Wall Street Kompak Menguat, Saham Teknologi Kembali Perkasa

Wall street kompak menguat pada perdagangan Selasa, 5 Oktober 2021 setelah alami penurunan karena kenaikan imbal hasil obligasi AS.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Okt 2021, 06:31 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2021, 06:31 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan Selasa, 5 Oktober 2021 setelah saham teknologi melemah pada perdagangan kemarin.

Pada penutupan wall street, indeks Dow Jones naik 311,75 poin atau 0,92 persen ke posisi 34.314,67. Indeks S&P 500 mendaki 1,05 persen menjadi 4.345,72. Indeks Nasdaq bertambah 1,25 persen menjadi 14.433,83. Rata-rata indeks utama tersebut masih turun pada pekan ini.

Saham-saham teknologi berkapitalisasi besar berada di zona hijau. Saham Netflix naik 5,2 persen, saham Amazon menguat 1 persen, saham Apple menanjak 1,4 persen dan saham Alphabet menguat 1,8 persen.

Saham Facebook menguat dua persen setelah turun lima persen pada Senin, 4 Oktober 2021. Saham Facebook sebelumnya tergelincir karena klaim pelapor dan layanan down.

Saham energi menguat seiring harga minyak terus naik. Harga minyak AS mencapai USD 79 per barel pada Selasa, 5 Oktober 2021 sebelum menetap ke posisi USD 78,93. Saham Chevron naik 1 persen dan Enphase Energy mendaki 1,6 persen.

Saham terkait pemulihan ekonomi antara lain jalur pelayaran, maskapai, ritel dan bank juga menguat. Saham Norwegian Cruise Line naik lebih dari 1 persen. Saham Goldman Sachs menguat 3,1 persen dan Wells Fargo bertambah dua persen.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Rilis Data Ekonomi dan Imbal Hasil Obligasi AS

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Sementara itu, pasar telah terbagi akhir-akhir ini dengan saham berkaitan pemulihan ekonomi dan teknologi kapitalisasi besar. Dua sektor itu menikmati keuntungan pada Selasa pekan ini.

Sentimen positif seputar pemulihan ekonomi berasal dari laporan the Institute for Supply Management Services PMI untuk September naik menjaid 61,9 dari 61,7 pada Agustus.

“Peningkatan kecil dalam tingkat ekspansi pada September melanjutkan periode pertumbuhan yang kuat saat ini untuk sektor jasa. Namun, tantangan berkelanjutan dengan sumber daya tenaga kerja, logistik dan material mempengaruhi kelangsungan pasokan,” ujar ISM dalam rilisnya dikutip dari CNBC, Rabu (6/10/2021).

Teknologi telah menjadi sektor dengan kinerja terburuk pada bulan lalu seiring lonjakan yang menyebabkan investor keluar dari saham bervaluasi tinggi karena kenaikan suku bunga dapat membuat keuntungannya terlihat kurang menarik.

Di sisi lain, imbal hasil meningkat karena the Federal Reserve mengisyarakat pada September 2021 akan mulai mengurangi pembelian obligasi bulanan segera. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun sekitar 1,53 persen pada Selasa waktu setempat setelah mencapai 1,56 persen pada pekan lalu.

“Penjualan sebagian didorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun. Inflasi AS lebih tinggi dan pertumbuhan yang lemah,” tulis Chief Invesment Officer Global Wealth Management UBS, Mark Haefele.

Ia menambahkan, kekurangan energi dan kebuntuan fiskal di Kongres Amerika Serikat juga jadi sentimen negatif. “Akan tetapi, kami melihat kekhawatiran seperti itu berlebihan, atau kemungkinan akan segera memudar, dan kami berharap reli saham akan kembali ke jalurnya,” ujar dia.

Menanti Persetujuan Plafon Utang

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Di Washington, AS anggota parlemen masih berusaha menyetujui untuk menaikkan atau menangguhkan batas pinjaman AS dan mencegah default pertama yang berbahaya pada utang nasional.

Departemen Keuangan memperingatkan pekan lalu anggota parlemen harus mengatasi plafon utang sebelum 18 Oktober 2021 ketika para pejabat memperkirakan AS akan melakukan upaya darurat untuk hormati pembayaran obligasinya.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen menuturkan, pihaknya yakin ekonomi akan jatuh ke dalam resesi jika Kongres gagal menaikkan plafon utang sebelum default pada utang AS.

“Akan menjadi bencana besar untuk tidak membayar tagihan pemerintah, bagi kami untuk berada dalam posisi di mana kami kekurangan sumber daya untuk membayar tagihan pemerintah,” ujar Yellen.

Namun, sejumlah orang percaya prospek saham tetap kuat setelah pasar saham melemah pada September 2021.

“Kami tidak percaya pertarungan risiko baru-baru ini akan menyebabkan penurunan berkelanjutan dan mempertahankan sikap untuk terus membeli,” ujar Chief Global Markets Strategist JP Morgan Marko Kolanovic.

Investor sedang bersiap untuk laporan pekerjaan pada Jumat pekan ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya