Liputan6.com, Garut - Pembahasan Nusyuz dalam bahtsul masail konferensi cabang (Konfercab) ke-10 PCNU Garut, Jawa Barat, menjadi bentuk perhatian Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) terutama badan otonom (banom) Fatayat Garut, pada hak perempuan.
Wakil Ketua V PC Fatayat NU Garut Chotijah Fanaqi, sekaligus salah satu peserta Bahtsul Masail Konfercab ke-10 PCNU Garut mengatakan, konsep nusyuz tidak hanya berlaku pada istri, tetapi juga suami.
“Perilaku nusyuz yang dilakukan suami juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakadilan dalam hubungan rumah tangga,” ujar dia, Sabtu petang (15/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, konsep utama nusyuz dalam konteks hubungan suami istri diangkat dari ayat Al-Qur'an Surat An-Nisa' ayat 34 dan 128, mengenai pentingnya perlakuan baik dalam sebuah pernikahan yang melibatkan suami-istri.
“Selama ini nusyuz sering diartikan sebagai pembangkangan istri terhadap suami, dapat berupa penolakan terhadap kewajiban rumah tangga atau meninggalkan hak suami dalam hal hubungan seksual tanpa alasan syar'i,” kata dia.
Namun dalam penafsiran mufassir ath-Thabari, kehadiran nusyuz disebabkan kurangnya komunikasi suami istri, sehingga penting menjaga komunikasi dan saling pengertian, kedua belah pihak untuk mencegah nusyuz.
“Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, NU memiliki pandangan yang jelas mengenai nusyuz, termasuk yang dilakukan oleh suami,” ujar dia.
Pendekatan NU dalam memutuskan perkara nusyuz karena pentingnya nilai rasa keadilan dalam memutuskan perkara, dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban kedua belah pihak (suami dan istri) dalam pernikahan.
“Pendekatan ini sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan keadilan,” kata dia mengingatkan.
Selain itu, dalam pembahasannya mengenai nusyuz, para ulama NU di Garut telah mempertimbangkan maqashid syariah (tujuan-tujuan syariah) dalam memutuskan perkara, yakni menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
“Keputusan yang diambil harus sejalan dengan upaya untuk menjaga kemaslahatan (kebaikan) dalam keluarga dan masyarakat,” ujar dia.
Untuk itu, PCNU Garut menggunakan hukum fiqih (hukum Islam) sebagai landasan utama dalam memutuskan perkara nusyuz.
“Putusan akan didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur'an, Hadis, dan pendapat ulama fiqih yang diakui, terutama madzhab Syafi'i yang umumnya menjadi rujukan utama di Indonesia, sesuai mayoritas pengikut NU,” papar dia.
Seperti diketahui, Nusyuz adalah sikap tidak patuh atau pemberontakan salah satu pasangan dalam rumah tangga. Nusyuz dapat terjadi antara suami dan istri, maupun sebaliknya. Namun yang beredar di masyarakat saat ini, konsep nusyuz sering dilekatkan pada kasus istri melawan atau menentang suami semata.