ALUDI Bidik Dana Rp 500 Miliar dari Securities Crowdfunding pada 2021

Ketua ALUDI, Reza Avesena mencatat total dana yang berhasil dihimpun dari layanan urun dana mencapai Rp 198,68 miliar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 15 Mar 2021, 13:23 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2021, 12:11 WIB
UMKM Diajak Manfaatkan Fasilitas GSP Ekspor Produk ke AS
Pekerja membuat mebel di kawasan Tangerang, Selasa (3/11/2020). Kementerian Koperasi dan UKM mengajak para pelaku UMKM yang telah siap mengekspor untuk memanfaatkan Generalized System of Preference (GSP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Layanan Urun Dana (ALUDI) memproyeksikan total dana yang dapat dihimpun dari securities crowdfunding atau layanan urun dana mencapai lebih dari Rp 500 miliar pada 2021.

Adapun sampai dengan saat ini, Ketua ALUDI, Reza Avesena mencatat total dana yang berhasil dihimpun dari layanan urun dana mencapai Rp 198,68 miliar.

“Kita proyeksikan di 2021 itu akan bertambah lagi sekitar Rp 500 miliar,” kata dia dalam Webinar Securities Crowdfunding, Senin (15/3/2021).

Untuk diketahui, securities crowdfunding merupakan layanan urun dana yang difokuskan untuk membantu pembiayaan UMKM. Aturan nini termaktub dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 57/POJK.04/2020. 

Selain target dana dihimpun, Reza juga memaparkan target pertumbuhan 400 member baru hingga akhir 2021. Saat ini, setidaknya sudah ada 345.824 member atau pengguna layanan urun dana. Angka ini berasal dari empat penyelenggara yang sudah berizin.

Tempat penyelenggara yang dimaksudkan antara lain PT Santara Daya Inspiratama (Santara), PT Investasi DIgital Nusantara (Bizhare), PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana), dan PT Numex Teknologi Indonesia.

“Saat ini sudah ada 136 penerbit yang melakukan listing dan diproyeksi di 2021 akhir akan nambah lagi 500 UMKM yang berhasil melakukan penawaran pada tahun 2021,” kata Reza.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Himpun Dana lewat Equity Crowdfunding

UMKM Diajak Manfaatkan Fasilitas GSP Ekspor Produk ke AS
Pekerja membuat mebel di kawasan Tangerang, Selasa (3/11/2020). Generalized System of Preference (GSP) atau fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk memungkinkan produk UMKM lebih banyak diekspor ke Amerika Serikat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti minimnya akses pembiayaan bagi sektor UMKM yang berasal dari pasar modal.

Hal ini mendorong OJK untuk menerbitkan  Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020.  Aturan tersebut berisikan Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding), menggantikan POJK 37/2018 tentang Layanan Urun Dana melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).

Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen menilai, sebagai salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar dalam perekonomian nasional, akses UMKM untuk dapat memperoleh pembiayaan khususnya melalui pasar modal masih terbilang sangat kecil.

"Sebagai gambaran singkat sebelum dikeluarkannya POJK nomor 57 ini, sepanjang 2020 jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang menerbitkan saham di equity crowdfunding dari empat penyelenggara mencapai 129 penerbit dengan jumlah dana yang dihimpun mencapai Rp 191,2 miliar,” kata dia dalam Webinar Securities Crowdfunding, Senin (15/3/2021).

Dari angka itu, lanjut Hoesen, jumlah pelaku UMKM yang mengakses crowdfunding equity ini memang masih sedikit dibanding total UMKM yang ada di Indonesia. Menurut data Kementerian UMKM pada 2018, telah mencapai 64 juta pelaku usaha UMKM.

"Namun demikian kehadiran pembiayaan urun dana ini diharapkan untuk memberikan angin segar bagi para pelaku UMKM untuk dapat mengakses dan memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif pendanaan. Sehingga pada akhirnya dapat membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya