Bursa Asia Melemah Jelang Rilis Data China

Indeks saham MSCI Asia Pacifik turun 0,3 persen yang didorong indeks saham Jepang dan Australia pada Selasa pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Okt 2015, 08:15 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2015, 08:15 WIB
20150710-Pasar Saham Nikkei-Jepang3
Beberapa orang tercermin dalam papan yang menampilkan indeks pasar saham terbesar di Tokyo, Jepang, Jumat, (10/7/2015). Meskipun Nikkei mengalami kenaikan pada Jumat pagi, tetapi tertutupi oleh penurunan tajam di Fast Retailing Co. (REUTERS/Thomas Peter)

Liputan6.com, Tokyo - Bursa saham Asia melemah dari level tertinggi dalam tujuh pekan ini seiring perdagangan China diproyeksikan alami kontraksi. Sementara itu, dolar Australia melanjutkan reli terpanjang sejak 2009.

Indeks MSCI Asia Pacifik turun 0,3 persen pukul 09.21 waktu Tokyo. Diikuti indeks saham Jepang Topix melemah 0,3 persen usai libur. Indeks saham Australia/ASX 200 susut 0,5 persen. Sementara itu, indeks saham Selandia Baru/NZX 50 naik 0,4 persen.

Sektor saham energi mengalami penurunan mulai dari Jepang hingga Australia, dan mengikuti penurunan tajam dalam enam minggu.

"Pekan lalu bursa saham menguat, dan kini menciptakan jeda. Semua bank sentral telah melakukan pertemuan, dan terus mengubah status kuonya masing-masing. Sementara China tetap tenang hadapi kebijakan moneter. Investor akan melihat bila ada perubahan yang dilakukan bank sentral pada pekan depan," ujar Evan Lucas, Analis IG Ltd, seperti dikutip dari laman Bloomberg, Selasa (13/10/2015).

Kini pelaku pasar menunggu laporan perdagangan China dan menunggu pelonggaran lebih lanjut dari kebijakan bank sentral China. Perlambatan ekonomi China telah menjadi kekhawatiran yang menganggu pasar keuangan jelang akhir tahun.

Sementara itu, pelaku pasar berspekulasi kalau bank sentral terutama bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve tetap mempertahankan suku bunga hingga akhir tahun ini.

Di pasar komoditas pada pagi ini di Asia, harga minyak mentah West Texas Intermediate naik 0,9 persen menjadi US$ 47,53 per barel. Diikuti harga minyak jenis Brent menguat 1,1 persen menjadi US$ 50,43.Sekretaris Jenderal OPEC Abdalla Salem El-Badri mengatakan, permintaan minyak global sementara tumbuh sedangkan produksi negara non OPEC berkurang. (Ahm/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya