Pasar Asia Tersandung Jatuh, Situasi Covid di China Jadi Sorotan

Saham Asia-Pasifik jatuh pada hari Senin menyusul kerusuhan di China selama akhir pekan

oleh Elga Nurmutia diperbarui 29 Nov 2022, 08:09 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2022, 08:09 WIB
Bursa Asia
Orang-orang melewati gedung Bursa Efek Tokyo Rabu, 2 November 2022, di Tokyo. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta Pasar saham atau bursa di Asia-Pasifik meluncur turun setelah diawali dalam zona negatif minggu ini. Di mana, investor mengamati perkembangan situasi Covid di China.

Sementara indeks utama AS masing-masing kehilangan sekitar 1,5 persen semalam. Di Australia, S&P/ASX 200 tergelincir 0,39 persen di awal perdagangan.

Melansir laman CNBC, Selasa (29/11/2022), kontrak berjangka Nikkei di Chicago berada di level 28.090. sedangkan mitranya di Osaka berada di 28.080, lebih rendah dari Nikkei 225. Penutupan terakhir tercatat pada level 28.162,83

Jepang dijadwalkan untuk melaporkan penjualan ritel. Para analis memperkirakan penjualan tumbuh 5 persen dari tahun lalu, lebih tinggi dari angka yang direvisi sebesar 4,8 persen di September.

Saham Asia-Pasifik jatuh pada hari Senin menyusul kerusuhan di China selama akhir pekan, dan sentimen negatif terbawa ke sesi AS karena investor resah atas masalah rantai pasokan.

Presiden Fed St Louis James Bullard mengatakan Fed harus terus menaikkan suku bunga acuan dalam beberapa bulan mendatang. Diakui jika pasar mungkin meremehkan kesempatan bahwa Fed harus menjadi lebih agresif.

“Kami harus terus mengejar kenaikan suku bunga kami hingga tahun 2023, dan ada beberapa risiko bahwa kami harus mencapai lebih tinggi dari (5 persen,” kata Bullard di webinar Barron’s Live.

 

The Fed

Bursa Asia
Bangunan tercermin di gedung perkantoran yang memuat papan kutipan elektronik yang menampilkan angka Indeks Nikkei 225 di Bursa Efek Tokyo di Tokyo pada 10 Maret 2022. Behrouz MEHRI / AFP

 

Bullard membuat gejolak di pasar keuangan awal bulan ini ketika dia mengatakan kenaikan Fed hanya memiliki efek terbatas, pada inflasi sejauh ini dan bahwa suku bunga acuan mungkin perlu naik antara 5 persen dan 7 persen.

Bullard, yang merupakan anggota pemungutan suara FOMC, mengatakan bahwa Fed perlu menahan penurunan suku bunga tahun depan bahkan jika gambaran inflasi mulai menunjukkan perbaikan yang konsisten.

“Saya pikir kita mungkin harus tetap di sana sepanjang 2023 dan hingga 2024, mengingat perilaku historis inflasi PCE inti atau inflasi rata-rata terpangkas Dallas Fed. Mereka akan turun, saya pikir. Itu garis dasar saya. Tapi mereka mungkin tidak akan turun secepat yang diinginkan pasar dan mungkin yang diinginkan Fed," kata Bullard.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya