Bursa Saham Eropa Melambung 12,64 Persen pada 2023

Indeks Stoxx 600 bertambah 0,1 persen dengan hampir semua sektor saham menguat di tengah perdagangan yang sepi pada akhir 2023. Kenaikan itu membuat indeks di Eropa tersebut melonjak 12,64 persen pada 2023.

oleh Agustina Melani diperbarui 31 Des 2023, 17:56 WIB
Diterbitkan 31 Des 2023, 17:56 WIB
Ilustrasi saham di Bursa Efek London (Foto: Unsplash/Jamie Street)
Bursa saham Eropa menguat pada perdagangan Jumat, 29 Desember 2023. Dengan kenaikan bursa saham Eropa itu menunjukkan akhir yang positif untuk tahun yang solid. (Foto: Unsplash/Jamie Street)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Eropa menguat pada perdagangan Jumat, 29 Desember 2023. Dengan kenaikan bursa saham Eropa itu menunjukkan akhir yang positif untuk tahun yang solid.

Dikutip dari CNBC, Minggu (31/12/2023), indeks Stoxx600, indeks regional di Eropa menguat 12,64 persen pada 2023. Indeks ini menguat dari periode 2022 yang turun sebesar 12,9 persen.

Pada Jumat, 29 Desember 2023, indeks Stoxx bertambah 0,1 persen dengan hampir semua sektor saham menguat di tengah perdagangan yang sepi. Bursa saham London ditutup lebih awal dengan FTSE 100 di zona hijau.

Saham Grifols menjadi penggerak saham terbesar dengan naik 8,4 persen setelah mengumumkan akan menjual 20 persen saham di Shanghai RAAS kepada Haier senilai USD 1,8 miliar.

Indeks DAX di Jerman telah meningkat hampir 20 persen dibandingkan 2023 meski gambaran ekonomi negara itu suram. Sementara itu, indeks CAC 40 Prancis dan FTSE 100 Inggris masing-masing naik 16,4 persen dan 3,64 persen.

Di bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street, saham sedikit berubah pada perdagangan Jumat, 29 Desember 2023. Indeks S&P 500 mengejar rekor tertinggi baru pada hari terakhir perdagangan 2023.

Berdasarkan rilis data terbaru, termasuk klaim pengangguran pada perdagangan Kamis pekan ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat melambat tanpa terhenti.

Di sisi lain, pasar bertaruh kemungkinan 72,8 persen, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) akan mulai turunkan suku bunga setelah Maret 2024, menurut FedWatch CME.

Dalam pembacaan akhir tahun ini, inflasi tahunan Amerika Serikat telah melambat menjadi 3,1 persen pada November dari 6,4 persen pada Januari.

 

Soft Landing

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Dibandingkan dengan penurunan menjadi 2,4 persen dari 8,5 persen di zona euro dan menjadi 3,9 persen dari 10,1 persen di Inggris. Keduanya juga memicu ekspektasi penurunan suku bunga pada 2024 di tengah perlambatan ekonomi yang tajam di kedua negara.

“Hilangnya momentum ekonomi Amerika Serikat (AS) pada akhir 2023 sesuai dengan pandangan dampak penuh dari kenaikan suku bunga the Federal Reserve AS yang agresif mungkin masih akan terjadi,” ujar Ekonom Berenberg.

"Meski pun demikian, the Fed tetap berada di jalur yang tepat untuk melakukan soft landing yang biasanya sulit dilakukan pada 2024. Pelonggaran inflasi telah mendorong pasar obligasi dan saham untuk memainkan tema pivot the Fed,” tulis Ekonom Berenberg.

Ekonom di Berenberg juga tidak berharap pemangkasan suku bunga hingga Mei 2024.

Di sisi lain, harga rumah di Inggris mencatat penurunan sebesar 1,8 persen hingga Desember, menurut pemberi pinjaman Nationwide, penurunan yang lebih besar dari perkiraaan jajak pendapat baru-baru ini. Akan tetapi, secara signifikan lebih rendah dibandingkan perkiraan penurunan hingga 10 persen pada awal 2023.

Kinerja Bursa Saham Eropa Terburuk sejak 2018 Imbas Inflasi hingga Perang Rusia-Ukraina

Ilustrasi Bursa Efek London (Dok: Photo by David Vincent on Unsplash)
Ilustrasi Bursa Efek London (Dok: Photo by David Vincent on Unsplash)

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Eropa menutup tahun terburuk sejak 2018 imbas sejumlah sentimen negatif. Hal itu karena perang Rusia-Ukraina, inflasi tinggi dan pengetatan kebijakan moneter memukul aset berisiko di dunia.

Indeks  acuan pan-European Stoxx merosot 1,3 persen pada hari terakhir perdagangan 2022. Namun, indeks acuan Eropa tersebut lebih rendah 17,76 persen sejak pergantian tahun. Ini merupakan kinerja terburuk sejak koreksi tahunan 13,24 persen pada 2018. Indeks saham unggulan Eropa melonjak 22,25 persen pada 2021.

Mengutip CNBC, Sabtu (31/12/2022), indeks CAC 40 Prancis melemah 1,5 persen dan DAX Jerman susut 1,1 persen. Masing-masing bursa tersebut membukukan koreksi tahuna masing-masing 9,5 persen dan 12,5 persen.

Sementara itu, indeks acuan FTSE Inggris yang buka setengah hari pada perdagangan Jumat pekan ini. Indeks FTSE 100 Inggris melemah 0,8 persen dan membukukan kenaikan tahunan 1,2 persen. Indeks FTSE 250 yang fokus pada domestik susut 19,5 persen pada 2022, dan alami kerugian terbesar sejak 2008.

Perekonomian di seluruh dunia memulai tahun ini dengan mencoba keluar dari pandemi COVID-19 seiring lockdown yang terus menerus di China. Ditambah hambatan pasokan lainnya yang disalahartikan oleh bank sentral Amerika Serikat pada 2021 sebagai tekanan inflasi "sementara”.

Invatasi tanpa provokasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 dan persenjataan selanjutnya atas ekspor makanan dan energi dalam hadapi sanksi besar-besaran oleh kekuatan barat membuat harga makanan dan energi meroket serta memperparah tekanan ini, membantu mendorong inflasi ke posisi tertinggi dalam beberapa dekade di banyak negara besar.

 

Beban Ekonomi

Inflasi menghimpit pasar-pasar Natal yang populer di Hungaria
Harga makanan khususnya telah mengalami peningkatan dramatis. Hungaria memulai tahun ini dengan harga bahan makanan melonjak hampir 50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menurut kantor statistik Uni Eropa, Eurosta. (AP Photo/Denes Erdos)

Krisis biaya hidup yang timbul dari melonjaknya tagihan energi untuk bisnis dan konsumen akhirnya mulai membebani aktivitas, sementara the Federal Reserve (the Fed) dan bank sentral utama lainnya dipaksa untuk memperketat kebijakan moneter dengan kenaikan suku bunga agresif untuk mengendalikan inflasi.

Namun, upaya menekan permintaan ini sangat membebani ekonomi yang sudah goyah. Inggris diproyeksikan sudah berada dalam rekor resesi terpanjangnya. Sementara penurunan di zona euro juga dipandang sangat mungkin terjadi.

Dengan perang di Ukraina yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda dan China dalam proses membuka kembali ekonomi seiring mengakhiri tiga tahun tindakan COVID-19 yang ketat. Selain itu, investor melihat ke depan dengan gentar hingga 2023.

"Apa yang terjadi tahun ini didorong oleh the Fed. Pengetatan kuantatif, suku bunga lebih tinggi, mereka didorong oleh inflasi dan apa pun yang didorong oleh likuiditas dijual jika Anda adalah investor saham dan obligasi, pada 2022 dengan mendapatkan kurang dari satu persen pada imbal hasil obligasi AS 10 tahun yang tidak masuk akal,” ujar Chief Investment Officer Plurimi Wealth LLP, Patrick Armstrong.

Ia menambahkan, pada 2023, the Fed tidak akan menentukan pasar. “Saya pikir itu akan menjadi perusahaan, fundamental, perusahaan yang dapat meningkatkan laba, mempertahankan margin, dan mungkin bergerak lebih tinggi,” tutur dia.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya