Sejarah Museum Manusia Purba Sangiran, Pilihan Wisata Edukasi di Jawa Tengah

Situs Sangiran pertama kali ditemukan oleh seorang arkeolog Belanda bernama Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pada tahun 1930-an

oleh Panji Prayitno Diperbarui 23 Mar 2025, 18:00 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2025, 18:00 WIB
Sejarah Museum Manusia Purba Sangiran, Pilihan Wisata Edukasi di Jawa Tengah
Museum Sangiran (Sumber: Wikipedia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Museum Manusia Purba Sangiran atau yang lebih dikenal sebagai Museum Sangiran merupakan salah satu situs arkeologi terpenting di dunia yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah.

Museum ini terletak di dua kabupaten, yaitu Sragen dan Karanganyar, serta menjadi pusat penelitian dan pelestarian fosil manusia purba yang telah menarik perhatian para arkeolog dan ilmuwan sejak lama.

Museum ini terdiri dari lima klaster utama yang tersebar di kedua kabupaten tersebut, dengan empat klaster berada di Kabupaten Sragen dan satu klaster lainnya terletak di Kabupaten Karanganyar. Keberadaan museum Sangiran menjadi bukti nyata akan kekayaan sejarah dan evolusi manusia di wilayah Nusantara.

Situs Sangiran pertama kali ditemukan oleh seorang arkeolog Belanda bernama Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pada tahun 1930-an. Sejak saat itu, berbagai penelitian dilakukan dan berhasil mengungkap banyak temuan fosil Homo erectus yang berusia lebih dari satu juta tahun.

Fosil-fosil ini menunjukkan bahwa wilayah Sangiran dulunya merupakan tempat hunian manusia purba yang memiliki peran penting dalam evolusi manusia. UNESCO pun mengakui Sangiran sebagai Warisan Dunia pada tahun 1996, menjadikannya salah satu situs paleoantropologi terpenting yang diakui secara internasional.

Museum Sangiran memiliki lima klaster utama, yang masing-masing menawarkan wawasan mendalam mengenai sejarah manusia purba. Klaster pertama adalah Klaster Krikilan yang merupakan pusat utama museum dan menyajikan berbagai koleksi fosil manusia purba, hewan, serta artefak budaya yang ditemukan di wilayah Sangiran.

Klaster ini memiliki berbagai diorama dan teknologi interaktif yang memudahkan pengunjung memahami kehidupan manusia purba di masa lalu. Selain itu, terdapat pula laboratorium penelitian yang memungkinkan ilmuwan terus melakukan studi terhadap fosil-fosil yang ditemukan di area ini.

Klaster kedua adalah Klaster Bukuran yang berfokus pada penelitian mengenai kehidupan manusia purba, khususnya Homo erectus. Di klaster ini, pengunjung dapat menemukan berbagai informasi mengenai bagaimana manusia purba hidup, berburu, dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

 

Promosi 1

Simak Video Pilihan Ini:

Kontribusi Pengetahuan

Klaster ketiga adalah Klaster Ngebung yang menjadi tempat ditemukannya fosil pertama Homo erectus oleh Von Koenigswald. Klaster ini menampilkan rekonstruksi lingkungan purba serta menjelaskan bagaimana proses ekskavasi dan penelitian dilakukan untuk mengungkap sejarah evolusi manusia.

Klaster keempat adalah Klaster Dayu yang menawarkan wawasan mengenai perkembangan kebudayaan manusia purba, termasuk bagaimana mereka menciptakan alat-alat batu untuk berburu dan bertahan hidup. Di sini, pengunjung dapat melihat berbagai replika alat batu serta penjelasan mengenai teknik pembuatannya.

Sementara itu, klaster kelima yang berada di Kabupaten Karanganyar adalah Klaster Manyarejo. Klaster ini berfokus pada penggalian dan penelitian lebih lanjut mengenai kehidupan manusia purba serta lingkungan di sekitarnya, memberikan gambaran lebih luas mengenai kondisi geografis dan ekologis yang mendukung kehidupan Homo erectus di masa lalu.

Banyak pengunjung, baik dari dalam maupun luar negeri, datang untuk menyaksikan langsung jejak sejarah manusia purba yang masih tersimpan dengan baik di situs ini.

Keberadaan museum ini memberikan kontribusi besar dalam memperkaya pengetahuan mengenai evolusi manusia serta memperkuat identitas budaya Indonesia sebagai salah satu wilayah yang memiliki peran penting dalam sejarah peradaban manusia.

Oleh karena itu, Museum Sangiran bukan hanya sekadar tempat penyimpanan fosil, tetapi juga merupakan simbol warisan dunia yang harus terus dilestarikan dan dikembangkan.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya