Liputan6.com, Jakarta PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mengantongi laba bersih konsolidasi di semester I 2024 mencapai Rp 10,7 triliun, tumbuh sebesar 3,8% secara tahunan (Year on Year/YoY).
Raihan ini didukung akselerasi pertumbuhan bisnis, baik dari sisi penyaluran kredit dan transaksi nasabah, maupun momentum perbaikan kualitas aset yang terjaga.
Baca Juga
Pencapaian laba yang baik ini didukung kinerja kredit yang mengalami akselerasi di kuartal kedua. Di mana, pertumbuhan kredit per Juni 2024 sebesar 11,7% YoY menjadi Rp727 triliun, meningkat dibandingkan pertumbuhan kredit di kuartal pertama yang sebesar 9,6% YoY.
Advertisement
Pertumbuhan kredit ini dihasilkan dari ekspansi yang prudent di segmen berisiko rendah, yaitu korporasi blue chip baik swasta dan BUMN, kredit consumer, dan Perusahaan Anak.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menjelaskan, akselerasi pertumbuhan kredit ini juga tidak lepas dari stabilnya perekonomian nasional di tengah kondisi global yang sangat dinamis, serta operating environment yang membaik bagi perbankan.
"Terutama sejak Bank Indonesia (BI) memberikan insentif berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah kepada bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor tertentu, yang berlaku sejak 1 Juni 2024," jelas dia, di Jakarta, Kamis (22/8/2024).
BI melalui insentif tersebut telah memperluas cakupan sektor prioritas kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) dengan turut mencakup sektor otomotif, perdagangan, listrik, gas, air, serta sektor jasa sosial, ekonomi kreatif, dan juga pembiayaan hijau, disamping sektor hilirisasi minerba-non minerba, perumahan, dan pariwisata yang telah ada sebelumnya.
Dengan memanfaatkan insentif ini, perbankan memperoleh tambahan likuiditas yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan penyaluran kredit kepada masyarakat.
Selain itu, bagi BNI pemberian insentif ini juga berdampak positif pada Cost of Fund (CoF) yang mulai menunjukkan perbaikan di kuartal II 2024, karena dapat dimanfaatkan momentumnya untuk memperbaiki struktur DPK.
Adapun penyaluran kredit atau loan disbursement BNI (bank only) selama semester I 2024 mencapai Rp171 triliun, meningkat 48% dibandingkan semester I 2023, yang disalurkan terutama pada korporasi blue chip baik swasta dan BUMN.
Tiga sektor ekonomi dengan penyaluran kredit terbesar adalah perdagangan, energi, dan manufaktur. Namun, secara umum BNI masih melihat loan demand yang cukup baik di seluruh sektor ekonomi.
“Ekspansi kredit kami fokuskan pada debitur top tier di masing-masing industri dan regional yang diikuti optimalisasi bisnis dari ekosistem debitur, sehingga mendorong pertumbuhan kredit di segmen lainnya, seperti consumer yang tumbuh hingga 15,1% YoY,” ujar Royke.
Highlight Kinerja Semester I 2024
Direktur Finance Novita Widya Anggraini mengatakan, secara konsolidasi, BNI mampu membukukan perolehan laba bersih semester I 2024 sebesar Rp10,7 triliun, tumbuh 3,8% YoY. Pencapaian ini relatif inline dengan ekspektasi market.
"Kami berkomitmen untuk menjaga momentum positif kinerja dan mencapai target bisnis tahun ini, antara lain dengan melihat masih baiknya loan demand, terutama di segmen korporasi, serta potensi membaiknya kondisi likuiditas di semester II 2024 dari kebijakan moneter dan fiskal, baik global maupun domestik yang lebih ekspansif,” kata Novita.
Dari sisi pertumbuhan kredit per Juni 2024 tercatat 11,7% YoY menjadi Rp727 triliun, membaik dibandingkan pertumbuhan kredit di kuartal pertama yang sebesar 9,6% YoY.
Akselerasi kredit ini dilakukan dengan tetap mengedepankan asas kehati-hatian di mana sumber pertumbuhan kredit datang dari segmen berisiko rendah yaitu korporasi blue chip baik swasta dan BUMN, dan kredit consumer, serta Perusahaan Anak.
Kredit segmen korporasi tumbuh 18,7% YoY menjadi Rp403,1 triliun yang berasal dari korporasi blue chip baik swasta maupun BUMN. Segmen consumer tumbuh 15,1% YoY menjadi Rp132,7 triliun, yang dikontribusikan terutama dari pertumbuhan personal loan dan kredit pemilikan rumah (mortgage).
Pertumbuhan kredit yang tinggi dilakukan di tengah relaksasi GWM yang diberikan oleh BI melalui insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). Relaksasi GWM ini memberikan tambahan likuiditas yang dioptimalkan untuk mendukung penyaluran kredit sekaligus dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur DPK BNI, dengan cara mengurangi porsi dana institusi pada giro dan deposito, lalu menggantikannya dengan deposito retail atau perorangan yang lebih efisien dari sisi bunga.
“Hasilnya terlihat dari total DPK kami di semester I 2024 yang tercatat tumbuh 1% YoY, didukung oleh pertumbuhan tabungan sebesar 4,3% YoY dan giro 1,1% YoY. Sementara deposito terkoreksi 2,6% YoY. Hal ini mendorong rasio CASA terhadap DPK naik menjadi 70,7% dibandingkan setahun sebelumnya sebesar 69,6%. Upaya tersebut menghasilkan efisiensi CoF, sehingga CoF di kuartal II 2024 menjadi 2,72%, membaik 7 bps dibandingkan kuartal sebelumnya,” jelas Novita.
Sebagai dampak dari akselerasi kredit di segmen berisiko rendah, kualitas aset terus membaik yang terlihat dari penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dan rasio Loan at Risk (LaR). Rasio NPL per Juni 2024 tercatat berada di level 2%, membaik jika dibandingkan Juni tahun lalu yang sebesar 2,5%. Sementara itu, LaR yang mencakup NPL, kredit pada kolektibilitas 2, dan kredit kolektibilitas lancar yang sedang direstrukturisasi tercatat sebesar 12,3%, membaik dibandingkan Juni tahun lalu sebesar 16,1%.
“Meskipun indikator kualitas aset menunjukkan perbaikan yang kuat, kami terus mengimbanginya dengan penyediaan pencadangan pada level yang cukup untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian di masa mendatang. Rasio pembentukan beban CKPN terhadap total kredit atau credit cost hingga semester I 2024 sebesar 1%, menurun 40 bps dibandingkan credit cost yang dibentuk pada semester I tahun lalu sebesar 1,4%,” jelas Novita.
CKPN yang dibentuk sangat memadai untuk mengcover kebutuhan penambahan pencadangan bagi debitur–debitur yang masih dalam perhatian khusus. Kecukupan pencadangan ini tergambar dari rasio pencadangan untuk NPL dan LaR pada posisi Juni 2024, yang berada di level memadai masing–masing sebesar 298% dan 48%.
Advertisement
Pilar Pertumbuhan Bisnis
Direktur Retail Banking BNI Corina Leyla Karnalies memaparkan, melalui agenda transformasi, BNI melakukan penajaman fokus bisnis dan perbaikan proses bisnis yang memungkinkan segmen consumer menjadi pilar pertumbuhan kedua setelah korporasi.
Segmen consumer telah tumbuh rata-rata 12% per tahun sejak 2020, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan kredit secara total bankwide yang tumbuh sebesar rata-rata 8% per tahun sejak 2020.
Adapun hingga semester I 2024 ini, segmen consumer mampu tumbuh 15,1% YoY, didorong oleh payroll loan dan kredit pemilikan rumah (mortgage), yang masing-masing tumbuh 17% YoY dan 12,6% YoY.
“Saat ini kami memiliki posisi yang cukup kuat di industri, dimana untuk produk-produk utama seperti KPR, personal loan, dan kartu kredit, BNI menjadi Top-3 dan Top-4 di industri. Kami memiliki aspirasi untuk semakin memperkuat posisi kami di segmen ini, serta menjadikan produk layanan consumer kami sebagai salah satu pilihan utama masyarakat,” kata Corina.
Salah satu kunci pertumbuhan bisnis yang kuat di segmen consumer adalah optimalisasi bisnis dari ekosistem nasabah korporasi, serta memperdalam bisnis dari kemitraan dengan top developer di Indonesia.
Pergeseran profil nasabah juga terjadi pada payroll loan, yaitu pinjaman yang diberikan kepada nasabah yang rekening gajinya di BNI. Hampir seluruh nasabah payroll loan yang berjumlah 335 ribu adalah fixed income earners atau pegawai berpenghasilan tetap yang berasal dari institusi pemerintah, serta pegawai dari perusahaan-perusahaan swasta yang menjadi nasabah segmen korporasi.
“Ke depan, kami terus berupaya memperkuat proposisi bisnis consumer kami sebagai lifetime banking partner," jelas dia.