Liputan6.com, Jakarta - Indeks saham global mengalami penurunan mingguan terbesar dalam dua bulan, dan komentar dari pejabat Federal Reserve memberi sinyal laju penurunan suku bunga yang lebih lambat.
Seperti diketahui, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa bank sentral AS tidak terburu-buru menurunkan suku bunga karena pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pasar kerja yang solid, dan inflasi AS yang tetap di atas target 2 persen.
"Dalam 48 jam terakhir, kami mengalami beberapa perubahan yang cukup besar, tidak hanya dari pemilihan umum tetapi juga dari data ekonomi yang lebih baik dari yang diharapkan, dan Powell mengatakan tidak harus bersikap agresif dalam pemotongan suku bunga," kata Adam Rich, wakil kepala investasi untuk Vaughan Nelson, dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (16/11/2024).
Advertisement
"Ekspektasi pasar terhadap pemotongan suku bunga telah turun secara material dan pasar juga menyesuaikan diri setelah reaksi yang cukup optimis terhadap pemilihan umum AS," jelas dia.
Di Wall Street, indeks Dow Jones Industrial Average turun 305,87 poin, atau 0,70 persen, menjadi 43.444,99, S&P 500 turun 78,55 poin atau 1,32 persen, menjadi 5.870,62 dan Nasdaq Composite turun 427,53 poin, atau 2,24 persen menjadi 18.680,12.
Untuk pekan ini, S&P 500 sudah turun 2,08 persen, Nasdaq turun 3,15 persen, dan Dow turun 1,24 persen.
Pengukur saham MSCI di seluruh dunia juga merosot 8,53 poin, atau 1,00 persen menjadi 842,67. Indeks ini berada di jalur penurunan keempat berturut-turut dan persentase penurunan mingguan terbesar sejak awal September, sekitar 2,4 persen.
Di Eropa, indeks STOXX 600 juga ditutup turun 0,77 persen tetapi mencatat kenaikan mingguan kecil, yang pertama dalam empat pekan.
Gerak IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Jumat sore ditutup melemah dipimpin oleh saham-saham sektor bahan baku (basic materials). IHSG ditutup melemah 53,30 poin atau 0,74 persen ke posisi 7.161,25.
“Pelaku pasar mencerna komentar Ketua The Fed Jerome Powell yang memberikan indikasi bahwa bank sentral tidak akan terburu-buru dalam memangkas suku bunga acuan mengingat kekuatan ekonomi AS yang masih cukup solid," sebut Tim Riset Phillip Sekuritas Indonesia dikutip dari Antara.
Pelaku pasar juga mencerna rilis data Producer Price Index (PPI) AS yang memperlihatkan inflasi di level produsen naik 0,2 persen month to month (mtm) atau 2,4 persen year on year (yoy) pada Oktober 2024, atau lebih cepat dari laju kenaikan 0,1 persen (mtm) atau 1,8 persen (yoy) pada September 2024.
Data inflasi (CPI dan PPI) Oktober 2024 AS yang dirilis pekan ini hanya menunjukkan sedikit kemajuan yang dicapai untuk menuju target inflasi sebesar 2 persen, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai seberapa besar Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada tahun 2025.
Dari Asia, pelaku pasar mencerna rilis perhitungan awal data Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang yang memperlihatkan ekonomi tumbuh 0,9 persen (yoy) pada kuartal III-2024, perlambatan yang mencolok dari pertumbuhan 2,2 persen (yoy) pada kuartal II- 2024, namun masih lebih tinggi dari konsensus pasar sebesar 0,7 persen (yoy).
Advertisement