BNI Sekuritas Prediksi IHSG Sentuh 7.400 pada Akhir 2022, Ini Pemicunya

Equity Research PT BNI Sekuritas, Aurellia Setiabudi menuturkan, IHSG sudah naik lima persen pada kuartal I 2022 dan berpotensi naik ke depan.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 31 Mar 2022, 17:58 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2022, 17:58 WIB
Pergerakan IHSG Ditutup Menguat
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (27/7/2020). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,66% atau 33,67 poin ke level 5.116,66 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT BNI Sekuritas prediksi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menyentuh 7.400 pada akhir 2022. Sejumlah faktor penguatan IHSG antara lain harga komoditas hingga penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) GoTo.

Equity Research PT BNI Sekuritas, Aurellia Setiabudi menuturkan, IHSG sudah naik lima persen pada kuartal I 2022. Penguatan IHSG pun akan berlanjut hingga akhir 2022 yang didorong sejumlah faktor antara lain kondisi geopolitik yang solid. Indonesia tidak mengalami isu seperti negara lain dan cenderung stabil.

"Kita memperkirakan Indonesia itu akan mengalami tekanan dari perubahan kebijakan kita antisipasi di awal tahun ini. Namun, memang yang terjadi adalah Indonesia diuntungkan dengan posisi geopolitik yang solid,” ujar Aurellia Setiabudi saat Media Gathering BNI Sekuritas, Kamis (31/3/2022).

Selain itu, lonjakan harga komoditas juga menguntungkan emiten sektor energi di Indonesia. Hal ini akan beri bahan bakar untuk IHSG. Aurellia menambahkan, pelaksanaan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) GoTo juga akan berdampak untuk IHSG. Ia menuturkan, GoTo, salah satu perusahaan teknologi terbesar di Asia Tenggara.

"Jadi kita lihat IHSG kuartal I ini, IHSG sudah naik 5 persen dan ini kita lihat akan berlanjut ke depan dari IPO GoTo ,” imbuh Aurellia.

Selanjutnya momen Ramadhan dan Idul Fitri juga akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi katalis untuk pergerakan IHSG.

"Jadi kita lihat beberapa faktor ini menjadi katalis untuk pergerakan IHSG ke depan. Lalu tentunya masuk ke bulan suci Ramadhan dan juga Hari Raya Idul Fitri itu akan berdampak baik kepada ekonomi dalam negeri," ujar dia.

Aurellia juga menyebutkan, ASEAN sudah membuka ekonomi dan mobilitas untuk pelaku perjalanan luar negeri. “Kita tetap positif ya untuk IHSG di market akhir tahun 7.400. Ini adalah 17,5 kali PE di 2022,” ujar dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sentimen yang Perlu Diwaspadai

IHSG Menguat
Pekerja melintas di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,34% ke level 5.014,08 pada pembukaan perdagangan sesi I, Senin (8/6). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Meskipun demikian, Aurellia mengingatkan ada faktor risiko yang perlu dicermati, seperti komponen inflasi makanan.

"Menurut saya paling berpengaruh untuk IHSG adalah inflasi di komponen makanan. Kenapa? Karena itu sangat berdampak kepada daya beli masyarakat. BPS komponen makanan itu 25 persen. Jadi, kalau kita lihat ada pergerakan yang sangat tinggi inflasi di bahan pokok makanan. Itu tentunya akan push inflasi secara total yang lebih tinggi di atas perkiraan," ujar dia.

Ia menambahkan, salah satu pemicu inflasi juga dampak dari invasi Rusia ke Ukraina. "Salah satu yang kita cermati, karena memang dampak dari perang Rusia itu adalah komoditas makanan,” kata dia.

Aurellia juga menyampaikan, soft commodities seperti harga gandum dan kacang kedelai terus naik.“Yang paling penting harga pupuk tentunya akan dipakai untuk semua soft commodities,” kata dia.

Di sisi lain, ia menuturkan, Amerika Serikat dan Eropa sedang memasuki musim tanam dan dengan harga pupuk yang tinggi ini, ke depan akan lihat berapa yang akan petani tanam.

"Mereka dengan harga pupuk yang tinggi tentu akan melakukan rasionalisasi dan ekspektasinya adalah untuk planted areas, seperti soy bean akan berkurang. Kalau soy bean nya mahal tentu produk substitusi lainnya seperti CPO, dan minyak nabati lainnya akan terdampak,” pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya