Liputan6.com, Yogyakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berharap pemimpin dan elit bangsa menjadikan datangnya bulan Ramadhan sebagai momentum introspeksi apakah kebijakan yang diambil sudah benar-benar mencerminkan amanah rakyat. Semangat puasa diharapkan melahirkan langkah yang positif dan konstruktif.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengumumkan awal Ramadhan 2025 jatuh pada 1 Maret dan 1 Syawal 1446 H pada 31 Maret 2025, Rabu (12/2/2025). “Mungkin akan ada perbedaan dengan berbagai pihak terkait dengan penetapan ini. Namun, kita perlu mengedepankan sikap tasamuh (toleransi). Seperti yang sering kita alami, perbedaan ini adalah hal biasa,” katanya di Yogyakarta.
Usai pengumuman, PP Muhammadiyah juga menyampaikan sepuluh poin pesan Ramadhan sebagai bekal ruhaniah, terutama bagi kaum Muslimin dan warga Muhammadiyah. Salah satu poin pentingnya adalah mengajak kaum Muslimin menjadikan puasa dan ibadah lainnya sebagai proses pencerahan jiwa, pikiran, dan tindakan agar menjadi pribadi yang lebih baik. “Terutama bagi para elite bangsa, termasuk elite di Muhammadiyah, puasa harus menjadi momentum untuk introspeksi. Apakah kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan amanah rakyat?” terangnya.
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, apakah hasil Pemilu dan Pilkada 2024 sudah benar-benar menjadi representasi rakyat yang memiliki nilai spiritual tinggi, menjaga amanah dengan baik, berorientasi pada kepentingan bangsa serta negara, dan bukan kepentingan pribadi dan kelompok? Kepada elite bangsa, Muhammadiya ingin mengajak mereka mengambil hikmah puasa.
Muhammadiyah mengimbau dengan rendah hati agar warga dan elite bangsa mengambil hikmah yaitu dengan menahan lapar dari pagi hingga magrib. Dimana itu mengajarkan untuk hidup lebih hemat, tidak boros, serta mampu membedakan antara kebutuhan, kepentingan, dan keinginan. “Berangkat dari semangat puasa, saya setuju bahwa penghematan dan upaya menghindari pemborosan yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto adalah langkah yang positif dan konstruktif,” ucapnya.
Namun, kebijakan ini harus dilaksanakan secara sistematis dalam sistem pemerintahan dengan regulasi yang matang, serta diikuti oleh kerelaan para pejabat publik untuk hidup lebih hemat. Langkah penghematan anggaran ini harus diimbangi dengan peningkatan sumber pendapatan negara agar pembangunan dapat berjalan dengan baik. Anggaran negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat dan mengatasi permasalahan seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial. “Elite bangsa harus menghindari sikap hidup berlebihan, arogansi, dan tindakan yang tidak patut dicontoh oleh rakyat. Lebih dari itu, mereka harus menjadi role model dalam kepemimpinan,” tutupnya.