orang meninggal dunia. Selain itu, banjir juga menyebabkan kerusakan infrastruktur, termasuk putusnya jembatan di Desa Karangjongkeng, Kecamatan Tonjong, serta merusak lahan pertanian seluas 95 hektar. Ada 33 sekolah yang terdampak.
Di Pemalang, tercatat banjir juga terjadi pada 20 Januari 2025, yang menyebabkan Desa Mojo dan Desa Pesantren di Kecamatan Ulujami dilanda banjir dari luapan Kali Comal, dengan ketinggian air mencapai 50-70 cm. Menurut Kepala BPBD Kabupaten Pemalang pada 20 Januari 2025 tercatat 350 rumah warga terdampak banjir terdiri dari 400 kepala keluarga dan 2 ribu jiwa.Â
Di Sragen, banjir juga terjadi pada 20 Januari 2025, melanda 6 kecamatan, yaitu Sukodono, Tanon, Sambungmacan, Jenar, Sidoharjo, dan Sragen. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD) Sragen sebanyak 946 jiwa di enam kecamatan terdampak banjir akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan sejumlah sungai yang bermuara di Bengawan Solo meluap. Banjir yang terjadi di Kabupaten Sragen menelan korban jiwa. Anak berusia 9 tahun tewas tenggelam saat bermain di genangan banjir.
Bencana banjir melanda Desa Kasimpar, Desa Sidakangen, Desa Gunung Langit, dan Desa Kasinoman. Sebanyak 71 rumah terdampak banjir, dan sejumlah warga terpaksa mengungsi karena kondisi rumah yang tidak memungkinkan untuk dihuni.
Di Pekalongan, banjir dan longsor terjadi pada 20-21 Januari 2025, yang menyebabkan setidaknya 20 orang lebih meninggal dunia di Petungkriyono. Banyak rumah warga yang hanyut terbawa arus banjir, sementara longsoran tanah menyapu bersih area pemukiman di beberapa desa. Selain itu, banjir di Banjarnegara juga diperparah dengan gerakan tanah dipicu hujan deras yang menyebabkan sejumlah rumah rusak. Sebanyak 11 Kepala Keluarga (KK) dengan total 41 jiwa telah mengungsi ke tempat yang lebih aman, Sebanyak 71 rumah terdampak banjir.
Â
Warga Selalu Diminta Antisipasi Bencana, Dimana Tugas Negara?
Â
Menyikapi bencana banjir bandang dan longsor yang memakan banyak korban jiwa dan terus berulang, Direktur Eksekkutif Walhi Jateng Fahmi Bastian, melalui rilis resminya yang diterima Liputan6.com, Jumat (24/1/2025) mengatakan, pihaknya menolak penyebab tunggal bencana yang memakan banyak korban jiwa.
"Pemerintah tidak pernah belajar dan serius, bahkan turut memperparah bencana yang terjadi di Jawa Tengah. Misal dalam merespons banjir, pemerintah tidak melihat penyebab-penyebab tersebut secara keseluruhan, melainkan hanya melihat hujan lebat dalam cuaca ekstrem sebagai satu-satunya penyebab banjir," katanya.
Dengan demikian, respons yang dikeluarkan pemerintah cenderung hanya di kulit seja, seperti merekayasa cuaca misalsnya, tapi tidak merespons persoalan besarnya, seperti industri ekstraktif yang gila-gilaan misalnya, atau alih fungsi lahan yang masif terjadi.
"Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dalam hal ini, seringkali memasukkan rencana yang dirasa justru memiliki kecenderungan dalam 'memfasilitasi' praktik yang mendorong degradasi lingkungkungan, seperti alih fungsi lahan, sebagai contoh dalam rencana pembangunan industri, infrastruktur, maupun kawasan permukiman," kata Fahmi.
Walhi Jateng kemudian menyoroti Perda Provinsi Jawa Tengah No. 8 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024 – 2044, yang akan menghilangkan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya seluas 23.483 Ha dan kawasan perlindungan setempat seluas 69.286 Ha. Ambisi pemerintah menarik investasi berupa kawasan industri dan industri ekstraktif (pertambangan dan energi), dirasa tidak mempertimbangkan daya dukung serta daya tampung lingkungan sehingga berimbas kepada semakin parahnya kondisi kebencanaan di Jawa Tengah.Â
Jika alih fungsi ini dilakukan tanpa memperhatikan keseimbangan ekologis, seperti pengurangan tutupan hutan, maka risiko bencana seperti banjir dan tanah longsor dapat diprediksi mengalami peningkatan di kemudian hari. Dengan begitu bencana yang makan banyak korban jiwa akan terus terulang.Â
"Di konteks Jawa Tengah, banyak wilayah rawan bencana banjir dan longsor dipetakan berada di daerah dengan tutupan hutan yang mulai berkurang," katanya.
Selanjutnya, RTRW juga seringkalinya dibuat dengan tujuan mendukung pertumbuhan ekonomi, seperti pengembangan kawasan industri dan permukiman, yang pada banyak kasus mengalami benturan dengan agenda konservasi lingkungan. Misalnya, jika kawasan rawan bencana dijadikan lokasi pembangunan, risiko kerusakan lingkungan dan korban jiwa berpotensi besar untuk meningkat.
Di Jawa Tengah, pengembangan wilayah sebagai 'penopang pangan dan industri nasional' bisa berbenturan dengan kebutuhan menjaga kelestarian lahan hutan. RTRW dalam hal ini tidak hanya dibaca dalam bingkai kecenderungannya dalam mendorong agenda pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang seringkali berbenturan dengan agenda konservasi lingkungan, tetapi juga dalam persoalan banyaknya pelanggaran tata ruang di tataran praktik yang masih sering dijumpai.
Beberapa contoh yang bisa diberikan seperti pembukaan lahan ilegal atau pembangunan yang dilakukan di di zona konservasi. Kondisi-kondisi tersebut dapat menjadi neraca dalam menimbang posisi produk kebijakan pemerintah, salah satunya RTRW, yang dirasa bukan hanya belum berpihak pada agenda konservasi lingkungan, tetapi juga kurangnya pengawasan dan penegakan aturan yang akan berimbas pada kondisi yang lebih buruk dalam risiko dan dampak kebencanaan di waktu yang akan datang.
Sebaliknya, RTRW idealnya diharapkan hadir untuk memastikan kawasan lindung/konservasi tidak terpengaruh oleh kegiatan alih fungsi lahan dan praktik-praktik yang melanggar tata ruang.
Â
Â
Advertisement
Tuntutan Walhi Jawa Tengah
Â
- Memastikan warga terdampak banjir dan tanah longsor dipenuhi haknya sebagai korban bencana alam.
- Mendorong adanya riset investigasi banjir dan tanah longsor untuk mengetahui akar masalah banjir di setiap titik.
- Memasukan isu kebencanaan dalam penyusunan kebijakan di Kabupaten/kota di Jawa Tengah, serta kebijakan provinsi jawa tengah itu sendiri.
- Mengevaluasi semua kebijakan yang berpotensi semakin memperparah kebencanaan di Jawa Tengah.