Ratu Prabu Biayai Proyek LRT dari Utang

Manajemen PT Ratu Prabu Energi Tbk menyatakan proyek ini akan dibiayai seluruhnya dengan pinjaman dan tanpa jaminan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 09 Jan 2018, 19:45 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2018, 19:45 WIB
Libur Tahun Baru, Proyek LRT Libur Pengerjaan
Tiang-tiang proyek LRT terlihat di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (1/1). Sejumlah proyek infrastruktur lain di Ibukota, seperti proyek Light Rail Transit tampak sepi aktifitas pengerjaan dikarenakan Libur Tahun Baru. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) berencana membangun light rail transit (LRT) di Jakarta dengan total nilai investasi sekitar US$ 28 miliar hingga US$ 30 miliar. Perseroan berencana membangun secara bertahap dengan fase pertama senilai US$ 8 miliar.

Direktur Utama Ratu Prabu Energi B. Bur Maras mengatakan, proyek ini akan dibiayai seluruhnya dengan pinjaman serta tanpa jaminan. Dia melanjutkan, untuk menggarap proyek ini telah menggandeng konsultan dari Amerika Serikat yakni Bechtel Corporation.

Hasil kajian Bechtel setelah satu setengah tahun menunjukan, proyek LRT bisa dibangun di atas jalan yang sudah ada. Kemudian, memungkinkan modal kembali dengan tingkat pengembalian 10,9 persen.

"Ketiga kesimpulannya menganjurkan sistem LRT dibangun di Jakarta secepat mungkin. Kalau dalam tempo 10 tahun nggak bisa bergerak," kata dia di kantornya, di Jakarta, Selasa (9/1/2018).

Perseroan mengaku telah menawarkan kerja sama dengan tiga negara yakni Jepang, Korea Selatan, dan China. Perusahaan asal China memberikan respons paling cepat dan berminat untuk turut serta membangun LRT. Bahkan, China siap membantu dalam hal pembiayaan proyek ini.

Perusahaan asal China itu tak lain ialah China Railway Construction Corp (CRCC). Perusahaan ini turut berkecimpung dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Exim Bank of China, lanjutnya, bakal memberikan pinjaman penuh terhadap proyek ini.

"Mereka sudah bicara dengan Exim Bank China itu mendukung. Malah dia bisikan lagi kalau Eximbank pinjamkan uang dia tak memerlukan equity itu capital dari saya. Jadi no capital. Semua pinjam 100 persen," papar dia.

Dia melanjutkan, Ratu Prabu Energi akan membentuk konsorsium. Pembentukan perusahaan konsorsium ini akan sesuai arahan konsultan yakni Bechtel Corporation.

Dia menuturkan, proyek ini tidak mendapat jaminan pemerintah. Rencananya, kelangsungan proyek LRT tersebut akan dijamin perusahaan asuransi.

"Jadi kalau proyek yang penting begini, dalam jumlah besar. Sering dilaksanakan itu tanpa jaminan, tanpa modal sendiri. Karena di negara kita pemerintah tidak boleh menjamin sesuatu. Kasian juga pemerintah karena DPR tidak mengizinkan. Kita sampaikan peminjam uang ini nggak ada jaminannya. Tapi saya memberikan jaminan dalam bentuk asuransi," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Ratu Prabu Minat Bangun LRT, Menteri Luhut Beri Syarat

kereta ringan LRT atau Light Rail Transit
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek kereta ringan LRT (Light Rail Transit) Jabodetabek di Tol Jagorawi, Jakarta, Selasa (28/11). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Pemerintah tak mempermasalahkan keterlibatan swasta dalam pembangunan moda transportasi light rail transit (LRT). PT Rabu Prabu Energi Tbk (ARTI) menyatakan minatnya untuk membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun LRT dengan nilai investasi US$ 25 miliar.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, meskipun belum mengetahui rencana tersebut secara detail, pihaknya memastikan akan membuka peluang jika memang Ratu Prabu ingin membangun LRT.

"Itu saya tidak tahu, kalau itu memang ada. Dia bawa duit sebesar itu ya silahkan saja," kata dia di Kementerian Koorinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Senin 8 Januari 2018.

Meski begitu, Luhut memberikan persyaratan jika swasta membangun LRT. Pertama, teknologi yang dibawa mesti ramah lingkungan. "Pertama, semua teknologi yang dibawa ramah lingkungan. Entah dari langit, dari surga, neraka, supaya jelas," ujar dia.

Kemudian, menggunakan tenaga kerja dari Indonesia. Meski, dia juga menyadari dalam tahap awal proyek biasanya menggunakan tenaga kerja luar.

"Dalam tiga empat tahun ini harus membuat training atau pendidikan untuk menyiapkan orang mengganti mereka. Siapa pun dia itu," ujar dia.

Terakhir, memberikan dampak dari industri dari hulu hingga hilir. Selain itu, memberikan transfer teknologi ke Indonesia.

"Yang ketiga, harus bisa hulu ke hilir dan transfer teknologi. Misalnya kita tadi ada nikel, sudah harus ke stainless steel, carbon steel yang kelipatannya bisa 100 kali bahkan lebih. Yang terakhir transfer teknologi supaya masyarakat paham," pungkas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya