Liputan6.com, Jakarta - Perdagangan pekan ini diwarnai sejumlah sentimen. Community Lead Indo Premier Sekuritas (IPOT) Angga Septianus menjabarkan, sejumlah sentimen yang perlu diperhatikan pekan ini antara lain potensi perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19. Selain itu, juga inflasi Indonesia serta gerak rupiah dan foreign.
Angga berpandangan inflasi Indonesia pada Juni diprediksi turun ke 2,7% seiring tekanan harga pangan yang sudah mulai menurun, sementara itu terkait gerak Rupiah dan foreign, pada minggu ini gerak IHSG akan bergantung pada pergerakan dari Rupiah terhadap Dollar yang diperkirakan mulai stabil seiring prospek pemotongan suku bunga karena data inflasi AS yang kembali melandai.
Baca Juga
"Kembali masuknya investor asing ke saham-saham big caps juga dinantikan pelaku pasar seiring stabilnya nilai tukar. Diharapkan, terjadi pemotongan suku bunga di bulan Desember nanti. Adapun rentang USD-IDR di 16.280 - 16.450," kata Angga dalam keterangan resmi, Senin (1/7/2024).
Advertisement
Berkaca pada sejumlah data ekonomi dan sentimen minggu ini, PT Indo Premier Sekuritas merekomendasikan saham-saham yang menarik dicermati pekan ini periode 1-5 Juli 2024:
1. Buy BMRI (Support 5.925, Resist 6.550) - Potensi diperpanjangnya restrukturisasi kredit Covid sampai 2025 menjadi angin positif untuk sektor perbankan karena akan mempengaruhi kinerja sektor perbankan.
2. Buy SMGR (Support 3.560, Resist 4.100) - IDX Basic yang menjadi salah satu sektor penopang indeks di minggu kemarin berpotensi berlanjut dengan SMGR sebagai salah satu anggota IDX Basic.
3. Buy on Breakout BUKA (Support 137, Resist 152) - Terdapat akumulasi salah satu broker dan berpotensi breakout resistance 142 dalam jangka pendek. Prospek inflasi Indonesia yang kembali menurun juga membuka peluang penurunan suku bunga dalam jangka menengah dan menguntungkan emiten seperti BUKA.
Â
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Â
Bagaimana Perdagangan Saham Pekan Lalu?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan tren positifnya dan berhasil tembus di atas level 7.000. IHSG sepanjang sepekan lalu menguat 2,67% ke level 7.063,58 pada akhir perdagangan Jumat, 28 Juni 2024.
Angga menegaskan, penguatan IHSG tertopang 2 top gainers yakni IDX energy yang menguat 2,70% karena kenaikan saham DSSA dan BYAN dan IDX basic materials yang menguat 2,66% karena kenaikan saham TPIA dan SMGR. Sementara itu top losers yang menghambat penguatan IHSG yakni IDX property yang melemah 0,83% karena koreksi saham properti utama yakni PWON, SMRA dan BSDE.
Adapun sejumlah sentimen yang menopang laju IHSG yakni inflasi PCE AS, HSBC yang menurunkan peringkat saham Indonesia, potensi perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 dan window dressing akhir kuartal 2. Angga merinci inflasi PCE AS masih sesuai prediksi turun ke 2,6% karena penurunan harga barang dan energi.
"Jika inflasi semakin mendekati target 2% the Fed maka suku bunga bisa diturunkan sesuai timeline yaitu Desember. Hal ini baik untuk pasar saham secara general," terang Angga.
Terkait sentimen HSBC yang menurunkan peringkat saham Indonesia menyusul Morgan Stanley, HSBC Holding Plc menurunkan rating saham Indonesia dari overweight menjadi neutral buntut risiko tekanan earning karena tingginya suku bunga dań lemahnya Rupiah serta ketidakpastian kebijakan pemerintah karena potensi pergantian kabinet yang akan berlangsung dalam jangka pendek ini.
"Hal ini tentunya berdampak negatif terhadap potensi arus modal asing yang bisa masuk ke pasar modal Indonesia," ujar Angga. Selanjutnya, ada sentimen cukup menarik yang masih akan mempengaruhi market dalam beberapa minggu ke depan yakni sentimen potensi perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19.
Â
Â
Advertisement
Usulan Kebijakan Restrukturisasi
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang seharusnya selesai pada Maret 2024 diperpanjang hingga 2025.
OJK mengatakan sebelum pengambilan keputusan pencabutan program restrukturisasi Maret lalu telah melakukan serangkaian penghitungan dari segi kecukupan modal hingga Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). OJK juga mengawasi dan memperhatikan agar kebijakan ini tidak mengganggu likuiditas dan kapasitas pertumbuhan kredit.
"Jika jadi diterapkan perpanjangannya, ini bisa menjadi katalis positif untuk sektor perbankan," tutur Angga.
Sentimen terakhir yakni window dressing akhir kuartal II. Angga menjelaskan IHSG bergerak naik hampir 2% pada perdagangan hari Jumat seiring momentum tutup kuartal kedua dan semester I 2024. Inflow asing mencapai 2,1 triliun pada Jumat lalu. Menurut Angga, konsistensi masuknya asing harus dilihat lebih lanjut untuk meyakinkan pelaku pasar, apakah investor asing sudah mulai masuk kembali seiring meredanya inflasi AS dan potensi pemotongan suku bunga.
Â
Program Restrukturisasi Kredit Bank Imbas Pandemi Covid-19 Resmi Berakhir
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024.
Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.
Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.
OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa hal tersebut juga didukung oleh pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, dengan tingkat inflasi yang terkendali dan tumbuhnya investasi. Sejalan dengan hal itu, sejak diterbitkannya Keppres No. 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus meningkat.
Advertisement
Kondisi Perbankan Indonesia
Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik; tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) di level 27,54 persen, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14 persen dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42 persen serta tingkat rentabilitas yang memadai.
Hal ini diharapkan dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold 5 persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen.
Kontribusi Nyata
Sebelumnya, bauran kebijakan di sektor perbankan yang diterapkan telah memberikan kontribusi yang nyata, khususnya melalui Kebijakan Stimulus Covid-19, dalam menopang tekanan terhadap perekonomian sejak awal pandemi melanda hingga saat ini.
POJK Stimulus merupakan kebijakan perintis di sektor keuangan sebagai reaksi cepat (quick response) OJK yang bersifat countercyclical dalam bentuk stimulus terhadap debitur yang secara langsung maupun tidak langsung terdampak Covid-19 antara lain melalui restrukturisasi kredit.
Kebijakan stimulus yang diterbitkan oleh OJK diawali dengan POJK No. 11/POJK.03/2020 pada Maret 2020 bertujuan untuk memberikan ruang bernafas
kepada debitur yang berkinerja baik namun mengalami pemburukan akibat terdampak pandemi Covid-19.
Untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi serta mempersiapkan industri perbankan untuk kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing), OJK memperpanjang kebijakan stimulus tersebut sampai dengan 31 Maret 2022 melalui penerbitan POJK No.48/POJK.03/2020, namun dengan penerapan aspek manajemen risiko yang lebih ketat (stringent). Hal ini bertujuan memastikan implementasi kebijakan dapat lebih tepat sasaran dan terhindar dari moral hazard.
Pada 10 September 2021, melalui POJK No. 17/POJK.03/2021, OJK kembali memperpanjang kebijakan stimulus untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit dan menjaga stabilitas sistem keuangan sampai dengan 31 Maret 2023.
Â
Â
Advertisement
Ekonomi Domestik Mulai Pulih
Dalam perjalanannya, pada November 2022, OJK menilai bahwa perekonomian domestik mulai pulih, namun masih terdapat segmen dan sektor ekonomi yang dinilai masih memerlukan waktu untuk pemulihan. Oleh karena itu, OJK mengambil kebijakan memperpanjang stimulus lanjutan hingga 31 Maret 2024 yang mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) melalui KDK No.34/KDK.03/2022. Kebijakan tersebut tetap disertai dorongan kepada perbankan untuk membentuk cadangan (buffer) yang memadai dalam memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul.
Mempertimbangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, maka segmen UMKM, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki, dan Provinsi Bali menjadi target perpanjangan kebijakan stimulus lanjutan.
Tentunya penerapan kebijakan yang mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) ini diimbangi dengan penerapan aspek manajemen risiko yang lebih ketat (stringent) dan memperhatikan arah normalisasi kebijakan sejalan dengan yang dilakukan oleh negara-negara lain (common practices) sehingga dapat mempersiapkan industri perbankan untuk kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing) ketika stimulus berakhir.
Â