Moody’s Sebut Credit Suisse Dapat Rugi hingga Setara Rp 46 Triliun pada Semester II 2022

Credit Suisse saat ini tengah berbenah melalui rencana restrukturisasi di bawah Chief Executive baru, Ulrich Koerner.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Okt 2022, 12:45 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2022, 12:45 WIB
Ilustrasi credit suisse (Foto: Jan Huber/Unsplash)
Ilustrasi credit suisse (Foto: Jan Huber/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service memperkirakan kerugian Credit Suisse membengkak jadi USD 3 miliar atau sekitar Rp 46,2 triliun (asumsi kurs Rp 15.417 per dolar AS) pada akhir tahun.

Analis Moody's mengatakan, kondisi itu berpotensi membawa modal intinya terjun di bawah level kunci 13 persen. Credit Suisse telah melaporkan kerugian 1,9 miliar franc Swiss atau sekitar USD 1,92 miliar pada paruh pertama 2022.

Pada Juli lalu, bank tersebut mengatakan akan beroperasi dengan rasio common equity tier 1 (CET1) antara 13 persen dan 14 persen untuk sisa tahun ini.

"Kami memperkirakan kerugian lebih lanjut pada paruh kedua tahun ini. Kami melihat kerugian USD 3 miliar untuk setahun penuh, yang berarti CET1 akan sedikit di bawah 13 persen. Jika rasio modal inti tetap secara konsisten di bawah 13 persen, itu akan menjadi kredit negatif bagi bank,” kata kata Senior Vice President Moody, Alessandro Roccati dikutip dari Yahoo Finance, ditulis Minggu (16/10/2022).

Credit Suisse saat ini tengah berbenah melalui rencana restrukturisasi di bawah Chief Executive baru, Ulrich Koerner.

Perubahan pasar yang liar dan badai media sosial membuat bank semakin sulit untuk membendung kerugian dan mendapatkan kembali pijakannya. Moody's menurunkan peringkat Credit Suisse pada Agustus, dan sejak itu mempertahankan pandangan negatif.

Penurunan peringkat mencerminkan betapa sulitnya bagi Credit Suisse untuk memposisikan kembali bank investasinya di tengah pertumbuhan ekonomi yang lambat dan pasar yang fluktuatif.

"Lingkungan pasar saat ini tidak mendukung restrukturisasi dan tidak mendukung model bisnis pasar modal Credit Suisse saat ini. Kondisi pasar yang memburuk telah mempengaruhi nilai realisasi potensial dari bisnis yang mereka pertimbangkan untuk dijual,” imbuh Roccati.

Credit Suisse menderita rugi hingga miliaran pada tahun lalu, termasuk kerugian USD 5,5 miliar dari default kantor keluarga AS Archegos Capital Management dan penutupan dana keuangan rantai pasokan senilai USD 10 miliar yang terkait dengan pemodal Inggris yang keok, Greensill.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bank Sentral Swiss Pantau Situasi Credit Suisse yang Dilanda Isu Krisis Keuangan

Sebelumnya, Swiss National Bank (SNB) atau Bank Sentral Swiss mengatakan bahwa pihaknya tengah memantau situasi di Credit Suisse, yang dikabarkan tengah dilanda permasalahan modal dan likuiditas yang membuat cemas banyak investor. Hal itu diungkapkan oleh anggota Dewan Pengurus SNB, Andrea Maechler.

Sebagai informasi, saham bank terbesar kedua di Swiss itu merosot 11,5 persen dan obligasinya menurun ke rekor terendah pada Senin (3/10), sebelum memulihkan sebagian kerugian, di tengah kekhawatiran tentang kemampuannya untuk merestrukturisasi bisnis.

"Kami sedang memantau situasinya," kata Maechler di sela-sela sebuah acara di Zurich, dikutip dari US News, Kamis (6/10/2022).

"Mereka sedang mengerjakan strategi yang akan dirilis pada akhir Oktober," jelasnya. 

Sebelumnya, SNB sempat menolak berkomentar tentang Credit Suisse, yang mengatakan memiliki basis modal dan likuiditas yang kuat. 

Bank itu akan mengumumkan rincian rencana restrukturisasi bersama dengan hasil kuartal ketiganya pada 27 Oktober mendatang.

Pada Juli 2022, Credit Suisse mengumumkan tinjauan strategi keduanya dalam setahun dan mengganti kepala eksekutifnya, membawa ahli restrukturisasi Ulrich Koerner untuk memangkas lengan perbankan investasinya dan memotong biaya lebih dari USD 1 miliar.

Perbankan ternama asal Swiss, Credit Suisse dikabarkan mengalami permasalahan modal dan likuiditas dan membuat cemas banyak investor.


Beredar Memo Bos ke Staf, Credit Suisse Diterpa Isu di Ambang Kolaps

Perbankan ternama asal Swiss, Credit Suisse dikabarkan mengalami permasalahan modal dan likuiditas dan membuat cemas banyak investor. 

Dilansir dari laman news.com.au, Selasa (4/10/2022) Credit Suisse melihat kenaikan tajam dalam spread pada credit defaultnya. Credit Suisse pun menawarkan perlindungan terhadap perusahaan yang gagal membayar obligasinya.

Laporan Financial Times menyebut, eksekutif senior Credit Suisse telah berupaya menenangkan stafnya terkait krisis keuangan yang dialaminya.

"Tim secara aktif terlibat dengan klien dan rekanan utama kami akhir pekan ini," kata seorang eksekutif kepada surat kabar itu.

'"Kami juga menerima telepon masuk dari investor top kami dengan pesan dukungan," lanjutnya.

Pernyataan itu datang setelah kepala eksekutif Credit Suisse, yakni  Ulrich Koerner, mengeluarkan memo kepada staf yang mengatakan bahwa bank tersebut berada di tengah kritis saat bersiap untuk melakukan perombakan terbaru.

"Tidak diragukan lagi akan ada lebih banyak berita di pasar dan dari pers mulai dari sekarang dan akhir Oktober," tulisnya.


Restrukturisasi

Rincian restrukturisasi besar-besaran, yang diharapkan termasuk adanya langkah PHK hingga 5.000 PHK pekerja penjualan aset, akan diungkapkan dalam tinjauan strategis pada 27 Oktober.

"Yang bisa saya katakan kepada Anda adalah tetap bekerja dengan disiplin dan tetap dekat dengan klien dan kolega Anda. Saya tahu tidak mudah untuk tetap fokus di tengah banyak narasi yang Anda baca di media — khususnya, mengingat banyak pernyataan yang dibuat secara faktual dan tidak akurat. Karena itu, saya percaya Anda tidak akan mengacaukan kinerja harga saham kita sehari-hari dengan basis modal yang kuat dan posisi likuiditas bank," demikian isi memo tersebut.

Mengutip dari Financial Times, seorang eksekutif Credit Suisse membantah laporan baru-baru ini yang menyebutkan jika Credit Suisse telah mendekati investor untuk meningkatkan lebih banyak modal.

Dia bersikeras bahwa pihaknya berusaha untuk menghindari langkah seperti itu dengan harga saham mendekati rekor terendah dan biaya pinjaman yang lebih tinggi karena penurunan peringkat.

Dari catatan Bloomberg pekan lalu, kapitalisasi pasar bank terbesar kedua di Swiss itu telah turun menjadi sekitar 10 miliar franc Swiss (USD 15,8 miliar).

Angka ini turun dari lebih dari 30 miliar franc Swiss (USD 47,5 miliar). Ini berarti setiap penjualan saham akan menjadi sangat dilutif bagi investor jangka panjang.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya