Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bisa mencapai level 7.500 pada akhir 2023. Hal itu akan didukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Economist CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Wisnu Trihatmojo mengatakan, beberapa hal yang bisa mengerek IHSG salah satunya pertumbuhan ekonomi domestik pada paruh kedua 2023.
Baca Juga
"Berdasarkan tim riset kami, kami memperkirakan akan mencapai kisaran 7.250 di akhir tahun 2023. Ini ada kenaikan sebesar kurang lebih 5 persen dari angka sekarang. Catatannya, kalau nanti benar Indonesia bisa menarik dana asing dari China menuju Indoneiisa, kemungkinan bisa meningkat lagi ke 7.500," kata Wisnu dalam Money Buzz, Selasa (25/7/2023).
Advertisement
IHSG ditutup merah pada perdagangan akhir Juni 2023. IHSG turun 0,04 persen ke posisi 6.661,879 dari penutupan sebelumnya. Sejak awal tahun atau secara year to date (ytd), IHSG turun 2,76 persen sepanjang paruh pertama 2023. Namun, didukung optimisme pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua 2023, Wisnu optimis IHSG bisa menembus level 7.500.
"Jadi saya pikir ini akan sangat bergantung dengan pertumbuhan ekonomi semester II dan bagaimana investor melihat pemerintah Indonesia mencoba untuk mendorong pertumbuhan, terutama dari sisi pemilu," imbuh dia.
Seperti diketahui, tahun depan Indonesia akan menggelar pemilihan umum (pemilu) serentak. Secara historis, musim pemilu memang akan mendongkrak kinerja beberapa emiten terutama sektor konsumer sebagai konsekuensi dari aliran dana kampanye. Sektor ini pun menjadi salah satu rekomendasi Wisnu dengan emiten yang dijagokan adalah Mayora Indah Tbk (MYOR).
"Rekomendasi tim kami prefer ke mid-cap karena alokasi dana dari Asset Management itu untuk saham-saham big cap sudah mentok. Artinya mereka harus alokasikan sebagian untuk saham-saham mid cap. Ada big cap juga, terutama perbankan itu ada BBRI, BMRI, BBCA. MYOR untuk konsumer yang tersengat sentimen pemilu," beber Wisnu.
Lalu non bank ada saham Astra International Tbk (ASII). Sementara pada perusahaan mid-cap ada BFI Finance Tbk (BFIN), lalu Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), Ciputra Development Tbk (CTRA), MYOR dan Ciputra Development Tbk Tbk (EXCL).
Bukan Cuan, Kesalahan Investasi Ini Bisa Bikin Boncos
Investasi menjadi salah satu cara menghimpun pundi-pundi untuk masa depan. Salah satu instrumen atau alat investasi yang bisa dijajal yakni produk pasar modal, antara lain saham, reksa dana, dan obligasi. Namun, untuk mendapatkan imbal hasil yang maksimal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
VP Distribution and Marketing, Ashmore Asset Management Indonesia, Monicha Augustia menjelaskan, ada beberapa kesalahan yang mungkin dilakukan investor dalam investasi.
Pertama, yakni terkait risiko. Mengutip investor kenamaan, Warren Buffett, risk come for not knowing what you doing. Maksudnya, seseorang atau calon investor sebaiknya mengetahui tujuan dari investasinya agar dapat menentukan strategi yang paling sesuai.
Di sisi lain, mengetahui tujuan investasi dapat membantu investor menentukan waktu atau time horizon untuk mencapai tujuan investasi tersebut. Misalnya, seseorang ingin berinvestasi untuk dana pendidikan. Maka dapat dihitung berapa nilai investasi yang akan dilakukan, menyesuaikan tenggat waktu yang dibutuhkan untuk menghimpun dana pendidikan itu.
"Jadi penting banget untuk tahu tujuannya apa, supaya dari situ baru kita pikirkan strateginya, seperti instrumen apa yang akan dipilih dan juga jangka waktu investasinya," kata Monicha dalam Money Buzz, Selasa (11/7/2023).
Kesalahan kedua yang acap dilakukan investor utamanya pemula adalah kurang realistis. Hal ini seiring tren FOMO atau fear of missing out, di mana seseorang memiliki kekhawatiran jika ketinggalan sesuatu yang sedang populer. Sehingga tak jarang mereka hanya tergiur imbal hasil besar dan mengabaikan faktor risiko. Padahal, imbal hasil investasi berbanding lurus dengan risiko.
Advertisement
Pentingnya Kedisiplinan
Maksudnya, semakin tinggi imbal hasil investasi yang ditawarkan, semakin tinggi pula potensi risikonya. Sebaliknya, investasi dengan imbal hasil lebih rendah juga cenderung memiliki tingkat risiko yang lebih minim. Masih setali dengan tren FOMO, kesalahan lain dalam investasi yang mungkin terjadi adalah kurangnya analisis.
Investor mungkin saja termakan tren untuk mengikuti strategi tertentu dengan motif ingin segera mendapat hasil instan. Monicha mengatakan, sikap tersebut biasanya juga dibarengi dengan pola konsumtif. Di mana seseorang cenderung ingin segera membelanjakan hasil investasi jangka pendek.
Padahal, menurut Monicha, investasi mestinya dilakukan untuk waktu yang lebih panjang dengan tujuan tidak sekedar untuk konsumtif.
"Mindset jangka pendek, generasi sekarang semuanya serba instan. Jadi kadang nggak sabar. Lihat untung dikit, hura-hura. Padahal the beauty of investing itu kalau terus dilakukan secara disiplin dalam jangka waktu yang panjang supaya compound interest nya, bunga impactnya eksponensial," ujar Monicha.