Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku telah mengkaji pengaturan pencatatan untuk perusahaan akuisisi bertujuan khusus atau special-purpose acquisition company (SPAC).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, pihaknya telah selesai melakukan studi terkait SPAC dalam 1,5 tahun yang lalu.
Baca Juga
"1,5 tahun lalu kita sudah selesai. Tapi memang untuk mengimplementasikan tentu membutuhkan bagaimana kita melihat juga perkembangan di luar," kata Nyoman dalam Temu Manajemen BEI, ditulis Jumat (3/2/2023).
Advertisement
Nyoman menyebutkan, faktor pendorong US Securities and Exchange Commission atau Bursa Efek Amerika bisa mencatatkan ratusan perusahaan tercatat setiap tahunnya karena SPAC. Hal itu tercermin dari kontribusi SPAC sebanyak 70 persen terhadap total pencatatan saham di SEC.
"Ternyata benar, SPAC di luar utamanya di US kenapa setiap tahun bisa ratusan perusahaan tercatat, itu lewat SPAC," kata dia.
Meski demikian, Nyoman mengatakan, perkembangan SPAC di luar negeri mulai meredup. Hal itu disebabkan oleh SEC yang melakukan pengawasan yang ketat terhadap sponsor atau founder.
Asal tahu saja, sponsor ini merupakan pihak yang berperan dalam menjual atau memperkenalkan SPAC.
"Memang agak redup, SEC melakukan pengawasan yang ketat terhadap sponsor. Jadi, ada masukan dari para pihak, sponsor ini perlu dijagai termasuk reputasinya," kata dia.
Dengan demikian, dalam rangka perlindungan investor, BEI menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengimplementasikan peraturan SPAC serta melihat perkembangan di luar.
"Untuk itu dalam rangka perlindungan investor kami tentu berhati-hati walaupun studi sudah lama tapi untuk bisa implementasi perlu melihat perkembangan, kita masih belum tahapan mengimplementasikan hal tersebut," kata Nyoman.
Tak hanya itu, BEI akan mencari langkah alternatif untuk memodifikasi.
"Kita mencari jalan untuk memodifikasi. Jadi, bukan baru saja kami membahas SPAC, tapi sudah dua tahun yang lalu dan kita lihat perkembangannya," tutup dia.
BEI dan OJK Masih Rembuk Perlindungan Investor Terkait Skema SPAC
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana untuk mengakselerasi total perusahaan tercatat melalui skema Special Purpose Acquisition Company (SPAC).
Adapun selama ini penambahan perusahaan tercatat dilakukan secara konvensional, yakni mengembangkan perusahaan terlebih dahulu baru dicatatkan di Bursa. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyampaikan, kajian teknis mengenai skema tersebut sudah rampung.
“SPAC ini sudah kita lakukan kajian bersama OJK di tahun kemarin. dan kita sudah selesai kajiannya. Termasuk memetakan legal issue atau supporting legal apa lagi yang dibutuhkan. Kita sudah petakan, dan sudah selesai,” kata Nyoman dalam Seminar Pencapaian Pasar Modal 2021, Selasa (25/1/2022).
Namun demikian, Bursa dan OJK juga berhati-hati dalam pelaksanaannya nanti. Termasuk bagaimana upaya perlindungan investor.
Sebelumnya, Nyoman menjelaskan, secara garis besar SPAC ini memungkinkan sejumlah stakeholder (sponsor) membentuk perusahaan kosong yang belum memiliki bisnis model. Nantinya, Perusahaan ini akan mengakuisisi perusahaan lain sesuai dengan prospektus IPO yang telah disetujui.
Sebagai perbandingan, Nyoman mengatakan 70 persen dari total IPO di Bursa AS berasa dari SPAC. Sehingga BEI juga tak menutup kemungkinan untuk mengadopsi skema ini untuk mengakselerasi jumlah perusahaan tercatat di dalam negeri.
Advertisement
70 Persen dari Total IPO di AS Berasal dari SPAC
Perusahaan kosong tersebut kemudian menerbitkan prospektus yang berisi rencana akuisisi perusahaan lain, yang nantinya menjadi isi dari cangkang yang telah disiapkan tadi.
"Mereka akan jelaskan jenis atau model bisnis apa yang akan mereka akuisisi. Macam-macam tergantung keahlian sponsor, ada IT, ecommerce, perbankan, namun harus muncul di prospektus. Akhirnya prospektus diterbitkan dan disetujui, shell company itu sudah bisa mengumpulkan dana," kata Nyoman.
Sekali lagi, Nyoman menekankan prospektus tersebut belum memiliki kegiatan operasional yang nyata. "Belum ada kegiatan operasi di dalamnya baru janji-janji saja,” imbuhnya.
Sebagai gambaran, jika dalam prospektusnya disebutkan akan mengakuisisi perusahaan e-commerce, perusahaan kosong harus melakukan akuisisi e-commerce. Dari prospektus tersebut, investor memiliki bayangan mengenai perusahaan yang akan diakuisisi, meski tak tahu persis perusahaan ecommerce mana yang akan diakuisisi.
Nyoman mengatakan, 70 persen dari total IPO di Bursa AS berasa dari SPAC. Sehingga BEI juga berupaya adaptif untuk mengadopsi skema ini guna mengakselerasi jumlah perusahaan tercatat di dalam negeri.
"Jadi konteks perlindungan investor penting sedang kita diskusikan walaupun dari sisi teknis sudah selesai untuk melakukan kajian,” pungkasnya.