Mau Pakai Securities Crowdfunding untuk UMKM? Perhatikan Dulu Hal Ini

Sejumlah analis menilai skema securities crowdfunding akan memberi dampak positif, baik bagi UMKM maupun pasar modal.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 28 Jan 2021, 20:39 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2021, 20:33 WIB
Proyeksi Alokasi Anggaran Program PEN 2021 Capai Rp 403,9 Triliun
Pekerja UMKM melakukan pembuatan kue di Tanah Kusir, Jakarta, Rabu (13/1/2021). Untuk bidang UMKM dan pembiayaan korporasi dialokasikan Rp63,84 triliun dengan fokus pada subsidi bunga KUR reguler. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Ke­uangan (OJK) resmi meluncurkan securities crowdfunding (SCF) bertepatan dengan perdagangan bursa perdana 2021. Penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi ini diharapkan bisa menjadi alternatif sumber pendanaan bagi UMKM untuk mengembangkan usahanya. 

Hingga saat ini, sudah ada empat penyelenggara penawaran efek melalui urun dana yang mendapat izin OJK. Hingga 31 Desember 2020, OJK mencatat nilai total dana yang dihimpun mencapai Rp 184,12 miliar, dengan jumlah usaha yang dibiayai mencapai 124 perusahaan.

Sejumlah analis menilai skema ini akan memberi dampak positif, baik bagi UMKM maupun pasar modal. Kendati begitu, ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi SCF ini.

"Crowdfunding lewat mekanisme SCF memang jadi solusi pendanaan UMKM , ini hal yang bagus. Tapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti tidak semua jenis usaha UMKM menarik di mata investor,” ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (28/1/2021).

Ia menuturkan, setidaknya ada dua macam UMKM yang menjadi pertimbangan investor. Pertama, ada UMKM kategori favorit yang menawarkan tingkat pengembalian untung besar dan produknya sedang laris dipasaran.

Sebaliknya, yang kedua adalah UMKM yang berorientasi jangka panjang dan produknya relatif banyak pesaing. Menurut Bhima, kelompok UMKM ini akan sulit mendapatkan pendanaan.

"Jadi prinsip winner takes all berlaku dalam SCF. Ada yang dapet banyak pendanaan tapi ada yang tidak dapat sama sekali,” ujar dia.

Sementara, Bhima menilai skema SCF ini membuat investor tertarik membiayai kegiatan UMKM yang sesuai dengan proposal awal sehingga UMKM akan kesulitan melakukan perubahan bisnis.

"Ketika ada rencana perubahan bisnis ini sulit dilakukan karena pelaku umkm terikat perjanjian jangka panjang dengan investor dalam skema SCF,” kata Bhima.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Literasi Keuangan Masih Rendah

Target Penyaluran Banpres Produktif untuk UMKM
Pekerja menyelesaikan pembuatan kue kering di Jakarta, Rabu (30/9/2020). Kemenkop UKM menyatakan realisasi penyaluran bantuan presiden (Banpres) produktif untuk UMKM senilai 2,4 juta/UKM hingga 21 September 2020 mencapai 5.909.647 usaha mikro atau sekitar 64,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, ekonom senior Piter Abdullah menekankan pada tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia yang masih rendah. Menurut dia, ada potensi pemanfaatan ketidaktahuan masyarakat untuk tujuan yang merugikan.

"Banyak yang memanfaatkan keluguan masyarakat kita di bidang keuangan, yang kemudian memunculkan banyak penipuan berkedok investasi,” kata Piter saat dihubungi Liputan6.com.

Bahkan, lanjut Piter, meskipun OJK sudah memiliki satgas investigasi, tetapi tidak bisa efektif jika masyarakat pasif. Dia menuturkan, masyarakat juga harus pro aktif mencari informasi, belajar, dan hati-hati dalam berinvestasi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya