‎Ingin Beli Saham Anggota Bursa, BEI Koordinasi dengan OJK

Banyaknya jumlah broker dibanding emiten membuat broker kurang bersaing.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 14 Feb 2016, 09:45 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2016, 09:45 WIB
20160118--Investor-Tidak-Takut-Jakarta-AY
Pengunjung mengabadikan gambar bertuliskan #investor tidak takut di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/1). Direktur utama BEI Tito menjelaskan tidak terjadi pengaruh besar pasca teror terhadap perdagangan di BEI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan sedang berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pembelian saham Anggota Bursa (AB). Langkah tersebut menjadi salah satu‎ opsi untuk memperkuat AB.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Alpino Kianjaya mengatakan, pihak BEI sedang melakukan kajian terkait pembelian saham AB tersebut.

"Masih koordinasi dengan OJK, masih pembicaraan. Kami lakukan studi dan kami masih bahas dengan OJK," katanya seperti ditulis di Jakarta, Minggu (14/2/2016).

Alpino mengatakan, ‎dalam penguatan AB, pihak BEI terus melakukan koordinasi dengan OJK. Dia berharap, dengan begitu akan menemukan formula yang tepat untuk memperkuat AB serta pasar modal ke depannya.

"‎Kami perlu pembahasan lebih matang dengan OJK. Kami tidak jalan sendiri dan pembahasan OJK sampai ketemu yang terbaik formulanya, yang penting untuk industrinya," tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BEI Tito Sulistio menyatakan akan membeli saham AB. Dia menerangkan, langkah itu bakal ditempuh BEI untuk memperkuat AB.

Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan yang ada setiap AB memiliki saham di BEI. Harga saham tersebut sekitar Rp 7 miliar hingga Rp 7,5 miliar per saham dengan nominal Rp 135 juta.

"Menurut undang-undang pasar modal yang boleh menjadi member hanya pemegang saham karena semua broker kami pemegang 1 lembar saham BEI. Tapi ada beberapa yang mengatakan mau keluar tidak bisa, mau jalani susah. Bursa tawarkan buyback saham itu," ujarnya 5 Februari 2016.

Tito menuturkan, banyaknya jumlah broker dibanding emiten membuat broker kurang bersaing. Dia juga mengatakan itu pula yang membuat broker kalah saing dengan negara-negara lain.

"Karena perbandingan jumlah emiten 528 dibagi broker 115 itu 4,5 kali. Sedangkan negara lain itu di atas 7 kali, di atas 10 kali akibatnya pendapatan broker besar. Broker untung lebih banyak, broker bisa jualan lebih kenceng," tutup dia. (Amd/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya